Chapter 7

3.6K 691 205
                                    

"Oh, non toccarlo! Jangan sentuh itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Oh, non toccarlo! Jangan sentuh itu." River menyambar tasnya, memeluknya erat-erat.

"Tasmu hampir jatuh, aku mau dorong ke tengah," kataku. Lalu sadar sendiri, tangan kananku masih telanjang, dan River mendelik ke arahnya. "Oke. Aku enggak bakal baca kenanganmu lagi. Kamu sudah percaya."

River sesaat menatapku, seperti penasaran, apa saja yang berhasil kuketahui. Aku angkat bahu. Ia mendecak. "Jauh-jauh saja dariku. Jangan pegang-pegang juga waktu aku tidur nanti." Lalu ia pindah ke ruang duduk, mengempaskan diri di samping Kei yang sedang mengerjakan tugas.

Aku tertawa kecil, sama sekali tidak tersinggung dengan sikapnya. Mungkin karena aku sudah mendengar sendiri, ia ditolak Aidan. Tidak perlu cemburu lagi pada River. Aku malah jatuh iba pada gadis itu. Lubang di dadanya pasti sangat besar, karena ia dekat dengan Aidan sepanjang hidup. Satu-satunya yang bisa menambal lubang itu adalah sahabatnya yang tersisa, Kei.

Entah, cowok itu paham atau tidak sindiranku pada River. Tapi kalaupun Kei tahu orang yang dimaksud Aidan adalah dirinya, ia memilih membenamkan muka pada layar laptop.

"Mereka harus move on," kata Aidan, gemas.

"Kenapa dulu enggak kamu comblangin saja mereka?" Terlalu bersemangat, aku sampai menyuarakan percakapan kami. Oops!

Kei menoleh. Jarak dari ruang duduk ke dapur untungnya cukup jauh. "Kamu bilang apa, Rhe? Di suruh tidur lagi kok malah ngedumel sendiri di situ."

"Eh, bukan apa-apa." Tapi saat itu juga aku berpikir, move on dan perjodohan tidak akan terjadi selama Aidan masih dianggap membayangi mereka. Sudah waktunya membicarakan hal ini secara terbuka. Aidan percaya pada kedua sahabatnya. Aku sudah percaya pada Kei, ditambah River pun tidak masalah. "Hei, sebetulnya, aku barusan ngobrol sama Aidan."

Bunyi goresan bolpen dan ketukan keyboard serempak berhenti. Pandangan mereka mengikutiku mendekat. Ekspresi di wajah River dan Kei campuran kaget dan khawatir. River bahkan menggeser duduk ke arah Kei. Pertanda bagus, walau untuk alasan yang salah.

"River, Kei, sudah jelas, Aidan hadir di antara kita. Tapi perwujudan Aidanku dan Aidan kalian berdua sepertinya berbeda. Aku perlu jelaskan ini, agar kalian tidak salah paham. Kemampuanku adalah membaca kenangan yang tertinggal pada benda-benda hidup dan mati. Aku enggak bisa melihat arwah, apalagi berkomunikasi dengan mereka. Aku pernah diperiksa oleh orang-orang pintar, enggak ada hal-hal gaib dalam diriku. Ayah angkatku menyimpulkan, kemampuanku mungkin berkaitan dengan susunan dan fungsi otakku yang sedikit berbeda dengan kebanyakan. Sayangnya belum ada penjelasan memadai, karena ilmu otak masih sangat terbatas."

Aku berhenti sebentar untuk mengamati reaksi Kei dan River. Tampaknya mereka mengerti. Kulanjutkan, "Aidan versiku serupa puzzle yang kususun dari setiap keping kenangan. Lalu kuhidupkan ia di dalam pikiranku. Aku bisa bicara dengannya, lihat dia bergerak, tahu pemikiran dan perasaannya."

CLAIR [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now