Bab XLVI

5.5K 480 15
                                    

[46. The trauma.]

PEREMPUAN dengan rambut acak-acakan itu menutup pintu kamarnya, dengan berderai air mata. Keadaannya terlihat kacau, dress navy basah kuyup, rambut lepek, air mata terus mengalir dengan mata sebab, dan juga luka di pergelangan tangan.

Tangannya perlahan bergerak, mengusap perut ratanya lalu duduk di sisi ranjangnya.

Ia kemudian menoleh, menatap foto besar yang menjadi kenangan indah pernikahan. Tanpa sadar, usapan itu berubah menjadi cengkraman, saat ia melihat wajah wanita yang megecewakannya.

"SIALAN!!" teriaknya sekencang-kencangnya.

Sampai kapanpun, pengkhianatan itu tak pernah bisa di maafkan. Meskipun.., perempuan sialan itu sudah pergi, membiarkannya dengan luka tanpa mau mengobatinya.

"AAAAA!!"

"PEREMPUAN BIADAB! BRENGSEK," Jeritnya penuh penderitaan, hingga akhrinya tangisnya perlahan mereda, saat pintu terbuka menampilkan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.

"Mah.."

Anak laki-laki itu melangkah mundur, lalu menoleh, menatap 3 bocah berumur 5 tahun yang ternyata mengikutinya dengan wajah polos mereka. Satu dengan wajah takut karena mendengar teriakan sang mama, satu dengan wajah polos karena tak tau apa-apa, dan satu lagi dengan wajah datarnya.

"Pergi sekarang! Cepet!" Suruhnya membuat mereka patuh lalu berlari pergi, sudah mengetahui apa yang akan terjadi.

Anak itu menoleh, lalu mulai melangkahkan kaki memasuki kamar dengan pencahayaan mengandalkan sinar matahari yang menyelinap di kaca jendela dan juga ventilasi.

"Stop please," tangan kecilnya yang gemetar, menjauhkan tangan ibunya dari perut yang masih rata itu.

"Mama boleh sakitin aku.., tapi jangan sakitin dia.."

Perempuan itu menatapnya, lalu kembali menjerit saat melihat betapa miripnya dia dengan orang brengsek yang telah menghianatinya.

"Chrisenio..."

Bughh!

Tubuh kecil itu dilempar, hingga membentur nakas. Lalu tangan dengan pergelangan terluka itu bergerak, mengambil sebuah benda panjang di dalam lemari.

Ia melangkah mendekati putra pertamanya itu, dengan mata bergetar dan tangan gemetar.

"Perempuan itu menciumnya.. memeluknya.., padahal hanya aku yang boleh melakukannya," ucapnya diikuti isakan kencang dan jeritan frustasi, lagi.

"Mah..."

"Jangan..."

Dia menatap catokan di tangan ibunya, lalu meringkuk, mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi.

"Dia menciumnya..," ucapnya dengan tatapan fokus pada leher kecil itu, karena sedikit kemiripan itu, membuat ia membayangkan bahwa anak itu adalah pria brengsek itu.

"Aku ingin menghilangkannya, mengilangkan jejak yang perempuan itu tinggalkan di leher suamiku.."

Saat itupun, jeritan-jeritan terdengar memuakkan. Tangisan perempuan memekakkan telinga, ditambah jeritan anak kecil malang yang tak bisa hidup seperti anak seusianya.

Dia.., memiliki dua orang tua yang brengsek.

_____

Liana berjalan di trotoar itu dengan raut wajah datar, lalu ia menatap langit mendung yang mulai menurunkan percikan airnya. Ia terus berjalan, memasuki sebuah pemakaman besar...

Leana And 7 Crazy BoysWhere stories live. Discover now