Chapter 6

3.8K 701 215
                                    


Rasanya seperti déjà vu, aku terjaga lagi. Kali ini tanpa mimpi. Aku langsung duduk, sadar masih berada di apartemen Aidan. Pukul 11.15. Satu jam, aku tertidur di karpet di belakang kabinet home theater. Tempat yang paling jarang dilewati Aidan dan tamu-tamunya. Kucoba berdiri, masih agak goyah, tapi tidak masalah. Obat pereda nyeri yang kuminum pun bekerja efektif.

"Aku siap bekerja lagi, Aidan. Mungkin sebaiknya aku baca ruangan ini dulu. Enggak terlalu banyak barang, tapi siapa tahu ada petunjuk penting. Aku akan mengumpulkan informasi secara sistematis, pada setiap jengkalnya."

Dari ambang pintu masuk, aku bergerak selangkah demi selangkah, menyentuh dinding dan lantai, membaca perabot dan pernak-pernik yang kulewati. Sebetulnya, benda-benda yang tidak memancarkan getaran bisa kuabaikan, tapi aku tidak mau ada kenangan sesamar apa pun yang terlewat. Semua kuraba, kuselisik, dan hasilnya kucatat di ponsel, jeda sebentar hanya untuk istirahat dan shalat.

Dua jam penuh kuhabiskan untuk sampai kembali di titik semula. Aku duduk lagi di kursi makan. Memeriksa catatan sambil menghabiskan energy drink. Perutku mulai berkeruyukan. Tahan sebentar.

"Aku bacakan catatanku, kamu koreksi ya, kalau salah," kataku pada Aidan. Dan kudengar tawanya di dalam sana. Aku menyeringai. "Ya, aku tahu, sama saja minta orang buta menuntun orang buta."

"Tepatnya, minta sesosok kenangan mengoreksi kenangannya sendiri."

Aku tergelak. Tapi kali ini Aidan tidak ikut tertawa. "Maaf," kataku.

Kubayangkan Aidan mendekat, untuk duduk di kursi di depanku. Memandangku ramah. "It's okay. Aku tahu yang kamu lakukan itu bikin lelah. Harusnya aku berterima kasih."

Aku menyemburkan napas. Terharu. Seperti itulah tanggapan Aidan aslinya, aku yakin. Cowok yang selalu memikirkan orang lain. "Oke. Dari semua kenangan yang kulihat, ada fakta tak terbantahkan, tapi banyak juga kilasan peristiwa penuh lubang yang perlu dicarikan kepingan lengkapnya."

Aidan tampak serius. Tapi tatapan mata hazelnya lembut dan membuatku meleleh. Kuhirup dalam-dalam aroma sejuk water fountain dalam kenangan. Aidan menyeringai. Aku berdeham dengan muka panas. Buru-buru membacakan catatanku untuknya.

"Apartemen ini dibeli Bunda Dhias waktu kamu masuk SMA. Bunda Dhias dipindahtugaskan ke Jakarta tapi kamu menolak pindah sekolah. Cinta mati pada DIHS. Aku enggak tahu rumahmu di mana sebelum ini. Tapi dugaanku, di kompleks yang sama dengan Kei dan River, mengingat kalian berteman sejak kecil.

"Kalian bertiga menjadikan tempat ini markas, karena terdekat dengan sekolah. Kei sering datang sendiri dan menginap di sini. River sesekali muncul bersama Kei. Di dapur aku mendapati jejak River membawakan buah-buahan.

"Teman-teman tim basket pernah berkunjung ke sini. Tapi kenangannya samar-samar. Berarti sudah lama atau sangat jarang. Di antara mereka, cuma Armand yang enggak kamu sukai. Aku paham benar emosimu saat cowok itu datang sendirian ke sini. Kamu ragu mempersilakannya masuk, membiarkannya berdiri saja, lalu ikut keluar dengannya. Entah ke mana. Aku sudah khawatir. Tapi kulihat kamu pulang dengan selamat."

"Aku enggak pernah benar-benar membenci orang." Aidan seperti mengoreksi.

Aku mengangguk. "Ya. Kelihatan banget. Tapi, Aidan, aku bilangin ya, Armand itu bad news. Sejak putus dengan Alea, Armand memusuhiku. Memang masalahku enggak ada kaitannya dengan kamu. Cuma, alangkah baiknya kita waspada. Aku mau cek catatan polisi, tapi Tante Fang dan Bang El enggak boleh tahu. Aku enggak heran kalau Armand masuk ke dalam daftar orang yang dicurigai dalam kasusmu."

"Biasanya dalam cerita misteri, pelakunya adalah tokoh yang paling enggak mencurigakan." Aidan tampak geli.

"Ah, itu kan fiksi. Penulisnya sengaja mengecoh pembaca. Kenyataannya, apa pun bisa terjadi," aku memprotes. Aidan angkat bahu. "Oke, berikutnya. Ada yang menarik dengan minuman kaleng di kulkas, salah satunya yang kuminum ini. Tanggal produksinya baru sebulan lalu. Jadi, bukan kamu yang nge-stok. Sayangnya, enggak ada petunjuk, kecuali bahwa wanita yang bersih-bersih apartemenmu mengeluarkan kaleng-kaleng dari kardus dan menata isinya di kulkas. Kardusnya sudah dibuang. Asumsiku, Kei atau River yang beli buat kamu. Kebiasaan. Lupa kalau kamu ...."

CLAIR [Sudah Terbit]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant