Part 34

1.8K 84 0
                                    

Azura

Setelah kejadian semalam, gue lebih banyak diem. Mikko juga begitu, dia lebih suka memainkan ponsel atau hanya sekedar menonton televisi. Jarang keluar, keluarnya aja cuma beli makanan atau cuma sekedar duduk-duduk di teras. Gue sendiri juga nggak mau ngajak dia ngobrol, paling mau ngomong cuma kalo butuh bantuan. Bener-bener garing.

Seperti sekarang ini, gue hanya duduk santai sambil nonton televisi. Sedangkan Mikko hanya memainkan ponsel dan sesekali meneguk sirupnya di ruang tamu. Gue pengen keluar, tapi males. Cherise dan Althea lagi sibuk ngemall. Minggu yang membosankan.

"Ra," gue hanya menjawab dengan gumaman, "Nggak mau keluar nih?"

Mau.

"Nggak."

Gue mematikan televisi berniat untuk menghabiskan waktu di kamar seharian. Gue menoleh pada Mikko yang berjalan menghampiri gue. Dengan senyuman kecilnya, dia menunjukkan kunci mobil di tangannya. Gue ngerti maksud dia, tapi cuma pengen tiduran di rumah sambil membayangkan kehangatan kasih sayang dari Papa.

"Kita keluar," ucapnya masih mempertahankan senyumnya.

Karena gue juga bosan di rumah, gue mengiyakan ajakan Mikko. Di sisi lain, gue juga merutuki diri sendiri yang tiba-tiba nerima ajakan dia. Hanya memakai celana jeans dan kemeja putih gue siap untuk pergi. Sedangkan Mikko memakai celana hoodie nya dan kaos lengan pendek berwarna biru dongker. Nggak lupa gue juga ngambil HP dan sling bag ke kamar lalu turun menghampiri Mikko.

Gue membuka pintu mobil dan duduk di sebelah kursi kemudi. Mikko mulai menyalakan mobilnya dan keluar dari pekarangan rumah. Keadaan hening, lebih baik gue menyalakan radio agar keadaan tidak terlalu canggung. Alunan lagu Havana mengisi kekosongan suasana di dalam mobil.

"Mau kemana?" tanya Mikko.

Gue hanya mengedikkan bahu, "Terserah."

Mikko hanya diam dan terus melajukan mobilnya dengan kecepatan normal. Gue juga nggak ngapa-ngapain selain menatap kosong jendela di samping.

ΦΦΦ

Saat Mikko memarkirkan mobilnya, gue mengernyit saat Mikko masih diam. Gue juga nggak turun karena Mikko masih menatap ke arah depan.

"Kenapa nggak turun?" tanya gue.

Mikko menghembuskan napas berat, "Lo suka sama Auriga?"

Gue membulatkan mata. Gue juga nggak tau dengan isi hati gue. Akhir-akhir ini gue juga sering mikirin Auriga.  Auriga selalu bikin gue merasa nyaman. Selalu bikin gue merasa aman. Merasa bisa bebas kalau ada dia. Apa itu yang namanya ... suka?

"Jawab, Ra," kali ini Mikko menatap gue lekat.

Gue mengulum bibir, "Gue... nggak tau, Mik."

Setelah itu Mikko memukul kencang kemudinya sampai membuat gue sedikit terkejut. Dia melepas selt belt lalu keluar dari mobil. Gue juga ikut keluar, dan memasuki kafe yang juga dimasuki Mikko. Disana gue lihat Mikko sedang berada di meja kasir, sepertinya memesan makanan.

Gue duduk di salah satu bangku, dan memainkan HP sembari menunggu Mikko. Apa ada yang salah dengan kalimat gue tadi? Gue hanya menganggap pertanyaan Auriga tadi angin lewat dan kembali fokus ke layar HP.

Azuragalx : Bosen.

Setelah mengirim satu kata itu ke grup chat dengan dua sahabat gue itu, gue kembali menyimpan HP ke dalam saku celana. Secara bersamaan, Mikko datang membawa satu mocachino latte dan satu green tea ice. Dia masih inget minuman kesukaan gue.

"Thank's," gue mengambil gelas itu dan menyeruputnya sebentar.

Mikko juga melakukan hal yang sama kemudian menaruh gelasnya agak jauh dari hadapannya. Gue mengedarkan pandangan ke kafe ini, ornamen disini terlihat modern dan nyaman. Cocok buat remaja seumuran gue.

"Nggak mau pesen makan?" gue menoleh ke Mikko.

"Enggak, lo aja," jawab gue dengan halus.

Hening. Gue dan Mikko saling diam lalu saling menatap sepersekian detik kemudian sama-sama menunduk. Karena keadaan sangat canggung, gue berdehem kecil sambil memilin ujung kaos. Gue melirik Mikko yang beberapa kali membasahi bibir bawahnya. Gue juga bingung harus ngapain.

"Ra," panggil Mikko.

Gue mengangkat kedua alis, "What?"

"Lo... Emang nggak mau buka hati buat siapapun ya?"

Gue tersentak dengan pertanyaan Mikko satu ini. Dia hanya menatap gue dengan penuh penasaran sambil sesekali memainkan tangannya di atas meja. Ini gue jawab apa?

"Gu-gue... Mmm... Emangnya kenapa?" gue bertanya balik.

"Padahal gue suka sama lo," ucapnya pelan bahkan seperti bisikan.

Gue hanya diem dan memainkan jari di atas meja. Pura-pura nggak denger kalimat yang Mikko ucapin.

"Gue juga sayang sama lo. Gue bahkan sering liatin lo dari jauh kalo pulang sekolah. Gue cemburu liat lo sama Riga," Mikko tertawa miris, "Padahal gue bukan siapa-siapa lo."

Bahkan gue sendiri yang denger juga ikutan sedih. Tapi gue sendiri nggak bisa bohongin perasaan kalau gue emang nggak suka sama Mikko. Gue menatap Mikko yang masih menunduk. Dia ikut menatap gue. Tangannya bergerak memegang tangan gue dengan lembut. Mikko menatap gue lekat dan tak lupa memperlihatkan senyum sendunya.

"Setidaknya kalo gue nggak bisa milikin lo, gue nggak mau gagal mengikhlaskan hal itu."

Game Over (Completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat