Chapter 11 (b)

2.9K 660 237
                                    

Saat aku terjaga pukul 09.10, brosur dalam genggamanku sudah berganti kertas kosong. Tapi bukan berarti tanpa isi. Wajah Bang El muncul dalam penampakan yang begitu jelas. Ia berbicara pada kertas seolah benda ini alat komunikasi paling canggih sedunia.

"Rhea, kalau kamu bangun nanti, catat ini baik-baik: Aku enggak jadi tertarik pada Stella. Brosurnya aku buang biar kamu enggak buang-buang tenaga lagi. Jangan khawatir soal jodohku. Coba tebak, siapa yang pagi-pagi telepon minta ketemuan? Aku mau ke rumahnya sekarang."

Bang El bersenandung, sambil mengajak si kertas berdansa.

Aku menepuk jidat. Ayah angkatku sableng gara-gara sering gonta-ganti cewek. Astaga, itu cocok buat judul drama sitcom! Tapi siapa yang dibicarakannya? Teh Melly? Ah, bukan. Ia sudah lama pindah ke Denpasar. Hm ... cuma satu yang bisa bikin Bang El bahagia kayak anak kecil. Cewek yang membuatnya patah hati untuk pertama kali. Teman se-SMA, Teh Nindya. Wah!

Aku menggenggam kuat-kuat kertas itu.

Bang El menyelipkannya di tanganku. Membungkuk untuk mencium keningku. "Fang sudah ke kantor. Batal cuti gara-gara Stella. Aku sudah telepon Miss Jansen, minta izin buat kamu. Baik-baik di rumah ya. Doakan Nind ngajak balikan."

Benar tebakanku! Aku ikut bahagia. Minimal, Bang El bakal fokus pada cinta pertamanya itu dan aku bisa bebas bergerak. Aku pergi ke dapur. Bang El meninggalkan nasi goreng di meja makan. Ada post-it dari Tante Fang di pinggir piring.

Kamu masih tahanan rumah. Aku menemani Stella. Be good.

Kutangkap penampakan kantor Sat Resnarkoba saat Tante menulis pesan itu. Sepertinya penyelidikan Stella mengarah ke sana. Hm ... Sky Lee terkait narkoba? Kenapa warga asing senang sekali menghilang di Indonesia, bawa-bawa obat terlarang pula? Mentang-mentang negeri ini begitu luas, Bandung Raya saja hampir lima kali luas Singapura, lalu dianggap cocok buat main petak umpet. Kenapa pula, Tante Fang tidak meminta bantuan Clair biar kasusnya cepat beres dan bisa cuti dengan tenang?

Dan realita itu menamparku keras. Clair kena skorsing. Aku mengerang sambil mengadu jidat ke meja. Eh, bagaimanapun polisi membutuhkan Clair, bukan? Mungkin kalau kubantu mereka menemukan Sky Lee, AKPRI akan mencabut hukuman. Ya, ke mana brosur itu?

Tidak ada di mana-mana. Bang El sungguhan membuangnya. Aku menggeram. Buru-buru kuselesaikan sarapan. Akan kubuktikan, mereka bakal rugi banget kalau mem-PHK Clair.

Tante Fang tidak pernah lagi membawa dokumen rahasia ke rumah sejak aku ketahuan mengoprek. Ia menghindari kontak fisik denganku. Dan sebisa mungkin tidak memikirkan kasus-kasusnya selagi memegang objek, saat aku ada di sini. Jadi, percuma meraba-raba seisi rumah. Aku memilih cara penyelidikan tradisional.

Uncle Google, Uncle Google, tunjukkan padaku siapa Sky Lee dan di mana dia sekarang.

Kurang dari satu detik, Google menampilkan dua Sky Lee. Satu penyanyi perempuan warga Kanada, jelas bukan. Satu lagi anak lelaki Singapura berusia 14 tahun yang jadi saksi kunci kasus pembunuhan Susan Cho, 5 tahun lalu. Itu dia!

Aku pun menyelusuri berita-beritanya. Kasusnya sempat menjadi trending topic karena si pelaku adalah Big David, anak angkat konglomerat properti Asok Kumar. Susan Cho sendiri penyanyi muda yang naik daun saat itu. Karena kesaksian Sky Lee, hakim menjatuhkan hukuman mati pada Big David dan sudah dilaksanakan dua tahun lalu. Setelah itu, media tidak lagi menyebut-nyebut nama Susan Cho, Big David, dan Sky Lee.

Sekarang, tiba-tiba saja polisi Singapura mencari Sky Lee di Bandung.

Aku jadi penasaran dengan wajahnya. Usianya sekitar 19 tahun sekarang. Kilasan foto lelaki muda dari kenangan brosur itu pasti Sky Lee. Halusinasiku yang absurd membuatnya terlihat seperti Aidan!

CLAIR [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now