Part 9

2.3K 112 0
                                    

Auriga

Gue mengikuti Azura dari belakang. Saat tiba di dance floor, Azura mulai meliuk-liukkan tubuhnya. Gila, cantik banget!

Lupain! Lupain!

Gue segera mengusir pikiran-pikiran tadi. Saat gue mulai ikut menggoyangkan tubuh, gue liat seorang pria hidung belang yang coba mendekati Azura. Karena gue musuh yang baik, gue mencoba melindungi dia dengan memegang pinggangnya.

Mata Azura terbelalak. Gue tau dia udah mikir yang aneh-aneh. Sebelum Azura nampar gue di tengah kerumunan manusia, dan sebelum pria hidung belang itu mendekati Azura, gue membisikkan sesuatu agar kedengar jelas dengan Azura.

"Mundur," perintah gue.

Azura menurunkan kedua tangannya dan mencoba melepas tangan gue dari pinggangnya. Karena gue udah kesel, gue dorong tubuh Azura sampai keluar dari dance floor.

"Lo--"

"Lo mau di grepe-grepe sama om-om?"

Azura langsung bungkam. Dia menarik napas lalu mengintip ke arah belakang gue. Gue melepas tangan gue dari pinggangnya lalu berbalik menuju sofa.

"Lo mau kemana?" pertanyaan itu muncul dari mulut Azura ketika gue udah sampai di depan sofa paling pojok bar itu.

"Capek."

Kemudian gue duduk lalu memesan wine untuk menghilangkan rasa haus. Azura ikut menghampiri gue dan duduk di sebelah gue dengan wajah cemberut. Gue menaikkan sebelah alis, lalu meneguk wine itu dalam sekali teguk.

"Ngapain sih cemberut gitu?" tanya gue sambil menaruh gelas di meja depan sofa.

Azura menyilangkan kedua tangannya di atas perut dan menyandarkan punggungnya ke sofa. Kenapa sih nih anak?!

"Kenapa sih?!" tanya gue lagi dengan rasa jengkel.

"Pengen kesana," jawabnya sambil melirik dance floor.

Gue melihat ke arah yang dituju Azura. Gue tersenyum kecil lalu nenatap Azura dengan seringaian kecil.

"Lo mau ketemu om-om tadi?"

"Tapi kan gue-- ah! Sialan, bitch!" umpatnya sambil memukul-mukul sofa.

Gue hanya tersenyum miring lalu mengabaikan cewek di samping gue. Malam ini gue harus bisa ngelepas penat dan bosan. Tapi baru kali ini gue liat Azura di club ini.

"Gue kok nggak pernah liat lo disini? Padahal ini tempat langganan gue sama yang lain," gue menoleh pada Azura yang masih menekuk wajahnya.

"Gue biasanya nggak kesini, ini baru pertama kali," jawabnya.

Gue manggut-manggut. Lalu mengedarkan pandangan sambil menikmati dentuman musik yang memekakkan telinga. Saat pandangan gue tertuju pada meja bartender, gue langsung berdiri untuk mencari Leo dan Tarendra.

"Lo mau kemana?" pertanyaan keramat itu muncul lagi.

Gue menunduk sebentar melihat Azura yang juga ikut menegakkan tubuhnya di sofa, "Lo tunggu sini."

ΦΦΦ

Azura

Setelah Auriga pergi dari hadapan gue, gue hanya mengedikkam bahu tanpa memedulikan Auriga. Tapi kalau dipikir-pikir, gue juga harus berterima kasih kepada dia karena udah nyelametin gue dari om-om gatel itu. Gue berencana untuk mengucapkan itu nanti kalau Auriga udah balik lagi.

"Sendirian?"

Gue menoleh melihat cowok yang sudah duduk di sebelah gue. Riyan. Gue gelagapan sendiri waktu Riyan tersenyum ke arah gue. Karena ini pertama kalinya gue ketangkap basah sama anak sekolah lain kalo gue main-main ke club.

"Ra?"

Gue mengerjap lalu segera pergi dari sana. Gimana pun caranya, gue harus jauh-jauh dari Riyan yang notabenya adalah partner Mikko. Kalo ada Mikko pasti ada Riyan. Berarti?

Waduh! Kalo Mikko tau gue disini gimana?!

Saat gue mencari-cari keberadaan Althea dan Cherise, gue terdorong oleh beberapa orang yang mabuk disana. Gue mencoba membelah kerumunan dan celingak-celinguk mencari mereka. Untung aja high heels yang gue pakai sekarang nggak terlalu tinggi, jadi gue bisa berjalan lumayan cepet.

"Pea! Dimana sih mereka?!" gumam gue sambil terus mendorong orang agar memberi gue jalan.

Saat mata gue menatap cowok berkemeja abu-abu, gue langsung menghampirinya sambil setengah berlari. Intinya gue paling takut sama komplotan Mikko yang suka godain gue. Cowok itu menaikkan kedua alisnya saat melihat gue yang sudah cemas setengah mati.

"GA! GA!" teriak gue sambil melambai-lambaikan tangan padanya.

Leo dan Tarendra juga sempat memperhatikan, tapi kemudian melengos untuk kembali meminum minumannya. Auriga menghampiri gue dengan tatapan bingung.

Gue menoleh ke belakang untuk memastikan Riyan nggak ngikutin gue. Waktu gue kembali menoleh ke depan, sungguh terkejutnya gue. Mikko. Cowok itu berdiri tepat di hadapan gue dan menyeringai sambil melingkarkan tangannya ke pinggang gue.

Refleks, gue langsung ngedorong dia sekuat tenaga. Bukannya dia yang jatuh, malah gue yang terhuyung ke belakang. Gue memejamkan mata siap-siap merasakan kerasnya lantai diskotik ini.

Bug!

Gue semakin rapat memejamkan mata. Kok empuk? Gue menggigit bibir bawah dan perlahan membuka mata. Dengan kewaspadaan tinggi, gue melirik perut gue yang dilingkari oleh tangan kekar disana.

"Weis, ada pahlawan kesiangan nih."

Gue mendongak ke depan dan kini gue dapat melihat seberapa liciknya wajah itu. Kemudian gue menoleh ke belakang. Terkejut dengan posisi gue yang dipeluk Auriga dari belakang. Jantung gue berdegup kencang serasa mau lompat dari tempatnya.

Kok gue ngerasa nyaman?

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now