Part 23

1.8K 80 1
                                    

Auriga

Gue dan Azura menguping di bawah meja dengan tatapan lurus pada Mikko dan Riyan. Semakin lama perbincangan mereka suranya juga ikut merendah. Jadi gue dan Azura nggak bisa denger jelas apa yang mereka omongin. Hanya beberapa aja yang bisa didenger dan buat gue emosi.

"Jadi, sampe kapan kita nyekap bokap Auriga?"

"Sampe Auriga bisa nemuin."

"Beneran aman nih bos tempatnya? Gue takut dia ngerti."

"Tenang aja. Auriga gak bakal menduga tempatnya di gudang kosong sebelah sekolah dia."

Gue langsung membelalakkan mata dan hampir aja berdiri kalau nggak ada Azura yang mencegah. Gue memberi protes pada Azura lewat tatapan mata, namun Azura hanya menggeleng. Dia menyuruh gue untuk kembali mendengarkan obrolan mereka dulu.

"Tinggal dua permainan lagi, udah ada rencana?"

"Banyak. Dengan cara nyekap bokap Auriga, gue yakin dia nggak bakal bisa ngalahin kita."

"Kelamaan nih buat dapet 2 miliarnya."

"Sabar dulu, Yan. Gue juga pengen cepet-cepet dapet uang itu."

Gue memejamkan mata untuk meredam emosi. Cuma pengen uang 2 miliar, mereka rela nyekap Papa. Gue melirik Azura yang masih setia dengerin mereka ngobrol. Dengan gerakan cepat, gue menarik Azura untuk keluar dari restoran dengan hati-hati agar mereka nggak sampe liat.

"Kenapa?" tanya Azura ketika sampai di depan motor.

Gue melepas cekalan tangan, "Lo nyadar nggak sih?! Yang disekap itu bokap gue, lo malah tenang-tenang aja."

"Eh? Iya! Bener, kita harus cepet ke gudang!"

Gue menyalakan mesin motor dan menyuruh Azura untuk berpegangan kuat. Azura berpegangan pada kaos gue dan tanpa basi-basi, gue melajukan motor secepat mungkin agar bisa sampai di gudang kosong itu tepat waktu.

"GA, BENER-BENER LO YA?! GUE TAKUT GILA!" teriak Azura.

Gue hanya tersenyum kecil saat melihat wajah ketakutan Azura dan spion. Benar-benar lucu. Jadi pengen makan. Tiba-tiba Azura langsung meluk pinggang gue dan menenggelamkan kepalanya di leher sebelah kiri. Awalnya gue hampir berhenti karena kaget dengan kelakuan Azura yang tiba-tiba seperti ini.

"Gue takut, Ga," cicitnya meneyerupai bisikan.

Karena gue nggak mau nyelakain anak orang, gue mengurangi kecepatan motor tapi masih dibilang cepat. Karena gue udah kepikiran terus sama Papa yang disekap disana.

Sesampainya di gudang kosong sebelah sekolah, gue dan Azura langsung memasuki gudang tersebut. Baru aja jalan beberapa langkah, Azura menarik tangan gue untuk berhenti. Gue menoleh ke belakang, Azura mengangkat kantong kreseknya dengan cengiran yang menunjukkan deretan gigi putih dan rapi.

"Naruh ini dulu," ucapnya.

Setelah itu gue menyuruh Azura untuk menaruh kantong kresek itu di atas motor dan segera masuk lagi ke dalam gudang. Gelap. Itu yang bisa dideskrisipkan oleh gue. Dari jauh gue.lihat lampu bohlam yang temaram di dalam sana.

"Takut..." gue menoleh lagi ke belakang.

Azura memeluk dirinya sendiri dan menunduk karena ketakutan. Ternyata selain gampang capek, Azura juga takut gelap. Gue berbalik dan menggenggam tangan Azura agar dia nggak takut lagi. Seolah memastikan gue ada disini. Jangan takut.

"Ra, lo nggak papa kan?" tanya gue pelan.

Karena keadaan gelap, gue nggak bisa melihat jelas wajah Azura. Dia malah menggenggam tangan gue lebih erat. Gue baru kepikiran kalau gue lagi bawa HP. Satu tangan gue yang kosong dibuat untuk mengambil HP di saku celana dan langsung menyalakan senter disana. Sekarang gue bisa melihat sekitar dan wajah Azura pastinya.

Wajah cantiknya sekarang pucat dan muncul keringat dingin. Gue jadi kasihan. Dia hanya menunduk dan satu tangan lainnya mencengkram kaos yang dia gunakan.

"Ada gue disini," gue menyentuh dagunya agar dia bisa melihat keyakinan di wajah gue.

Azura menatap mata gue lekat-lekat. Seolah meyakinkan kebenaran kalimat gue tadi. Matanya terlihat sayu dan seperti nggak ada energi untuk kembali berjalan. Gue memutus kontak mata dan kembali menuntunnya berjalan. Gue merasa tangannya udah ngeluarin keringat dingin dan sedikit bergetar.

"Galexia Azura."

Gue menghentikan langkah gue dan berbalik menatap Azura dengan lekat. Dia mendongak dengan wajah pucat pasinya. Gue membenarkan pegangan pada HP dan mulai mendekati Azura. Gue mengecup puncak kepalanya lumayan lama dan membisikkan sesuatu agar dia bisa tenang.

"I'm always with you."

Game Over (Completed)Where stories live. Discover now