Chapter 10 (a)

2.8K 581 140
                                    

Dear all

Chapter 10 ini panjang, jadi aku bagi dua ya. Refresh kalau tidak muncul. Sebagian misteri mulai terungkap. Dan memunculkan pertanyaan baru. Hehe. Maaf kalau bikin baper. Tapi tuntutan skenario ... eh, tuntutan karakter sih, mereka saling memperumit situasi, gimana lagi. Sabar ya. Semua berkelindan dan ada hubungannya. Enggak ada yang sia-sia. Jadi, nikmati dan jangan lupa vomment. Masukkan ke daftar bacaan. Rekomendasikan cerita ini kepada teman-teman. Itu bentuk dukungan terbaik jika kalian mencintai Clair.

Salam sayang,

Ary

-------------------------------------------------

"That's it! Kamu enggak boleh ke kantor polisi lagi! Kamu enggak boleh ke mana-mana juga sementara ini." Suara Tante Fang bergema di kamarku. Ia mondar-mandir di dekat tempat tidur. Wajahnya tegang. Cantiknya menyeramkan. Semoga Bang Geo tidak pernah melihatnya dalam situasi seperti ini. Ah ya, apakah baju lelaki itu terkena darahku, saat membopongku masuk ke perpustakaan? Semoga tidak. Sisi positifnya, ia dapat nilai positif dari Tante Fang, jadi positif akan ada kelanjutan. Tiga positif yang membuatku meringis geli.

Tante Fang menangkap senyumku dan mendelik. "Aku enggak main-main, Rhea. Kamu melanggar batas. Membohongi Pak Suparna. Membahayakan diri sendiri. AKPRI sudah setuju, kamu di-skors sebagai Clair."

Aku mengembuskan napas, pasrah. Tidak berani memandang Bang El yang duduk di pinggir dipan. Tidak ada kemarahan pada mata teduhnya, tapi aku yakin pikirannya terbebani. Itu saja sudah membuatku menyesal dengan kelemahanku.

Aku pernah pingsan, aku pernah mimisan. Tapi pingsan bersamaan dengan mimisan deras bukan kombinasi bagus. Tante Fang dan Bang El jadi panik. Aku dilarikan ke IGD. Untungnya, aku baik-baik saja. Setelah diberi vitamin, aku disuruh pulang untuk beristirahat. Tapi pulang berarti ke rumah milik Tante Fang dan Bang El. Dalam situasi seperti ini, kebutuhan privasi dan tempat kos tidak masuk dalam pertimbangan mereka.

Aku tidak keberatan, kalau Clair dinonaktifkan sementara waktu. Aku malah bebas bergerak melakukan apa yang harus kulakukan untuk Aidan. Walau melihat sikap Tante Fang dan Bang El sekarang, sepertinya aku bakal stuck juga di sini untuk beberapa waktu. Penyelidikan kami akan terhambat. Tapi Kei dan River bisa diandalkan untuk menindaklanjuti petunjuk yang kutemukan.

"Apa yang kamu pikirkan?" Bang El menjangkau bahuku.

"Apa aku juga dilarang ke sekolah? Sampai kapan? Ada tugas-tugas yang harus kukumpulkan besok." Aku bertanya tanpa nada memprotes. Tetap saja Tante Fang seperti dapat bahan bakar baru untuk marah lagi.

"Harusnya itu kamu pertimbangkan sebelum melanggar aturan! Lagian Bang El tanya, apa yang kamu pikirkan tadi sampai berani memasuki ruang bukti? Aku tahu, Aidan pernah satu sekolah denganmu. Aku tahu kamu penasaran. Tapi sampai membahayakan diri sendiri seperti itu, apa layak? Jangan-jangan, kamu dipengaruhi teman-teman Aidan?" Alis Tante Fang bertaut. Matanya tajam menembus pertahananku.

Begitu saja aku tersedu, dengan cepat berubah jadi isak dan tangis. Sulit berkata-kata. Tapi dalam hati aku berteriak mendebat. Apa ukuran layak atau tidaknya? Kalau untuk mereka yang berselingkuh saja Clair turun tangan membantu, kenapa tidak untuk orang yang kukagumi? Aidan bukan hanya teman satu sekolah, ia cinta pertamaku. Aidan melakukan banyak hal untukku, walaupun aku tidak tahu detail dan alasannya. Aku terlalu takut terluka hingga mengabaikan semua petunjuknya selama ini. Kalau aku tidak sebodoh itu, Aidan mungkin masih ada, selamat.

Kenangan Aidan yang hidup telah memberikan makna baru pada kejadian-kejadian lama. Bagaimana mungkin, selama ini kuanggap sekadar kepingan memori pengisi kotak kaleng? Aidan lebih dari itu. Aidan ....

CLAIR [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now