13. Suddenly Married

15.1K 1.1K 28
                                    

Guin baru sampai unit Airlangga ketika pukul 9, selepas pengakuannya kepada Melly, ia jadi memikirkan banyak hal. Semua seperti sebuah teka-teki, pikirnya. Ya, sekarang dia berada di dekat Airlangga, mereka berinteraksi seperti biasa, namun Guin merasa masih ada sekat diantara dirinya dan Airlangga. Sebenarnya dia hanya tidak ingin berharap lebih, karena ujungnya pasti timbul kekecewaan.

"Sudah pulang? "

Itu suara Airlangga, pria itu berjalan menghampiri lalu ikut duduk disamping Guin. Dilihat dari sudut manapun, Airlangga memang menawan, hal itu malah membuat Guin takut. Sepertinya jarak sosial diantara mereka terlalu jauh.

"Hmm," Guin bergumam pelan mencoba menghindari pembicaraan lebih diantara mereka.

"Sudah makan?" Airlangga mengelus punggung Guin, membuat tubuhnya kaku untuk sesaat.

Guin mengangguk. "Sudah." Ia mencoba memberi jarak.

"Guin," Airlangga tiba-tiba menatap Guin serius, membuat Guin salah tingkah.

"Besok hari Jumat, besok waktunya kita ganti status"

"Apa?" Guin memicing menatap Airlangga. Apa yang diinginkan laki-laki ini? Pikirnya.

" Besok kita menikah, aku sudah menyiapkan semuanya" Ucap Airlangga sambil mengerling ke arah Guin.
Malam itu Guin tersedak ludahnya sendiri.
__________________

Tidak ada angin tidak ada hujan, pagi ini tiba-tiba kediaman Airlangga kedatangan tamu. Sepasang paruh baya yang tidak asing bagi Guin. Orang tua Airlangga.

Begitu ia membuka pintu, wajah Guin sudah berkeringat dingin. Demi Celana kotak Spongebob, Ia hanya menggunakan kaos dan training lusuh, ia malu sekali. Bersyukurlah karena ibu Airlangga adalah wanita yang sangat baik.

Setelah mengantarkan kedua orang tua Airlangga ke kamarnya, Guin membantu mbak Yuli, seorang juru masak khusus yang didatangkan Airlangga. Guin membantu memasak sarapan untuk mereka berempat. Tidak banyak yang Guin lakukan, hanya membantu mengiris sosis dan menyiapkan peralatan makan di ruang makan.

"Guin, kamu ngapain?"Airlangga yang baru turun, kemudian mendekati ruang makan. Pria itu sudah rapi dengan kemeja biru muda, dia sedang mengikat dasi sambil berjalan menuju meja makan. Guin yang melihat Airlangga nampak kesusahan mengikat dasi berinisiatif untuk mengikatkan dasi pria itu.

" Diam sebentar, biar aku yang mengikatnya" Guin mendekat, ia mengambil alih dasi Airlangga. Dari tempatnya berdiri ia bisa mencium aroma mint menguat dari tubuh pria di depannya. Tidak perlu diragukan bahkan wangi Airlangga sangat memanjakan.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku Guin."

"Ha?. Aku hanya sedang membantu mbak Yuli sedikit." Guin mendongak menatap Airlangga, mengamati wajah pria itu.
Airlangga sendiri juga memandangi Guin yang sepertinya sedang mengamati wajahnya, tiba tiba tangannya tergerak untuk mengusap dahinya ketika pandangan Guin agak menajam di bagian dahi.

Airlangga mengusap permukaan dahinya.
"Ada apa dengan dahiku?" Guin tanpa sadar terkekeh.

Ia segera menjauh dari Airlangga.

"Nah, dasimu sudah selesai, tidak apa mas, dahimu.. Umm..hanya saja mengapa lebih mulus dari dahiku". Guin menunjukkan beberapa bekas jerawat yang merusak pemandangan.

Airlangga tersenyum, lalu mengacak rambut Guin.

"Cepat bersiap, aku akan mengantarmu ke kampus"

"Baik yang mulia" setelah mengucapkan itu, Guin langsung ngacir ke kamarnya dan bersiap siap.

Setelah bersiap, Guin turun untuk ikut sarapan bersama. Sejenak ia terpaku di ujung tangga. Suasana ini, dulu sekali ia juga merasakan suasana hangat ini, saat orangtuanya masih hidup. Namun seperti senja yang begitu indah tetapi hanya sesaat, seperti itu juga kebahagiaan yang Guin rasakan.

The Minister is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang