Part 37

1.8K 79 0
                                    

Auriga

Gue nggak peduli saat seluruh siswa memperhatikan gue berlari sambil menggendong Azura yang pingsan. Azura harus diberi pertolongan secepatnya, cuma itu. Dengan napas yang tersengal, gue mendorong pintu UKS dengan kaki dan meletakkan tubuh Azura di atas ranjang UKS.

Gue melepas sepatu dan topi baretnya kemudian mencari minyak kayu putih untuk dioleskan di sekitar kepalanya. Baru aja gue mencari di kotak P3K, petugas UKS dan dokter datang dengan cepat. Mereka memeriksa keadaan Azura dan gue harus keluar dulu. Di luar, sudah banyak anak yang sengaja datang untuk menonton kejadian ini.

"BUBAR KALIAN!" teriak gue mengusir beberapa siswa di hadapan gue.

Tanpa disuruh dua kali, mereka membubarkan diri dan sesekali mengintip untuk melihat Azura. Kedua sahabat Azura juga terlihat cemas melihat keadaan sahabatnya itu.

"Gue baru tau kalo Azura bisa pingsan juga," celetuk Leo.

Gue menghadiahinya dengan tatapan tajam dan Leo langsung diam. Gue mengusap wajah, berharap keadaan Azura setelah ini baik-baik aja. Setelah beberapa menit menunggu, gue dan yang lainnya diperbolehkan untuk melihat keadaan Azura. Petugas UKS dan dokter itu pamit pergi setelah kamu mengucapkan terima kasih.

"Ra, lo cuma pingsan kan? Nggak ma–"

"Hus!" Althea menyikut perut Cherise.

Gue berjalan mendekati ranjang Azura, wajahnya terlihat pucat meski nggak sepucat tadi. Rambutnya sudah digerai dan beberapa atribut Paskib sudah dilepas oleh petugas UKS tadi. Saat pandangan gue turun ke bawah, gue terkejut mendapati pergelangan kaki Azura yang bengkak dan membiru. Dari tampilannya, itu benar-benar menyakitkan.

"Eh, ada yang tau nggak luka ini gara-gara apa?" tanya gue pada yang lain.

Althea menutup mulutnya saat melihat luka di pergelangan kaki Azura. Dia menyentuh dengan hati-hati dan diikuti oleh Cherise yang memegangi kaki Azura. Baru aja gue mau melihat luka Azura dengan jelas, tiba-tiba gue dikejutkan dengan tangan Azura yang memegang tangan gue dengan erat.

"Jangan pergi."

Gue membeku nggak berani liat Azura saat ini. Gue ngelirik Althea dan Cherise yang mengernyit melihat Azura. Dengan memberanikan diri, gue berbalik menoleh ke Azura. Matanya masih terpejam, tapi pegangannya bertambah erat. Gue menatap kedua sahabat gue dengan tatapan penasaran.

"Jangan tinggalin Azura terus, Pa."

Ouch.

Ternyata Azura masih nggak sadar. Gue menyentuh tangannya dan menggenggamnya dengan lembut. Gue menatap sendu wajah cantik Azura. Kelihatan ada gurat kesedihan di matanya, bahkan ada setetes air mata yang hampir keluar. Gue mengusapnya perlahan dan saat itu juga mata Azura terbuka bertabrakan dengan mata gue.

"Ehem."

Gue melirik Tarendra. Dia menggaruk bagian belakang kepalanya lalu tersenyum kikuk. Gue sadar dengan kode itu, kemudian gue menjauh dan melepas pegangan tangan dari Azura.

"Eengg, kita keluar dulu ya!" ucap Althea lalu menarik Cherise untuk keluar dari UKS.

Baru aja gue mau protes, tapi Leo dan Tarendra juga ikut kabur dan langsung menutup pintu UKS. Dan disinilah gue, dengan Azura yang masih betah menatap gue dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Lo nggak papa kan?" tanya gue memecah keheningan.

Azura mengangguk, "Siapa yang gendong gue kesini?"

Gue merapatkan bibir nggak siap untuk menjawabnya. Aneh aja kalau gue tiba-tiba perhatian sama Azura.

"Ekspresi lo udah ngejawab semuanya. Makasih ya," kata Azura.

Gue ketangkep basah nih.

Gue menjawab dengan anggukan dan senyuman. Azura menarik tangan gue untuk membantunya bangkit duduk di tepi ranjang. Dia merapikan rambutnya, lalu tangan kanannya bergerak memijat punggung.

"Jelasin semuanya," suruh gue.

Azura mengernyit, "Apanya?"

"Kaki sama leher lo. Jangan ada yang disembunyiin!"

Azura menghela napas. Kedua tangannya kini berada di sisi tubuhnya dan menatap gue. Bahkan hanya ditatap seperti itu, gue ngerasa sesak napas.

"Kaki gue lebam, abis jatuh waktu lo kejar pas mau kabur dari latihan Paskib."

"Itu salah lo! Ngapain pake kabur segala."

"Mau dilanjut nggak?"

Gue diem, "Udah gue kompres beberapa hari, tapi masih belum sembuh juga. Masih sakit buat jalan."

"Jadi selama ini, lo nahan rasa sakit itu?!" tanya gue sedikit terkejut. Azura mengangguk, "Maafin gue ya! Gue sering bikin lo lari-lari terus."

Azura mengangguk lagi, "Kalo leher. Gue nggak tau nih. Bentar."

Gue menaikkan kedua alis saat Azura menyampirkan rambutnya ke belakang dan langsung membuka kancing seragamnya.

"Eh! Mau apa lo?! Jangan buka disini!"

Azura memutar bola mata, "Gue pake kaos. Biasa aja kali!"

Gue menahan napas saat Azura membuka atasannya. Benar. Dia masih pakai kaos berwarna hitam polos dan sedikit ... ketat.

"Tolong liatin leher belakang gue. Agak ke bawah ya, kayaknya bengkak deh," Azura menyingkirkan rambutnya ke arah kanan.

Gue meneguk ludah dan mendekati Azura. Dia mulai membuka sedikit kaos bagian atas. Bahkan setelah bercucuran keringat, Azura tetep wangi. Gue menyentuh leher Azura dengan gemetar dan gugup. Saat gue mulai melihatnya dengan teliti, ada luka memar berwarna biru disana.

"Iya. Memar nih, harus segera diobatin," kata gue masih memperhatikan leher jenjang Azura.

"Gue inget, tadi pas bangun tidur gue jatoh sampe kebentur nakas."

Saat gue menjauhkan diri dari Azura, tiba-tiba tangan Azura menarik kerah seragam gue dan itu berakibat tubuh gue masih terpaku disana.

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now