Part 12

2.3K 82 0
                                    

Azura

Gue tertegun sebentar saat Auriga menepuk-nepuk puncak kepala gue. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuh, dan gue susah untuk menelan ludah.

"Yaudah, cepetan!" kata gue lalu menyingkirkan tangan Auriga dari kepala gue.

Auriga tersenyum. Kemudian Auriga, Leo, dan Tarendra melatih kami. Beberapa kali gerakan kaki gue selalu salah, dan katanya kurang tinggi kalau ngangkat benderanya. Yaelah, panas nih!

"Sekali lagi lo main-main, gue patahin kaki lo!" ancam Auriga dengan wajah serius.

Gue maju selangkah mendekati Auriga. Lalu memberikan bendera yang dari tadi gue angkat ke Cherise. Gue mendengus kesal lalu melotot ke arah Auriga.

"Emang gue takut? Sini lo kalo berani!" tantang gue.

"Hiii! Udah dong! Kapan selesainya kalo kalian berantem terus?!" Althea menarik pergelangan tangan gue.

Auriga berdecih, "Diem lo! Masih untung gue mau bantuin elo!"

"Siapa juga yang minta bantuan elo! Kalo nggak disuruh Bu Siska gue juga ogah kali latihan sama lo!" gue mengerling lalu bersedekap.

"WOI! ANJIR! CEPETAN, ELAH!"

Tarendra mulai koar-koar. Gue segera menyudahi perdebatan kecil tadi dan mengambil alih bendera yang dibawa Althea. Gue dan yang lain kembali berlatih dan sesekali melotot ke arah Auriga yang mencibir gue.

Sepuluh menit berlatih. Gue, Althea, dan Cherise menghentikan latihan hari ini. Karena perjanjian hari ini cuma berlatih sampai sepuluh menit, gara-gara Auriga ada urusan sama Mikko. Sebenernya gue penasaran banget hubungan mereka seperti apa, tapi gue nggak ada hak buat nanyain itu.

"Kita cabut dulu!" kata Auriga sambil menenteng tasnya diikuti kedua sahabatnya.

Kami bertiga serempak mengangguk. Saat Auriga baru lima langkah berjalan, gue meneriaki namanya dan membuat Auriga berbalik.

"GA!" Auriga berbalik dengan dahi berkerut, "THANK'S!"

Auriga tersenyum lalu mengangguk. Senyuman lebar itu mengingatkan gue waktu Auriga nyelametin gue dari si buaya (baca: Mikko) yang hampir nyium gue. Pertama kalinya dalam hidup gue, gue bilang makasih sama musuh.

ΦΦΦ

Auriga

"THANK'S!"

Gue tertegun beberapa saat waktu Azura mengucapkan itu. Bukan apa-apa, karena ini pertama kalinya Azura bilang makasih ke gue. Gue juga nggak tau dia makasih karena apa, intinya gue cuma bales senyuman lebar dan mengangguk lalu segera pergi dari tempat itu.

Saat gue tiba di gudang sebelah sekolah, gue menemukan asap rokok yang hampir memenuhi gudang itu. Gue, Leo, dan Tarendra sudah tau siapa yang udah ngerokok disini. Kami bertiga udah nyiapin fisik untuk dua cowok brengsek ini.

"Udah dateng rupanya," ucap Mikko seraya mematikan rokoknya dengan cara diinjak.

"Langsung aja deh!" saut Tarendra.

Gue cuma menatap Mikko dan Riyan secara tajam dan penuh dengan kebencian. Kenapa gue harus dipertemukan kembali sama mereka berdua setelah tiga bulan nggak pernah nampakin diri.

Gue melepas tas dan melemparnya ke arah sembarangan. Langsung aja gue nendang perut Mikko dan membuatnya jatuh tersungkur di atas kayu-kayu. Kemudian gue melayangkan satu bogem ke pelipis Riyan dan dua tinju ke perutnya.

Meskipun kami cuma melawan dua orang, Mikko dan Riyan lebih kuat dari kami bertiga. Karena mereka dulu sempat ikut ekstrakurikuler silat. Dan untungnya juga gue ikut tapi baru dapat satu bulan udah keluar.

Riyan membalasnya tak kalah sengit. Dia memberi balasan kepada Tarendra dengan meninju rahangnya beberapa kali. Kemudian saat Mikko bangun, gue udah siap ngelayangin tinju gue namun Mikko lebih dulu memberi gue satu tonjokan cantik di rahang kanan. Leo ikut membantu gue, dia langsung memberi bogem ke pelipis Mikko lalu menendang tulang keringnya.

"Ini balesan karena lo udah ngekhiatin gue!"

Gue langsung menonjok hidungnya sampai berdarah dan mendorongnya ke dinding. Gue menyikut punggungnya lalu menendang pantatnya hingga Mikko terjatuh. Dari arah belakang, Riyan memiting leher gue lalu Mikko bangkit dan meninju tiga kali perut gue.

Tarendra udah nggak kuat bangkit lagi. Sedangkan Leo, sisa-sisa tenaganya dibuat untuk nolong gue. Leo menarik Mikko lalu meninju perutnya. Napas gue tersengal. Riyan melepas pitingan itu dan beralih meninju rahang gue.

Persetan dengan baju seragam yang kotor. Persetan dengan wajah gue yang udah nggak terbentuk. Gue ingin membalasnya tapi udah diduluin sama Riyan meninju perut gue. Dengan sisa tenaga, gue mengambil balok kayu dan langsung memukulnya tepat di punggung tegapnya.

"Bangsat!" maki gue dengan napas yang tidak beraturan.

Gue melihat Leo yang kewalahan bertarung dengan Mikko. Gue segera menghampiri Leo lalu membantunya. Mikko menendang betis gue tapi dengan cepat gue menarik kakinya hingga dia jatuh dengan kepala dulu yang menyentuh tanah.

Rasain!

"Ren, lo nggak papa?" tanya gue sedikit teriak.

Tarendra memberi isyarat dengan jempol yang diacungkan ke atas. Gue tau dia nahan rasa sakitnya di perut. Setelah memastikan Mikko dan Riyan benar-benar tepar, gue menolong Leo dan membopongnya untuk menghampiri Tarendra.

Game Over (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang