Part 38

1.8K 76 0
                                    

Azura

Gue menarik kerah baju Auriga agar dia tetap disini. Karena gue merasa nyaman, merasa aman saat deket dengan Auriga. Gue bahkan hampir lupa kalau ini masih di sekolah dan seragam gue udah nggak berbentuk.

Gue melepas cengkraman tangan di kerah Auriga lalu mendorongnya pelan agar menjauh dari gue. Dia berdiri kaku sambil merapikan rambutnya. Sedangkan gue lebih memilih memakai kembali atasan gue dan segera bangkit dari ranjang UKS itu. Auriga membantu gue berjalan dan membukakan pintu. Tentu saja hal itu membuat para murid memperhatikan gue dan Auriga yang berjalan bersisian.

"Gue anter ke kelas lo," ucap Auriga.

Gue hanya mengangguk sambil terus berjalan menyusuri koridor. Setibanya gue di kelas, Cherise dan Althea langsung menyambut gue dan membantu gue untuk berjalan ke kursi. Mereka menyerahkan seragam gue untuk segera menggantinya.

"Thank's ya, Ga. Udah nolongin Azura," ujar Althea.

Gue tersenyum simpul pada Auriga sebagai bentuk terima kasih. Dia pamit pergi dari kelas gue yang mendapat pekikan dari warga kelas.

"Ngapain aja lo di dalem UKS?" tanya Cherise penuh selidik.

Gue mengedikkan bahu lalu berjalan melewati mereka berdua. Yang gue butuhkan saat ini ganti seragam, ke kelas, tidur.

ΦΦΦ

Bel istirahat berbunyi, gue lebih memilih tiduran di kelas daripada harus jalan beberapa ratus meter untuk pergi ke kantin. Althea menyuruh gue untuk tidur di UKS, tapi gue menolaknya dengan halus. Udah gue bilang, daripada harus jalan lagi, mending tidur di kelas. Lagian di kelas juga sepi, hanya ada dua cewek saat ini yang masih berkutat dengan bukunya.

"Kinar," panggil gue.

Dia membalikkan tubuhnya ke belakang menghadap gue. Tanpa disuruh, dia udah beranjak dan duduk di kursi kosong depan gue.

"Gue minta maaf," kata gue.

Kinar mengulum bibir, "Eh, i-iya. Kamu nggak salah kok. Maafin aku juga," ucapnya sambil menunduk.

Gue tersenyum lalu menenggelamkan kepala di atas lipatan kedua tangan dan membiarkan Kinar pergi dengan sendirinya. Kaki dan leher gue masih sakit, tapi nggak sesakit hati gue saat mengingat keberadaan Papa saat ini. Papa sedang apa? Papa dimana? Papa udah makan? Pekerjaan Papa udah selesai nggak? Papa nggak dapet cuti ya?

Hm.

"Kenapa nggak ke kantin?"

Gue diam tak bergeming. Kepala gue terasa berat untuk sekedar mendongak. Gue tau siapa pemilik suara itu. Auriga.

"Masih sakit?" kali ini dia menyentuh kepala gue.

Gue menggeleng lemah, "Ngapain lo kesini?"

"Gue bawain lo nasi goreng sama air mineral. Oh iya, ada obat sakit kepala juga."

Gue mendongak menatap Auriga yang udah duduk di bangku Cherise. Dia tersenyum seraya mengacak rambut gue. Di kelas sekarang hanya ada gue sama Auriga. Berdua lagi.

"Nggak usah repot-repot," kata gue.

Auriga malah membuka kantong kresek itu lalu mengambil satu kotak nasi goreng disana. Dia membukanya lalu menyuapkan satu sendok ke mulut gue.

"Gue bukan anak kecil," ucap gue.

"Lo masih kecil. Gue udah besar. Lo masih kelas 11 kan? Gue kelas 12."

Gue mendengus geli lalu mengambil alih sendok di tangan Auriga. Dia hanya tersenyum saat gue merebut kotak nasi itu dan memakannya dengan lahap. Gue laper, tadi nggak sempet sarapan.

"Syohalnya hemua heapa?" (totalnya semua berapa?)

Auriga mengernyit, "Ngomong apaan sih lo?"

Gue mengunyah nasi itu dengan cepat, "Totalnya semua berapa?"

"8.500," jawab Auriga.

"Gue ganti."

Saat gue mau ngeluarin uang dari saku seragam, Auriga mencegahnya. Katanya nggak usah, dia ikhlas.

"Makasih banyak lho!"

Auriga mengangguk dan tersenyum, "Habis makan, obatnya diminum."

Gue menjawabnya dengan anggukan karena mulut gue masih penuh. Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas lalu kembali menatap gue. Tatapan Auriga ke gue akhir-akhir ini berubah lembut daripada biasanya. Kenapa ya?

"Lo nggak makan?" gue bertanya.

"Udah, di rumah." Auriga membukakan tutup botol air mineral itu, "Lo mau nggak ke rumah gue?"

Gue menaikkan kedua alis, "Kapan?"

"Besok malem. Gue disuruh Mama ngajak lo main ke rumah."

Gue hanya menjawabnya dengan satu jempol tangan terangkat ke arah Auriga. Lagian gue juga bosen di rumah terus. Gue meneguk air mineral itu dan kembali menutup tutup botolnya.

"AZURAAA!"

Gue dan Auriga menoleh bersamaan saat melihat Althea berlari ke arah gue dengan wajah berbunga-bunga. Di belakangnya ada Cherise yang berjalan tenang dan tampak malu-malu.

"Abis dikejar setan ya?" tanya gue ngawur.

"Haduh," Althea mengambil duduk di kursinya sendiri lalu menghadapkannya ke gue, "Bentar-bentar."

Gue melirik Cherise meminta penjelasan. Dia hanya tersenyum lalu menggigit bibir bawahnya, terlihat bahagia. Althea mengatur napasnya lalu berdehem kecil dan menatap gue penuh binar.

"CHERISE JADIAN SAMA LEO!"

Gue membulatkan mata sempurna. Sedangkan Auriga refleks menggebrak meja dan sedikit berteriak mendengar berita itu. Gue menoleh ke arahnya, dia juga menoleh ke gue.

"Kalo kayak gini, kita nggak bisa musuhan."

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now