Bab XLVIII

6K 573 56
                                    

[48. The Memory.]

LANGIT gelap, dengan rintikan air yang semakin menderas. Diikuti petir yang mulai bersahutan, terdengar memekakkan telinga.

Disana, seorang laki-laki duduk diam sambil fokus dengan kesibukannya sendiri, menatap sesuatu di ponselnya.

Hyli Rzch:
"Pin, sorry ya, lusa gue gak bisa dateng."

Sudah, hanya itu yang bisa ia kirimkan ke kontak yang dinamai emoji monyet itu. Memangnya harus apa lagi..

Hyli meletakkan ponselnya, lalu beranjak, menatap ke luar jendela besar yang gordennya belum ia tutup. Hujan terlihat sangat deras di luar sana, dan Sovi tak kunjung kembali. Viz juga.

Karena bosan, Hyli memilih duduk di sisi sofa, menyebalkan sekali baginya saat merasa kebosanan sendirian.

"ROS!!"

Mulailah dia, meneriakkan nama seseorang yang ada di rumah ini. Entah apa maksudnya, gaapa lah, suka suka helikopter ini saja.

"IAROS!"

"DUKUN!!!"

"AYANG ANABELLE!"

"IA—"

Sebelum teriakan melengking itu terdengar kembali, seseorang lebih dulu melemparkan boneka monyet ke wajahnya. Hyli sedikit menggaduh kesakitan, bagian hidung boneka ini mengenai matanya.

"Berisik," kesal Iaros sambil menghampiri kakaknya itu dengan kesal.

Hyli berdecak, lalu menatap boneka monyet di tangannya, ini milik Leana yang gadis itu bawa pulang saat pergi ke pasar malam dulu.

"Ngapain lo pegang boneka gini? Dari dukun mau alih profesi jadi banci—"

"Diem, gua baru beresin kamar Lea," kesal Iaros lalu menghela nafas.

"Jadi ngapain lo teriak manggil gue? Kalo gak penting, gue bunuh lo."

Hyli hanya menghendikan bahu, lalu membolak-balik boneka itu. Mencolok-colok pusar milik boneka yang hanya memakai celana ini.

"Telpon Viz dong, tanya dia ada dimana."

Iaros menghela nafas lalu dengan geram mengambil ponsel di atas meja, menyodorkannya pada Hyli.

"Lo punya hp."

"Gamau males."

Kini raut wajah cowok dengan kulit putih pucat itu jadi datar, menatap malas Hyli yang kini melempar tangkap boneka ke atas.

"Gue gak akan ngelakuin hal yang gak ada alasannya—"

Brakk!

Melihat Hyli yang membanting ponselnya, membuat ia menggeram kesal. Kini kakaknya itu memiliki alasan tak bisa mengirim pesa pada Viz, ponselnya rusak.

Iaros akhirnya menuruti permintaan Hyli, mengirim pesan pada Viz meski jengkel karena ia tak suka disuruh-suruh oleh siapapun, termasuk laki-laki yang merasa sok paling berkuasa mau di sekolah ataupun di rumah ini.

Lalu suasana hening, terasa canggung. Hyli yang mencari cara untuk mencairkan suasana, tapi si indigo ini benar-benar terlalu membosankan.

Lihatlah, hanya ada mereka berdua di rumah besar ini.  Meski Hyli itu berusaha ceria, tetapi tak menutupi betapa sepinya rumah ini tanpa 5 orang lainnya yang entah ada dimana. Viz, Sovi, Lavi, Gilgey, Lea, dan Liana—


Ah, mungkin 6 orang.

"Ada balesan?" tanya Hyli sambil menatap ponselnya yang ada di lantai, tanpa berniat memungutnya untuk sekedar mengeceknya apakah masih bisa berfungsi dengan baik atau tidak.

Leana And 7 Crazy BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang