Part 27

1.9K 81 0
                                    

≠≠Azura≠≠

Pertanyaan Auriga semalam sukses membuat Azura tidak bisa tidur. Meskipun makanan dan minuman yang dibeli sudah habis, tetap saja Azura masih terjaga sampai jam tiga pagi. Alhasil Azura bangun jam setengah tujuh dan Ia belum mengerjakan tugas dari Bu Sulis. Dengan langkah cepat Ia menuruni anak tangga dan langsung berpamitan pada Bi Ana.

"Sarapan dulu, Non," kata Bi Ana mengingatkan.

Azura menggeleng lalu melirik jam tangan. Pukul setengah delapan. Ia memakai sepatunya lalu berlari keluar rumah. Bahkan Ia sampai lupa kalau dirinya mempunyai mobil dan motor. Karena sudah kelewatan, Ia keluar komplek dan mencari taksi. Untung saja baru dua menit menunggu, taksi itu sudah ada.

"SMA Citra Bakti, Pak. Cepetan!"

Supir taksi itu melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai di sekolah, itu kalau tidak macet. Di dalam taksi, Azura menyempatkan untuk menelpon Althea guna menyalin tugas dari Bu Sulis. Dering kelima Althea mengangkatnya. Terdengar suara berisik dan suara Althea sendiri tidak bisa di dengar.

"The, cepet! Fotoin tugas dari Bu Sulis! Gue otw sekolah," ucap Azura.

Sambungan telpon langsung dimatikan. Di sisi lain, Althea mengeluarkan bukunya dan memfoto tugas yang diberikan Bu Sulis. Kelas Althea sekarang kosong, dan seluruh murid di kelas itu sedang bermain sepak bola di dalam kelas. Perempuan diberi tugas untuk memberi dukungan untuk masing-masing kubu.

"Azura telat lagi?" tanya Cherise pada Althea.

Althea memasukkan ponselnya ke dalam saku, "Iya. Untung aja kelas masih kosong."

Di tempat lain, Azura langsung menyalin jawaban dari Althea dengan cepat. Tugasnya banyak sekali, Ia harus cepat-cepat menyelesaikannya jika tidak ingin diberi hukuman double.

"Neng, udah sampai."

Azura mendongak. Menyalin jawaban dari Althea selesai tepat waktu dengan tibanya Ia di sekolah. Azura membayar taksi lalu segera berlari menuju gerbang sekolah. Jam delapan lebih dua puluh menit. Azura benar-benar telat hari ini. Rekor yang terdahulu pernah dicapainya hanya jam delapan lebih sepuluh menit.

"Ayo dong, Pak! Nanti saya traktir kopi deh," Azura terus merayu Pak Dono untuk membukakan gerbang.

"Nggak! Ikut saya!"

Pak Dono menarik pergelangan tangan Azura dan membukakan gerbang. Sepanjang jalan, Azura meringis kesakitan karena lukanya di pergelangan kaki belum sembuh. Bagaiamana mau sembuh, diobati saja tidak.

"Azura-Azura," Pak Bara menggeleng-gelengkan kepalanya.

Setelah kepergian Pak Dono, Ia harus dihadapkan oleh Pak Bara. Dan harus siap menerima segala hukuman yang diberikan. Pak Bara meminta Azura untuk duduk lalu menjelaskan alasan kenapa dirinya telat.

"Saya nggak bisa tidur, Pak."

"Huh, saya capek liat kamu masuk ruangan saya," ujar Pak Bara sambil melepas kacamatanya.

"Lari lapangan sepuluh kali, trus bersihin lapangan basket juga. Tapi kamu harus ke kelas dulu untuk menemui guru yang mengajar jam ini di kelas kamu," tutur Pak Bara dengan tangan memijat pangkal hidung.

Azura menghela napas dan mengangguk. Ia keluar dari ruangan BK dengan wajah lesu. Azura mempercepat langkahnya menuju kelasnya agar hukumannya segera Ia kerjakan. Baru saja sampai di depan pintu, Azura sudah mendapat pelototan tajam dari Bu Sulis.

"Sudah jam berapa ini?!" Bu Sulis berderap menghampiri Azura.

Azura hanya bersikap biasa, "Bu, saya udah ngerjain PR nya," Ia mengeluarkan buku tugas dari Bu Sulis, "Jangan dihukum, Bu. Ini saya mau keluar ngelaksanain hukuman dari Pak Bara. Jangan dihukum ya, Bu?"

Bu Sulis mengambil buku tulis itu lalu menyuruh Azura menaruh tasnya. Setelah itu Ia pergi menuju lapangan basket untuk membersihkannya. Memang di lapangan basket banyak daun kering yang berjatuhan sampai mengotori lapangan itu.

Azura mengambil sapu lalu menyapunya dengan cepat. Tidak peduli lapangan itu bersih atau tidak, yang terpenting sekarang Azura harus segera menyelesaikan hukuman dari Pak Bara lalu pergi ke kantin. Terik matahari yang menyengat membuat tubuh Azura mengeluarkan keringat. Berkali-kali Ia menyeka keringatnya dengan punggung tangan, berkali-kali juga Azura mengumpat tak jelas.

Ini semua salah Auriga!

"Coba aja kemarin gue pura-pura budeg, pasti nggak akan kayak gini."

Azura terus menggerutu dan menyentak-nyentakkan sapu di tangannya. Di tengah gerutuannya itu, Azura mendengar suara berat familier di dekatnya dan hampir menjatuhkan sapu yang Ia pegang.

"Udah biasa kan dihukum?"

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now