Part 4

3.1K 140 0
                                    

Azura

Gue sebel banget! Kakak kelas itu, si Auriga sialan itu selalu bikin gue muak liat wajahnya. Gue mengacak rambut frustasi dan teriak sekencang-kencangnya. Gue nggak peduli Althea dan Cherise memandang gue seperti orang gila. Intinya gue sebel banget!

"Ra, diem ish! Balik ke kelas yuk!" kata Cherise sambil menarik lengan gue keluar dari rooftop.

Althea hanya geleng-geleng kepala dan mengusap bahu gue dengan lembut. Gue suka Althea. Althea juga pernah ngorbanin nilainya buat gue karena ketiduran di jam pelajaran Pak Ariq guru Geografi yang kejam banget.

Perjalanan menuju kelas dipenuhi dengan kesunyian. Mungkin mereka tau kalau gue lagi emosi dan nggak mau diganggu. Di perjalanan, gue mikir kalo lebih baik ngerjain tugas dari Bu Sulis yang nomer sepuluh dari pada ngikutin kampret satu itu.

"Permisi," ucap gue bersamaan dengan Althea dan Cherise.

Bu Sulis hanya menoleh dan langsung mempersilahkan kami bertiga untuk duduk. Setelah duduk, gue segera menyelesaikan tugas Bu Sulis tadi dengan bantuan Althea dan Cherise. Gue dan Cherise menghadap ke belakang agar bisa mendiskusikan jawaban nomer sepuluh.

"Lo terima ajakan Auriga?" tanya Cherise di sela-sela menulisnya.

Gue menunduk membenarkan rok agar nggak terlalu pendek, "Hm. Kenapa? Lo takut?"

Althea menghentikan kegiatan menulisnya, "Muka lo udah jelek banget, Ra. Mau nambah lagi?"

"Ngomongnya pakek hati banget sih!" gerutu gue sambil menyalin jawaban milik Cherise.

Althea dan Cherise tertawa kecil. Sedangkan gue langsung menjitak ringan kepala mereka. Rasain!

ΦΦΦ

Jam istirahat ini gue gunakan untuk berlatih taekwondo di aula sekolah. Althea dnan Cherise lebih memilih pergi ke kantin dan makan sepuas mereka.

Peluh sudah membasahi sekitar wajah gue. Sudah lima belas menit gue berlatih dan sesekali meregangkan otot. Karena capek, gue memutuskan untuk duduk di pinggiran panggung aula sambil memutar lagu-lagu hits di ponsel. Gue memasang earphone dan memejamkan mata menikmati suara senandung lagu dan semilir angin yang menerpa kulit.

"Ra."

Sayup-sayup gue mendengar ada seseorang yang memanggil gue. Tapi gue lebih memilih terus mendengarkan lagu dan sesekali memainkan kepala mengikuti irama.

"Heh!" orang tersebut mengguncang-guncang tubuh gue.

"Hm?" tanya gue masih merem.

Orang itu berbicara. Namun gue nggak ngedenger jelas apa yang diomongin, jadi lebih baik gue terus melanjutkan aktivitas tadi. Lagi-lagi, orang itu malah merangkul bahu gue dan mencubit pipi kanan gue.

Ganggu banget!

"Apa-- HAH!?"

Gue langsung mendorong orang itu sampai terjatuh. Bukannya marah, dia malah nyengir sambil mengusap-usap pantatnya akibat terjatuh tadi.

"Kok-- lo ada disini?!" tanya gue dengan ekspresi terkejut.

Cowok itu bangkit lalu menepuk-nepuk pinggiran panggung aula. Gue mengerti kode dia dan gue langsung duduk diikuti juga dengan dia duduk di sebelah gue.

"Lo lupa?" tanyanya dengan tatapan lurus ke depan.

"Lupa apaan?" gue balik nanya.

"Hari ini ada pertandingan futsal antara sekolah lo sama sekolah gue," jelasnya.

Gue manggut-manggut kemudian beranjak dari tempat itu. Baru beberapa langkah gue berjalan, cowok bernama lengkap Mikko Rivaldo ini menarik tangan gue.

"Gue masih kangen sama lo," ujarnya.

Gue cuma mengernyit. Perasaan baru tiga minggu gue nggak ketemu dia, kok udah kangen aja? Mikko berdiri dan menghampiri gue. Awalnya gue biasa aja, tapi kemudian Mikko semakin mendekat dan otomatis gue juga mundur.

"Lo nggak ke lapangan?" tanya gue sedikit mendongak.

"Iya, bentar lagi gue kesana," jawabnya sambil terus berjalan ke arah gue.

Gue menepis tangan Mikko dan melirik jam tangan di lengan kiri gue. Masih kurang lima menit lagi bel masuk bunyi. Saat gue tiba-tiba berhenti, Mikko menaikkan kedua alisnya.

Gue ngeluarin ponsel dan segera mengirim chat ke grup milik gue dan dua sahabat gue.

Azuragalx : Masih di kantin?

Setelah gue mengirim pesan itu, gue memasukkan ponsel ke dalam saku rok dan berbalik untuk keluar dari aula. Lagi-lagi tangan gue ditahan oleh Mikko.

"Kenapa lagi sih?!" tanya gue kesal.

Mikko tersenyum lalu kemudian menghampiri gue. Dia menangkup wajah gue dan mulai memajukan wajahnya.

"Sebentar aja," ucapnya sedikit berbisik.

Kemudian dia memiringkan wajahnya dan semakin mendekat ke arah gue. Hampir aja bibirnya menyentuh bibir gue, tangan gue gatel mau dorong dia. Tapi, belum aja terlaksana, seseorang telah mendorong Mikko hingga tersungkur.

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now