Chapter 10 (b)

3.3K 591 121
                                    

"Aidan, please, talk to me." Aku memusatkan pikiran pada sosok kenangannya. Membayangkan senyumnya yang tidak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Tawa renyahnya. Sapaan ramahnya. Kedekatannya dalam beberapa kesempatan. Tak terlupakan. "Aku membutuhkanmu, di sini, sekarang. Aidan! Aidan! Aidan!"

"Kamu seperti memanggil jin dari lampu ajaib." Aidan muncul akhirnya.

Aku tertawa. Bahagia rasanya. "Di tempat kos, kotak kaleng itu jadi lampu ajaib untuk memanggilmu. Menyesal enggak aku bawa. Kamu tahu, di kaleng itu, ada sobekan agenda bertanggal 1 Januari, dua tahun lalu. Dari kamu, Aidan. Enggak langsung sih. Remasan kertas itu kamu buang dan aku pulung. Ya, aku jadi pemulung juga sejak kenal kamu, terima kasih. Waktu itu, kamu banyak bicara tentang 1 Januari. Fix, aku pilih tanggal itu. Bang El dan Tante Fang agak kecewa. Harusnya 22 Februari, biar kami bertiga barengan ultah. Tapi sejak aku ditemukan Bang El, aku selalu ikut ultah mereka."

"Kamu ditemukan? Bagaimana ceritanya?"

"Ah ya, kamu bertanya begitu waktu itu. Selagi aku bingung mulai dari mana menjelaskan, kamu keburu pergi. Bang El yang menemukan aku di lereng gunung Malabar dalam pendakiannya. Aku pingsan, dehidrasi, dengan banyak luka di sekujur tubuh. Aku enggak ingat gimana aku sampai di sana dalam keadaan seperti itu. Bang El membawaku ke rumah sakit. Menemani aku selama perawatan. Sementara polisi melacak asal-usulku. Banyak keluarga datang untuk lihat aku, siapa tahu anak mereka yang hilang. Enggak ada yang cocok. Akhirnya, aku dipindahkan ke rumah yatim piatu tempat Bang El dan kembarannya dibesarkan. Mereka sering menengokku. Aku bergantung sama mereka, ingin ikut saja rasanya. Tapi Bang El dan Tante Fang sendiri baru kuliah, sambil bekerja pula, enggak mungkin mengurusku. Lima tahun kemudian, saat usiaku 13 tahun, dan Bang El sudah mapan, ia datang untuk mengadopsi aku."

"Tapi kamu kos dekat sekolah?"

"Ya, sejak masuk SMA. Gara-gara tanganku juga. Sejak awal, yang tahu bakatku cuma Bang El dan Tante Fang. Mereka rahasiakan juga dari semua orang termasuk para dokter. Khawatir aku dijadikan kelinci percobaan. Masalahnya, aku sulit mengendalikan kemampuanku sendiri. Di panti asuhan dan di sekolah, pilihanku hanya dikucilkan atau mengucilkan diri. Jadi, waktu aku diboyong Bang El, rasanya merdeka. Nyatanya enggak semudah itu. Aku ABG melit dengan tangan ajaib. Tante Fang menjabat sebagai reserse kriminal. Dan Bang El sibuk bekerja sambil kuliah S2 lalu S3. Aku ingin membantu dan membalas jasa mereka. Tapi yang terjadi malah banyak insiden tak diinginkan."

"Wow! Insiden seperti apa?"

Aku tersipu. "Pelanggaran privasi. Aku yang melanggar. Contohnya, menyadap dosen Bang El untuk mencari soal-soal ujian. Karena aku enggak tega lihat ayah angkatku kelelahan belajar. Aku juga merecoki penyelidikan Tante tanpa diminta, lalu memberinya petunjuk yang keliru karena kurang informasi. Tapi sejak itu, Tante memberiku penyaluran dengan membantu kepolisian sebagai Clair. Aku nyaris enggak pernah membuat masalah lagi, sampai sore tadi di ruang bukti."

Aidan geleng-geleng. "Sekarang kamu di-PHK gara-gara aku. So sorry."

"Jangan khawatir. Aku enggak menyesal, kok. Demi kamu."

Kudengar tawanya sesaat, yang terputus oleh notifikasi ponselku. Pukul 20.15. Aku duduk tegak, membaca pesan dari Kei. Laptop Aidan belum selesai diservice, tidak bisa ditunggu. Sekarang ia sedang menuju Kafe Bandrek.

Aku meneleponnya. "Bisa bicara?"

"Tentu. Aku pakai handsfree. Ada berita baru?"

Aku ceritakan apa yang kulihat di kotak bukti. Fakta saja tanpa drama pingsan, mimisan, dan PHK.

Kei tidak curiga. "Sayang sekali sudah dipindahkan. Mungkin kamu bisa mengejarnya ke tempat yang baru?"

"Sulit. Aku enggak kenal orang-orang di Sat Resnarkoba. Saat ini tanteku juga enggak mungkin dibujuk. Tapi aku akan cari jalan ...."

CLAIR [Sudah Terbit]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ