Part 2

3.8K 165 1
                                    

Auriga

Gue menyilangkan kedua tangan di atas perut dan bersandar di depan kelas. Jujur aja, luka tonjokan yang ada di sudut bibir gue masih terasa ngilu. Tangan kiri gue juga masih kayak keseleo gara-gara dipelintir Azura. Bener-bener tuh cewek!

"Woi, bro!" sapa Tarendra.

Gue tersenyum tipis kemudian meneliti keseluruhan wajah Tarendra. Cuma bekas warna merah di pelipis kanannya. Selebihnya, nggak ada. Sadar sedang diperhatikan, Tarendra langsung menepuk bahu gue beberapa kali dan menyuruh gue masuk kelas.

"Masih sakit luka lo?" tanya Tarendra sembari menaruh tas nya di kursi.

Gue cuma mengedikkan bahu. Sebenernya, gue nggak pernah merasa sesakit ini kalau habis perang dengan geng nya Azura. Entah karena kemarin gue belum makan, atau emang udah takdirnya Azura yang menang. Lagi.

"Lah, ngelamun aja bos!" suara Leo membuyarkan lamunan gue.

Gue ngelirik sebentar ke arah Leo yang sedang menaruh tas nya, kemudian gue beralih menatap Tarendra penuh selidik. Kok bisa-bisanya nggak ngerasa kesakitan sama sekali?

"Heh Ren! Itu bos ngapain sih liatin kita kayak gitu?" bisik Leo kepada Tarendra.

"Gue denger," saut gue datar.

Gue semakin mengerutkan dahi saat Tarendra dengan santainya mendengarkan lagu lewat earphone yang dia pakai saat ini. Sedangkan Leo, dia mengeluarkan buku tulis Fisika dan segera menyalin jawaban dari buku tulis gue. Tanpa izin!

"Jujur ya," ucap gue yang bikin Leo dan Tarendra noleh bersamaan.

Gue menyandarkan punggung ke kursi dan menatap kosong ke papan tulis, "Cuma luka ini yang sakitnya minta ampun."

Gue bisa lihat dari sudut mata, Leo dan Tarendra sepertinya kebingungan dengan gue yang tiba-tiba ngomong seperti itu.

"Lo gak nyuruh kita berhenti kan?" tanya Tarendra dengan hati-hati.

"Siapa yang bilang gitu?" gue menegakkan kembali tubuh gue dan menoleh kepada Tarendra, "Gue cuma mau bilang kalo luka yang dibuat Azura kemarin sakitnya masih kerasa."

Leo hanya manggut-manggut kemudian menyalin tugas Fisika lagi. Sedangkan Tarendra malah tidur di dengan kedua tangan ditekuk di atas meja dan kepala berada di atas kedua tangannya.

Kalo gue balas dendam gimana?

Gue menepuk bahu Leo dan Tarendra. Lalu gue menyeringai dan mencondongkan sedikit wajah gue agar nggak kedengeran orang lain.

"Gimana kalo kita balas dendam?"

Tarendra dan Leo membulatkan mata. Kayaknya sih nggak setuju. Tapi, gue terus meyankinkan dengan kedua alis gue yang naik turun.

"Lo gila ya?!" pekik Tarendra sambil memukul lengan gue.

Gue mengernyit, "Kenapa?"

"Visi misi kita kan nggak boleh mukul wanita dulu, kecuali wanitanya yang mukul kita duluan atau ngajak berantem duluan," kata Leo.

Gue berdecak dan mengacak rambut gue, "Gue nggak peduli. Wajah gue sakit banget!"

Tarendra hanya mendesis dan melirik gue tajam. Lagi-lagi, mereka hanya diam dan nerusin kegiatannya masing-masing. Lebih baik gue belajar.

ΦΦΦ

Azura

Pelajaran Sosiologi hari ini berjalan lancar. Ya meskipun ada aja yang nggak nyangkut di otak, tapi gue masih bisa ngerti dikit-dikit daripada nggak sama sekali. Setelah Bu Sulis menjelaskan materi pelajaran, kami sekelas diberi tugas dan harus dikumpulkan hari ini.

"Muka lo nggak papa?" tanya Althea sambil mencolek punggung gue dengan pensil.

"It's okay. Kenapa emangnya?" gue menghadap ke belakang untuk melihat Althea.

Althea cuma meringis dan menggeleng cepat lalu kembali mengerjakan tugasnya. Di geng gue, cuma Althea yang otaknya waras. Kalo gue sama Cherise udah ngelantur kemana-mana. Yang dipikirin Althea itu masa depan atau kenyataan. Yang dipikirin Cherise itu make up sama clubbing. Kalo gue, berantem dan masih mikir caranya bahagia.

Karena merasa dikacangi oleh Althea, gue berbalik lagi dan lanjut mengerjakan tugas yang diberikan Bu Sulis. Semuanya lancar dari soal satu sampai sembilan, tapi yang ke sepuluh, gue agak mumet. Niatnya nanya Cherise yang otaknya encer, tapi karena Cherise nya udah ngasih kode jangan tanya dulu gue mendengus dan menghadap ke belakang untuk nanya Althea yang otaknya sebelas dua belas sama Cherise.

"Thea, gue na--"

"Eh, itu ngapain si Auriga?"

Belum selesai nanya, Althea  tiba-tiba menunjuk ke arah depan. Disana sudah berdiri Auriga dengan senyuman licik ke arah gue. Bahaya!

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now