Chapter 14 (b)

2.5K 591 146
                                    

Aku terpaku, terbelalak. Kudengar namaku diserukan Kei. Bersamaan derum sepeda motor mendesing lewat, mepet ke badan mobil. Kaki kiri si pengemudi motor terangkat dan menendang spion kanan mobil hingga patah. Tindakan itu menghentikan mobil sejenak. Otakku semakin membeku, hanya mataku mengikuti sepeda motor itu yang kabur dengan kencang. Mobil itu bergerak lagi. Kei menubrukku minggir. Kami berdua jatuh ke trotoar. Pengemudi mobil sepertinya berubah pikiran, kini tancap gas mengejar sepeda motor. Dalam beberapa detik, mereka hilang dari pandangan.

"Kamu enggak apa-apa?" tanya Kei.

Aku mengangguk. Tidak mampu berbicara. Jantungku terlalu keras berdetak membuat seluruh tubuhku lemas. Saat Kei bergerak, aku baru sadar ia telah menahanku dengan badannya. Segera aku bergeser, terduduk di tanah. Kei bangkit dengan kaki kiri terpincang. Tampak luka memar dan serut di sepanjang lengan kiri saat ia membantuku berdiri.

Orang-orang berdatangan dari toko-toko di sekitar situ, termasuk satpam DIHS. Ada yang membawakan obat luka. Ada yang menawarkan angkutan ke rumah sakit terdekat. Kei memastikan kakinya tidak terkilir dan tidak ada luka lain. Lalu dengan sopan menolak bantuan mereka. Tapi aku sudah telanjur menerima desinfektan dan Kei tidak menolak saat kububuhkan pada lukanya. Ia meringis menahan perih.

Semua orang berbicara. Terdengar lebih marah ketimbang aku dan Kei yang menjadi korban. Mobil hitam itu sudah parkir di situ sekitar satu jam, kata seseorang. Pengemudinya tidak pernah turun. Hanya sekilas terlihat, dia perempuan asing yang cantik. Tapi itu bukan hal luar biasa mengingat ini lingkungan DIHS. Tidak ada yang ingat pelat nomor kendaraan. Sementara sepeda motor yang menyerempetnya, benar-benar mengejutkan semua orang. Tiba-tiba saja muncul. Wajah pengumudi tertutup helm, jaketnya parka hitam.

Kami berterima kasih dan berpamitan.

Sambil menyeberang, aku memungut patahan spion yang terpental. Kutemukan juga belanjaan Kei berhamburan dekat mobilnya. Beberapa botol minuman, sebungkus roti, dan beberapa snack kemasan. Duduk di mobil, aku memberinya minuman dingin yang sudah kubukakan. Kei menenggaknya dengan rakus. Tangannya yang pegang kemudi kini gemetar. Dan aku merasa sangat bersalah.

"Mobil itu ... sengaja mau menabrakmu." Ia menyerahkan botol minuman kepadaku. Aku meminum sisanya.

"Maafkan aku, Kei." Bodoh sekali, aku sampai terkesima.

"Kamu mengenali orangnya, kan? Itu sebabnya kamu kayak terpaku, enggak percaya tindakannya."

"Kukira Stella Miller. Tapi enggak mungkin banget." Kuceritakan dengan singkat siapa Stella. Termasuk penampakan foto Sky Lee yang kukira Aidan. "Aku enggak yakin lagi apa yang kulihat sekarang. Mungkin kemampuan psikometriku terganggu oleh obsesi dan emosi dengan Aidan."

"Ada satu cara untuk memastikannya. Telepon tantemu, tanyakan di mana Stella!" Kei membawa mobilnya keluar dari parkiran. Menuju apartemen Aidan.

Aku mengacungkan patahan spion. "Baca ini dulu."

Tendangan kuat si pengemudi sepeda motor. Sepatu boot kulit mid ankle. Celana hitam. Lelaki. Tidak tampak wajahnya. Spion ini dari mobil sewaan. Pengemudi memandang ke spion dari balik jendela kaca. Tidak tampak jelas. Pantulan seringnya situasi jalan raya di belakang mobil. Ada beberapa pengemudi yang menurunkan kaca dan sengaja melongok ke spion, tapi bukan wanita cantik itu. Aku menggeleng. "Enggak bisa memastikan wajah pengemudinya dari sini. Tapi niatnya menabrakku batal berkat cowok yang menendang spion. Dia menyelamatkan aku secara enggak langsung. Sementara kamu menyelamatkan aku secara langsung. Terima kasih, Kei."

CLAIR [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now