Part 21

2K 92 1
                                    

≠≠Auriga≠≠

Bukan tanpa alasan Auriga datang ke rumah Tarendra malam ini. Ia akan menginap di rumah Tarendra malam ini. Bukan maksud Ia tega meninggalkan Mamanya yang berada di rumah dengan Bi Ina saja. Tapi Ia memang sudah terbiasa tidur di rumah Tarendra bersama Leo atau hanya dirinya saja. Tapi jika disuruh memilih, maka Auriga akan memilih untuk tidur tanpa mengajak Leo.

Pernah waktu itu, Tarendra mengajak keduanya untuk bermalam di rumahnya. Saat jam menunjukkan pukul satu malam, Tarendra terbangun karena suara-suara aneh yang terdengar. Malam itu Leo dan Auriga satu ranjang dengan Tarendra karena ukuran kasurnya king size.

Saat Tarendra terbangun, Ia melirik ke sekitar untuk mengecek. Dirasa tidak ada apa-apa, Tarendra kembali tidur tanpa melirik kedua sahabatnya yang berada di samping dirinya. Selang beberapa menit dari tidurnya Tarendra, kini Auriga yang terbangun. Alasannya juga masih sama, suara aneh. Seperti seorang yang meracau tidak jelas.

Auriga memilih terduduk dan bersandar di kepala kasur itu. Ada yang mengganjal, Leo tidak ada di sampingnya. Ia mengernyit lalu bangkit untuk mencari Leo. Kamar Tarendra sangat besar untuk ukuran kamar remaja. Cocoknya ini sebagai ruang tamu.

"Eunghhh... Aku pengen yang warna pink, Ma."

"Bukan-bukan, yang itu tuh!"

Auriga berjalan ke arah kamar mandi. Ia melihat bayangan Leo disana. Ia membuka pintu kamar mandi pelan-pelan dan menemukan Leo yang duduk di kloset yang tertutup sambil menunjuk-nunjuk pasta gigi disana. Auriga ingin merekamnya, tapi lupa menaruh ponselnya. Saat Auriga memutuskan untuk mengabaikan Leo, Ia duduk di sisi ranjang dan bersiap untuk tidur kembali. Tapi, Leo benar-benar ingin mengganggunya.

"Naik-naik, ke puncak gunung. Tinggi-tinggi sekaliii."

"Kiri kanan, kulihat saja. Banyak pohon cemaraaa."

Tarendra langsung terbangun saat mendengar suara yang lumayan keras. Terpaksa mereka berdua menyeret Leo keluar dari kamar mandi dengan pasta gigi di tangan yang digunakan sebagai microfon. Malam itu, Auriga dan Tarendra benar-benar tidak bisa tidur. Sedangkan Leo hanya cengengesan tanpa merasa bersalah.

Setelah menginjakkan kaki di rumah Tarendra serta membawa dua kantong kresek besar berisi cemilan dan minuman, Ia memasuki rumah itu. Tadi Tarendra sudah menyuruhnya untuk langsung masuk saja, karena kedua orang tuanya sedang keluar dan asisten rumah tangganya pulang kampung.

"Nih pesenan lo," Auriga melempar dua kantong kresek itu ke sofa.

Tarendra menyambutnya dengan mata berbinar. Seakan Ia belum pernah menemukan makanan sebanyak itu. Auriga mendaratkan pantatnya di sofa empuk itu dan langsung membuka ponselnya. Ia terkejut karena ada pesan masuk di ponselnya yang membuat darah Auriga mendidih.

Mikk05xz : Permainan kedua.

Mikk05xz : Cari keberadaan bokap lo.

Bagaimana bisa Mikko mengerti Id Line-nya. Persetan dengan itu, Auriga langsung bangkit dan keluar dari rumah Tarendra. Sedangkan kedua sahabatnya itu menatap Auriga dengan pandangan bingung, tapi tetap melanjutkan memakan cemilan tadi.

ΦΦΦ

Apapun yang terjadi pada Papanya, Auriga tidak segan-segan untuk menghabisi orang itu. Jika ada lecet sedikit pada Papanya, Auriga akan melenyapkan orang itu bagaimanapun caranya. Ia tidak akan rela jika ada orang yang disayang tersakiti.

Dengan kecepatan penuh, Auriga mencari keberadaan Papanya di kantor. Resepsionis mengatakan bahwa, Papanya sudah pulang sekitar setengah jam lalu. Dengan perasaan kalut, Auriga menelpon Kakaknya untuk menanyakan keberadaan sang Papa. Namun jawaban Vero juga membuat Auriga gelisah, Vero mengatakan Papanya belum ada di rumah.

"Bangsat!"

Auriga terus mengumpat dan memukul stang motornya. Ia bingung harus mencari kemana lagi, karena Ia tidak tahu tempat Papanya nongkrong.  Auriga memejamkan mata sebentar untuk mendinginkan pikirannya sebentar. Berkali-kali Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.

"Ga?"

Auriga menoleh dan mendapati Azura yang berdiri sambil membawa satu kantong kresek berukuran sedang. Azura hanya memakai celana jeans selutut dan kaos biru bermotif bulan di pojok kiri atas.

"Lo kenapa?" tanya Azura dengan dahi berkerut.

Auriga mendongak menatap langit malam. Pikirannya kacau hanya gara-gara pesan masuk dari Mikko. Ia bingung harus mencari Papanya kemana. Jika ke rumahnya sendiri tidak mungkin, karena Papanya akan selalu mengabari jika berada disana.

"Lo kenapa, Ga?" Azura mengulang pertanyaannya lagi dengan lembut.

Auriga menunduk sebentar, bahunya terkulai lemas. Ia turun dari motornya dan langsung memeluk Azura. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu cewek itu yang tingginya hanya sedagu Auriga.

Sambil memejamkan mata Auriga menghirup aroma vanila dari tubuh Azura. Auriga tidak tahu kenapa, tubuhnya merasa tenang jika berada didekat cewek itu.

"Jangan pergi."

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now