Interlude: Robekan Agenda 1 Januari

3.4K 599 210
                                    


Kelas 10, Semester II

Aku mengadu gelas jus kiwi milikku dengan mug kopi Tante Fang. "Iptu Marie 'Fang' Faradila, kedengarannya keren. Selamat!"

"Berkat kamu, Rhe. Clair yang berprestasi, aku yang naik pangkat." Tante Fang tertawa.

Aku menggeleng. "Aku cuma lihat kilasan peristiwa. Tante menalarnya jadi petunjuk yang masuk akal. Malah harusnya sejak setahun lalu Tante jadi Iptu, sekarang jadi AKP, gantiin AKPRI yang sudah tua."

Tante Fang semakin tergelak. "Kamu ini! Jangan sampai AKPRI dengar. Ada aturan dan komando yang jelas di kepolisian. Tapi sungguh, kamu bikin kenaikan pangkatku terasa istimewa. Bayangkan, beberapa kali aku nyaris menangkap orang yang enggak bersalah. Kamu yang menemukan pelaku sebenarnya."

Aku duduk bersandar dengan perasaan puas. Di teras kafe, aku dan Tante Fang menunggu sarapan pesanan kami datang. Bang El sudah pergi lagi tadi, hanya sempat menghadiri upacara kenaikan pangkat Tante Fang semalam. Minggu pagi yang lengang, taman kecil yang cantik. Dari sini, aku bisa melihat siswa-siswa SMP dan SMA Internasional Darmawangsa lewat.

Tante Fang mengikuti pandanganku. Ia berkomentar, baru kali ini melihat sekolah yang tidak pernah sepi dari siswa dan kegiatan. Sekolah terbaik yang dipilihkan Bang El untukku. Mahal, tapi terjangkau berkat beasiswa kerjasama kepolisian dan sekolah. AKPRI benar-benar memanjakan aku, sampai teman-teman keliru mengira ia kerabatku. Tante pernah menjelaskan, beasiswa itu dimungkinkan dengan realokasi dana operasional. Biasanya, dana terserap habis untuk penyelidikan yang berlarut-larut. Clair membantu menyelesaikan kasus dengan cepat sehingga dana bisa dihemat. Tapi Clair bukan pegawai resmi, tidak digaji, maka beasiswa adalah cara kepolisian memberiku imbalan layak.

"Kasus penculikan anak selalu membuatku senewen." Tante Fang kembali pada topik semula. "Sering, waktu kita hanya 24 jam untuk menemukan si anak sekaligus meringkus penculik. Terlambat sedikit, akibatnya mengerikan. Di kasus terakhir itu, aku terperangkap statistik bahwa umumnya penculik adalah keluarga dekat. Icha dekat dengan bibinya. Bibinya punya segala motif untuk membawanya lari. Mudah sekali untuk keliru menyimpulkan. Berkat kamu, Icha dan bibinya selamat. Pelaku sebenarnya boleh membusuk di penjara."

Aku mengangkat gelas jusku lagi. "Tante layak naik pangkat dan dapat satyalancana karena itu. Aku bangga."

Wajah cantik Tante Fang semringah. Hendak berbicara lagi tapi ponselnya berbunyi. Panggilan dari markas. Ia berdiri sigap. Merapikan baju sipilnya. Rambutnya yang dibuntut kuda berayun. Ia memandangku penuh penyesalan. Berakhir sudah quality time kami. Makanan pesanannya bahkan belum datang. "Kamu makan saja. Aku pergi dulu. Take care, Rhe!"

Aku menghormat. Mengawasi kepergiannya. Semoga bukan kasus penculikan lagi. Aku tahu, Tante Fang bukan cuma dibikin senewen, tapi terobsesi dengan kasus penculikan bahkan sejak sebelum menjadi polisi. Dugaannya kuat bahwa aku dulu korban penculikan juga. Mungkin aku melarikan diri dari si penculik dan tersesat di lereng Gunung Malabar, atau aku memang dibuang di sana. Penyelidikan asal-usulku yang luar biasa lambat dan tanpa hasil membuat Tante Fang geram. Begitu saja ia berubah haluan, masuk sekolah kepolisian. Setelah Tante menjadi polisi, kasus-kasus pertama yang ditanganinya adalah penculikan anak. Tante berhadapan dengan segala macam pelaku dan motifnya. Dari keluarga dekat yang mendendam, orang-orang gila pemangsa anak, hingga sindikat perdagangan anak. Tante mencari-cari benang merah pada setiap kasus itu dengan kasusku.

Setahun lalu, lokasi lereng Gunung Malabar mencuat lagi. Korban penculikan adalah Lilo, anak perempuan berusia 7 tahun. Rambutnya ikal pula. Tante langsung waspada karena persamaannya denganku. Tapi Lilo sudah meninggal dunia bahkan sebelum orangtuanya sadar anak itu hilang. Sang ibu mengira Lilo masih menginap di rumah ayahnya. Dan sang ayah mengira Lilo sudah kembali ke rumah si ibu. Lilo adalah korban perceraian dan komunikasi orangtua yang buruk, di tengah-tengahnya ada orang yang mengambil kesempatan.

CLAIR [Sudah Terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora