Part 11

2.4K 98 0
                                    

Azura

"Aduuhh!"

Bu Siska memukul-mukul kepalanya dengan tangan. Wali kelas gue itu berjalan cepat menghampiri gue dan langsung melotot tajam. Wajahnya merah padam, menunjukkan kalau beliau benar-benar marah. Beliau berkacak pinggang lalu mendengus kesal.

"Bu, udah saya coba berkali-kali, tapi tetep nggak bisa," ujar gue sambil mengelap keringat di dahi.

"Kamu jadi dirigen nggak bisa, jadi pemimpin apa lagi. Terus mau kamu apa?!" Bu Siska menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan.

"Nggak usah jadi apa-apa deh kamu," katanya.

Gue tersenyum lebar, "Beneran, Bu? Wah, makasih-makasih."

"AZURA!" bentak Bu Siska.

Lah, gue salah apa?

"Kalo gitu, kamu jadi pasukan pengibar bendera aja!" Bu Siska menengok ke belakang gue, "CHERISE, ALTHEA! SINI KALIAN!"

Gue menutup telinga karena suara teriakan Bu Siska sudah melebihi toa masjid. Gue melirik ke samping. Sudah ada Cherise dan Althea dengan tampang kesalnya. Jika sudah berurusan dengan Bu Siska, kami bertiga pasti kebagian tugas yang berat-berat. Ngalahin berat badannya Bu Manda.

"Kalian bertiga," tunjuknya satu-satu, "Jadi pasukan pengibar bendera."

"HAH?!"

Gue, Cherise, dan Althea kompak berteriak di depan Bu Siska. Gue paling nggak suka ikutan kayak ginian. Kan ada Steffi, Arin, sama murid yang lebih disiplin dan pinter kan ada, kenapa harus kita bertiga?

"Nggak ada penolakan. Kalian minta ajarin Auriga kakak kelasmu. Ya... Meskipun dia juga nakal, tapi seenggaknya dia dulu anak paling pinter di ekstra PASKIBRA," jelasnya.

Gue mendengus kesal. Bu Siska kemudian berpindah untuk melatih temen gue yang lain untuk upacara hari senin. Gue masih punya waktu untuk latihan selama empat hari. Bukan waktu yang lama bagi gue yang nggak suka acara baris-berbaris gini.

"Gimana nih?" tanya gue pada Althea dan Cherise.

"Cuma pasrah aja deh," jawab Cherise dengan wajah lesu.

"Meskipun gue juga males, tapi seenggaknya kita berusaha dulu. Pasti bisa kok!" kata Althea dengan senyuman manisnya.

Lagi-lagi, ini cewek bikin gue pengen jambak rambutnya. Kadang gue mikir, cewek baik-baik kayak Althea kenapa bisa suka sama gue dan Cherise yang sudah di cap sebagai cewek ternakal di sekolah. Bukannya ilfeel, Althea malah seneng ngikutin gue kemana-mana.

"Tai lu! Gue males!" gue langsung pergi ke pinggiran lapangan dan berselonjor disana.

Gue mengibas-ngibaskan kerah seragam gue. Cuaca lumayan cerah hari ini, dan gue haus. Tapi males jalan ke kantin. Tiba-tiba ponsel gue bunyi dan menampilkan caller ID yang membuat gue males ngangkatnya.

"Halo?"

"Uang bulanan kamu masih ada kan?"

"Hm."

"Kalo habis, kamu bilang ya! Nanti Papa kirim lagi."

"Hm."

"Yaudah. Papa kerja dulu."

Gue langsung memutus telepon secara sepihak. Selalu aja kalau telepon pasti ya nanya itu. Nggak pernah pulang, sekali pulang cuma nanya sekolah gimana sama uang sehari-hari. Semenjak Mama meninggal, gue nggak pernah lagi ngerasain kasih sayang dari orang tua. Gue juga pengen kayak anak yang lain, yang selalu memberikan keluh kesahnya bersama orang tua. Yang bisa diandalin buat ngambil raport ke sekolah. Huh, gue pengen banget.

ΦΦΦ

Auriga

"Tapi ka--"

"Udah, kamu nurut aja! Nanti pulang sekolah langsung ajarin Azura!"

Gue mendecak kesal. Kenapa gue yang harus ditunjuk sebagai pelatih pengibar bendera gengnya Azura? Kan ada yang lain. Padahal gue nanti harus menyelesaikan satu permainan si kunyuk Mikko.

"Udahlah, Sob. Kita bisa bantu kok," ujar Leo sambil menepuk bahu gue.

Temen gue yang satu ini emang the best.

"Tapi bantu doa ya!"

Bangsat.

Ekspresi gue berubah datar. Leo dan Tarendra malah ketawa ngakak sampai memegang perutnya. Cih, temen macam apa itu?!

Bel pulang sekolah berbunyi. Gue beranjak dari tempat duduk diikuti oleh dua sahabat gue. Gue segera menuju lapangan agar bisa cepet-cepet ngajarin Azura and the geng untuk berlatih menjadi pasukan pengibar bendera. Gue yakin gagal total tuh anak.

"GA! SINI LO!"

Gue menoleh dan mendapati Azura sedang berkacak pinggang di depan tiang bendera. Sedangkan dua sahabatnya itu sedang melipat bendera. Gue, Leo, dan Tarendra berlari kecil menghampiri mereka.

"Cepet! Gue mau pulang nih, males panas-panas," kata Azura sambil menyeka keringat di dahinya.

"Gue juga ada janji sama Mikko," ujar gue santai.

Wajah Azura tiba-tiba menegang. Dia menurunkan kedua tangannya lalu kemudian berdehem kecil.

"Ada masalah apa sih sama Mikko?" tanyanya.

"Masih kecil, nggak usah nanyain masalah orang dewasa," jawab gue sambil menepuk-nepuk puncak kepala Azura.

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now