Bab LXIV

6.6K 518 41
                                    

[64. Rumah.]

"Akhirnya!! Kangen banget sama rumah ini!"

Dengan semangat ia membuka pintu besar itu lalu masuk ke dalamnya, aroma khas yang tak bisa di deskripsikan membuat senyumannya semakin melebar. Gadis itu lalu berlari menuju ruang tamu, mendapati dua kakaknya yang tengah bermain PlayStation disana.

"Ck, belum mandi kalian berdua?" sinis Lea tetapi mereka sama sekali tak memperdulikannya, melirik saja tidak.

Bugh!

"Lea!!" kesal si kembar itu dengan kompak saat beberapa bantal di lemparkan ke arah mereka.

"Apa?"

"Pergi lo bocah, ganggu aja."

Lea yang merasa kesal karena di tegur pun hanya memutar bola mata, lalu menoleh kaget saat ada beberapa pelayan yang terlihat menggotong sebuah pigura besar berisi foto kedua orang tuanya. Baru saja hendak bertanya, suara seseorang lebih dulu menghentikannya.

"Kamar yang di ujung lorong, mau dijadiin bioskop mini," sahut Hyli, yang mengetahui pertanyaan di pikiran Lea. Laki-laki itu terlihat berjalan menghampiri leana, dengan tangan melempar lalu menangkap kunci mobil milik kakaknya.

"Emang.., gapapa?" Lea sedikit merasa tak percaya, mereka yang dari dulu selalu menyembunyikan tentang isi kamar itu, kini menjadi lebih terbuka.

"Mau liat-liat?" seseorang tiba-tiba menyahut, membuat Lea menoleh menatapnya, lalu mengangguk pelan sebagai jawaban.

Tangan Lea ditarik oleh Viz, menuju ruangan yang sudah dua kali Lea masuki secara diam-diam dulu. Mau secara kasat mata maupun tidak.

Saat masuk ke dalam, ia melihat adanya beberapa pelayan yang sibuk membersihkan dan membereskan ruangan yang dulu di sembunyikan ini. Lea pun sedikit bergidik, saat menyadari betapa berdebunya disini.., sarang laba-laba pun ada di setiap sudutnya.

Pandangan Lea beralih pada Viz, yang kini duduk di ranjang yang belum di pindahkan, membuka laci di bawahnya, dan terlihat mengambil sebuah album foto berwarna hijau tua.

"Sini deh."

Dengan ragu Lea mendekati kakaknya itu, lalu duduk di sampingnya, memperhatikan Viz yang mulai membuka sebuah album foto yang terlihat tua.

"Mama selalu abadiin setiap pertumbuhan anaknya," ujar Viz, menatap foto dirinya saat kecil yang menggendong Lea yang masih bayi.

"Itu aku?" tanya Lea yang diangguki oleh Viz.

"Eh!"

"Kak Sovi ya?! Cantik banget," ucap Lea dengan mata menatap lekat salah satu foto yang memperlihatkan seorang anak berambut sebahu.

"Dulu Sovi pernah dikira anak cewek yang tomboy loh, mukanya terlalu mirip ke Mama." Viz terkekeh kecil saat mengingat masa kecilnya itu, lalu tangannya kembali bergerak membalik halaman.

"Mama pengen banget anak perempuan, tapi yang muncul laki-laki mulu."

Lea mengambil album di tangan Viz lalu membuka setiap lembarannya, memperhatikan setiap kenangannya. Meski kini ia merasa sesak.., lantaran kakaknya bisa merasakan betapa hangatnya kasih sayang mama ataupun lengkapnya keluarga, sementara dirinya tidak.

Air mata mulai menggenang di pelupuk mata, tangannya yang gemetar bergerak perlahan, mengelus sebuah foto pernikahan yang telah rusak warnanya.

"Pengen peluk mereka.."

Air mata yang telah lama ditahan itu akhirnya luruh, mengalir di pipinya begitu saja.

Lea merasa tidak terima, disaat ada banyaknya anak yang menemani orangtua mereka hingga menua, ia bahkan tidak bisa melihat secara langsung bagaimana rupa mereka.

Leana And 7 Crazy BoysWo Geschichten leben. Entdecke jetzt