Chapter 19 (c)

2.4K 601 254
                                    

Ya Tuhan, jari-jari gemuk itu .... Aku menghela napas. "AKPRI bisa menindaklanjuti berita itu. Ada lagi?"

Kembali ke laptop Shai, wajah Kei menjadi lebih cerah. "Langit ke-7 bukan yang terakhir. Ada pintu-pintu rahasia lagi untuk file-file sangat pribadi. Sky Lee membuat labirin—"

"Langsung saja, Kei! Kita enggak perlu tahu caranya." River menukas.

"Tapi teka-tekinya indah banget!" Kei memberengut. "Kalian harus lihat."

"Sayangnya, cuma sesama genius yang ngerti." Tak urung aku geli melihat muka kekanakannya. "Apa isinya?"

"Rekaman suara percakapan antara Aidan di Bandung dan Sky Lee di Singapura. Mereka mengobrol rutin minimal seminggu sekali, sejak sistem Langit diciptakan Sky Lee. Durasinya sekitar 3 sampai 10 menit, kecuali percakapan terakhir pada 15 Juli tahun ini, sampai 45 menit. Aku penasaran, apa saja yang mereka omongin selama itu. Kita masih punya waktu untuk mendengarkan. Oh ya, mereka pakai voice modulator. Untung saja, jadi jelas mana Aidan mana Sky Lee. Aidan robot, Sky chipmunk."

Rekaman diputar. Robot dan tupai bertukar sapa. Tawa River meledak seketika. Tapi langsung menyimak saat si kembar mulai bicara.

🔊🔊🔊

Aidan : Hey, what's up? Kupikir kamu baru mau kontak besok. Ada masalah?

Shai : Enggak. Barusan baca emailmu. Kamu diterima di STP, selamat!

Aidan : Cuma kamu yang happy dengan STP dan enggak tanya-tanya alasanku.

Shai : (tertawa) Kamu bilang enggak ada alasan, jadi buat apa aku tanya?

Aidan : Bunda lebih suka aku di arsitektur. Katanya, aku pilih STP karena mau berontak saja.

Shai : Kamu jawab apa?

Aidan : Aku iyain. (tertawa)

Shai : Kamu masih bolak-balik ke Darmawangsa, kan? Gimana Rhea, Ay? (Aku baru tahu Shai memanggil Aidan Ay. Cute)

Aidan : Masih enggak ingat apa-apa. Just like total strangers. Apalagi aku sudah lulus. Oh ya, loker di ruang kontrol AC baru dicat lagi. Hilang deh coretan kita yang dulu.

Shai : Biar saja. Kamu enggak coba-coba ngingetin dia, kan? Kasihan, nanti ...

Aidan : ... tambah bingung, tambah trauma, tambah lupa. Memangnya aku kelas 3 SD? Perlu ya, diingetin terus?

Shai : (tergelak, lalu suaranya berubah serius) Usulan kamu soal peti mati itu, masih aku pertimbangkan. Penyembuhan amnesia enggak semudah di drama televisi. Kena benturan bikin lupa, lalu dibenturkan lagi jadi ingat. Kita enggak bisa sembarangan masukin dia ke dalam peti yang bikin dia trauma. Bagus kalau jadi ingat semua. Gimana kalau jadi lupa segala, termasuk muka jelekmu!

Aidan : (terkekeh) Yup, segitu jeleknya, sampai kalau lihat kamu, ingetnya sama aku.

Shai : That's not fair! Sampai kapan aku jadi kamu?

Aidan : Sampai kita nemuin cara terbaik untuk keluar dari semua masalah.

Shai : Semua masalah itu pangkalnya di Bunda.

Aidan : Aku tahu. Tapi jantungnya bertingkah lagi. Aku khawatir.

Shai : Kamu lebay. Bunda baik-baik saja selama aku di sana. Dia malah sebal aku tanya-tanya terus soal kesehatannya. Sempat curiga. Katanya, Aidan bawel kalau ada maunya. Terus nanya mauku apa. Aku jawab, pengin tinggal bareng Bunda.

CLAIR [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now