Part 33

1.8K 81 0
                                    

Auriga

Saat melihat Azura semakin kesiksa dengan pegangan dari tangan Mikko, gue semakin emosi melihatnya. Dengan berani gue menghampiri Mikko yang memberi pertanyaan kepada Cherise dan Althea. Gue menonjok rahang Mikko dan langsung menarik Azura ke dalam pelukan gue. Gue bisa merasakan kalau Azura benar-benar merasa kesakitan. Dia menangis sesenggukan dan hanya menenggelamkan wajahnya ke dada gue.

"Cowok pengecut lo!" kata gue pada Mikko yang masih mengelus pipinya.

"Urusan lo apa kesini?!"

Gue melepas pelukan, "Rise, The, bawa Azura ke dalam mobil," kedua sahabatnya mengangguk lalu merangkul Azura dan membawanya ke dalam mobil.

"Lo udah keterlaluan sama Azura!" bentak gue.

"Keterlaluan? Gue cuma ngajak dia keluar, dianya aja yang nggak mau. Kenapa? Gue nggak salah," jawabnya.

"Lo maksa dia, itu yang salah! Cowok apa lo beraninya maksa cewek cuma buat keluar? Banci!"

"Bangsat!" Mikko langsung menonjok pelipis gue.

Karena gue nggak siap dengan serangan Mikko, gue akhirnya jatuh ke belakang. Tapi dengan cepat Mikko kembali menarik kerah kemeja gue dan memberi bogeman mentah dua kali ke wajah gue. Gue menepis tangan Mikko lalu bangkit berdiri. Gue mendorong perut Mikko dengan kaki dan hentakan yang cukup keras.

"GA! JANGAN DITERUSIN!" teriak Althea dari luar.

Gue nggak peduli. Yang terpenting cowok brengsek ini dapat balasan setimpal dengan kesakitan yang dirasakan oleh Azura. Gue meninju wajahnya tiga kali lalu menyikut perutnya dan menekannya sampai Mikko merintih kesakitan. Dia membalasnya dengan satu tonjokan di perut gue.

"STOP!" tiba-tiba Azura datang dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.

Gue dan Mikko langsung menghentikan pergulatan itu dan serempak memperhatikan Azura yang berdiri di antara gue dan Mikko.

"Masuk, Ra!" Mikko menarik tangan Azura untuk masuk ke dalam rumah.

Bukannya menuruti, Azura malah beringsut ke belakang gue dan menarik-narik ujung kaos gue. Mikko yang melihatnya hanya membuang wajah dan meninju pintu di dekatnya.

"Ra, gue mohon lo masuk," Mikko menghembuskan napas berat, "Gue punya amanat dari bokap lo. Gue janji nggak bakal ngapa-ngapain lo."

Azura keluar dari belakang gue dan menatap gue sebentar. Cherise dan Althea juga memberi pelukan hangat kepada Azura dan sedikit menghiburnya. Mikko hanya menatap gue datar dan langsung masuk ke dalam rumah.

"Makasih," Azura mengucapkannya sambil menunduk.

Kemudian Azura dan Mikko masuk, meninggalkan gue, Cherise, dan Althea yang masih tetap berdiri di depan pintu. Cherise menepuk bahu gue lalu pergi bersama Althea untuk pulang, gue hanya menjawabnya dengan anggukan.

ΦΦΦ

Setelah menjemput Mama pulang, gue langsung pergi ke kamar dan merebahkan tubuh gue di atas kasur. Kenapa gue bisa sekhawatir itu sama Azura? Gue memiringkan tubuh menatap foto gue bersama Mikko. Banyak kenangan yang gue alami bersama Mikko. Tapi kenapa semua ini harus terjadi? Bahkan hanya mengucap kata maaf aja sulit buat kami berdua.

Lamunan gue buyar saat seseeorang mengetuk pintu kamar gue. Gue bangkit berdiri lalu menghampiri pintu dan membukanya. Mama sedang berdiri memunggungi gue.

"Kenapa, Ma?"

Mama berbalik, "Temenin Mama buka-buka hasil belanjaan yuk! Nggak enak kalo sendiri."

Gue hanya bisa mengangguk. Dengan wajah senang, Mama menuruni anak tangga dan menuju ke ruang keluarga. Disana sudah banyak belanjaan Mama —sekitar lima kantong kresek— yang isinya melebihi muatan. Siapa yang ngajarin kayak gini, Ma?

"Ma, jangan buang-buang duit buat beli yang nggak ada manfaatnya," kata gue mengingatkan.

Mama nyengir sambil mengusap siku tangannya, "Padahal Mama niatnya cuma beli tiga tas, dua high heels, sama lima pakaian aja gitu. Eh, malah keblabasan."

Gue hanya geleng-geleng kepala lalu duduk bersila di atas karpet warna abu-abu ini. Gue ikut membuka satu persatu belanjaan Mama yang bener-bener banyak itu. Mama terlihat senang dan beberapa kali menyuruh gue untuk melihatnya hanya sekedar berpose layaknya model.

"Eh iya, Azura suruh main kesini dong! Udah baik banget lho nolongin Papa kamu sama Vero."

Gue menghentikan aktivitas melihat tas warna ungu, lalu menatap Mama dengan penuh tanya, "Ngapain kesini?"

"Mama mau kasih satu tas ini," Mama mengangkat tas warna biru langit di tangannya, "Sama baju ini. Nggak muat di Mama ternyata, hehe," Mama merentangkan kaos lengan panjang bermotif bunga di lengannya.

"Oke."

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now