8. I am yours

20.3K 1.3K 10
                                    

Paginya Guin terbangun ketika suara alarm menyapanya, hari masih gelap ketika ia melihat ke arah luar. Ia menyingkirkan sebuah kompres di dahinya, lalu menoleh kesekitar mencari keberadaan Airlangga.
Kamar itu kosong, hanya dirinya yang berada di tempat tidur.
Guin berniat mencari pria itu, ketika kakinya menapak lantai, rasa dingin langsung menyerbu. Guin merapatkan jaketnya. Perlahan dia keluar dari ruangan itu, menyusuri setiap sudut apartemen Airlangga. Setelah tidak menemukan apapun, Guin akhirnya hanya bersandar di sofa. Badannya sudah tidak sepanas kemarin, ia bisa pulang sekarang.

Guin melihat jam di dinding, sudah pukul 4.40. sebaiknya dia membersihkan diri. Siapa tahu Airlangga akan kembali beberapa saat lagi jadi dia bisa langsung meminta pria itu mengantarnya.
______

Airlangga mendorong pintunya perlahan, ia menenteng kresek berisi susu, telur, daging dan roti, lalu meletakkannya di atas meja makan. Kakinya melangkah menuju kamar, memeriksa apakah Guin sudah bangun atau belum.

"Guin"

Airlangga tidak menemukan gadis itu dikamarnya, ia memanggil sekali lagi untuk memastikan keberadaan gadis itu. Namun, tidak ada jawaban. Pria itu keluar kamar, berjalan mengitari dapur dan mendengar suara gemericik air dari kamar mandi.

Setelah mengetahui Guin sedang mandi, Airlangga berniat membuat sarapan untuk mereka. Ia membersihkan daging lalu memanaskan minyak. Sambil memasak daging dia menanak nasi dan memanggang roti. Tidak lama kemudian tumis daging, nasi dan beberapa lembar roti bakar tersaji.

Airlangga menyisihkan roti bakarnya, mengolesinya dengan selai coklat dan kacang lalu memasukkannya kedalam 2 kotak bekal.
Guin sudah selesai mandi, gadis itu sedang membersihkan kamarnya. Meski Airlangga melarang Guin tidak akan mau menuruti pria itu, membuat Airlangga hanya bisa tersenyum masam. Gadis ini di masa depan pasti akan sangat keras kepala. Pikirnya.

Selesai dengan pekerjaannya, Guin keluar kamar, membawa serta ranselnya. Ia menghampiri Airlangga yang masih berkutat di dapur.

"Mas, biar aku bantu. Apa yang harus kulakukan" Guin tersenyum canggung, harga dirinya sedikit tercubit ketika membiarkan pria ini memasak hidangan untuknya, apalagi setelah semalam ia juga merawat Guin. Hanya Airlangga, pria pertama yang merawatnya sebaik itu.

Airlangga melihat Guin sebentar untuk memutuskan apa yang bisa gadis itu lakukan. Bagi Airlangga Guin tetaplah Guin, gadis yang tidak suka melihat orang lain melayaninya sementara dia tidak melakukan apapun. Jadi biar gadis itu tidak marah Air akan memberinya pekerjaan.

"Bawa ini ke meja makan, aku akan membuat minuman" Guin mengangguk, lalu mulai melakukan perintah Airlangga. Ia membawa beberapa piring ke meja makan.

Setelah semua tertata, mereka makan dalam diam. Sesekali Guin melihat jam dinding, sambil mengira-ngira apa ia akan terlambat masuk kelas hari ini. Selesai makan Guin mencuci semua peralatan makan mereka, sedang Airlangga pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap. Ia memberitahu pria itu bahwa kelasnya dimulai pukul 06.00 tepat dan di balas anggukan oleh Airlangga.

Guin mengelap tangannya yang basah, matanya melirik ke arah ponselnya yang sedari tadi kedap-kedip. Ia mengambil ponsel itu, membuka aplikasi chat. Namun belum sempat ia membuka pesan, Airlangga datang dengan sebuah kotak bekal di tangannya.

"Bawalah, aku membuatnya untukmu. Dan ini minumlah obatmu, tadi aku lupa tidak memberikannya"

"Mas" Guin sudah tidak tahu lagi apa yang harus ia katakan kepada pria ini. Hanya saja saat ini ia ingin memeluk Airlangga. Ia merasa hari ini hormonnya bekerja secara berlebih-lebihan. Perasaan haru karena merasa diinginkan mendominasi hatinya. Ia menghambur ke dada bidang pria itu, Airmatanya menyeruak keluar. Selama 5 tahun ini ia hidup sendiri, tidak ada yang memperhatikannya seperti Airlangga memperhatikan dirinya. Tidak ada yang membuat dia merasa berharga, sangat berharga kecuali Airlangga. Guin merasakan lengan kekar Airlangga melingkupinya, membuat dia merasa tenang dan terharu pada saat yang bersamaan.

"Makasih"gumam Guin ditengah isakannya yang sudah mereda. Ia melepaskan diri dari Air. Wajahnya menunduk, jemarinya mengusap pelan airmata yang masih tersisa. Katakan ia melankolis, tetapi sungguh ia sangat tersentuh.

"Sekarang kamu tidak sendiri Guin, ingat itu. Kamu memiliki aku, aku adalah milikmu" Airlangga menggenggam kedua tangan Guin, tatapan matanya menyusuri jejak kesedihan gadis itu. Guin mengangguk sebagai balasan.
Sekarang ia merasa tidak kesepian lagi.

'papa, mama, Mas air kembali' ucapnya dalam hati.

"Ayo kuantar. Dan ini pakailah jaketku" Air mengandeng Guin keluar.
_____

Setibanya di kelas, Guin langsung membuka hp nya. Ada beberapa pesan dan panggilan tidak terjawab dari Melly dan Rani. Mereka menanyakan keberadaan Guin semalam.

"Wah mati Gue" Guin menepuk dahinya.
Dan benar saja, setibanya Rani di kelas gadis itu langsung mengintrogasi Guin.

"Gue masih nggak percaya deh, Guin. Masalahnya tadi malem Gue sama Melly ke kos Lo dan kos Lo kosong" Rani menatap Guin setengah khawatir dan setengah curiga, tidak pernah sebelumnya Guin seperti ini. Ia hanya merasa ada sesuatu yang disembunyikan Guin, tapi apa dan kenapa?.

"Gue di kamar sebelah, 3 kamar dari kamar gue. Kamar Riana anak manajemen. Udah tenang aja ran, Gue udah sehat kok, thanks banget udah khawatir. Btw gue bawa bekal loh, nanti kita makan bareng Melly di kantin"

"Oke, eh ini jaket baru ya? Kok gue kayak familiar sama modelnya"

Guin sudah komat Kamit, giginya sudah gemetar sementara Rani masih meneliti dimana ia pernah melihat jaket yang dipakai Guin.

"God, seriously. Ini Burberry Guin. Lo dapet dari mana"

"Ini punya Riana, Ran. Ya kali punya Gue. Mending uangnya gue tabung buat beli motor daripada beli jaket. Melly mana?."

Bagus Guin, pengalihan yang tepat.

"Masih ngumpulin laporan praktikum katanya, shiftnya kan enak. Laporan bisa dikumpulkan H-1. Nggak kita H-3 harus udah kelar".

Setelah pelajaran kedua selesai, mereka bertiga pergi ke kantin.
Guin mengeluarkan kotak bekalnya lalu mereka memakan roti isi itu dengan lahap.

"Enak, yang ini Riana juga yang buatin" Melly memulai.

"Bukan, tunangan gue yang buatin"

Rani tersedak saat itu juga.

"Jadi bener Lo ada spesial relationship sama adiknya pak Abimana?"

Gantian Guin yang kaget, lalu nama Galih langsung terlintas di benaknya.

"Hahahahaa, kalian percaya sama Galih? Hahaha, ya ampun. Adiknya pak Abimana itu cewek"

"Jadi siapa tunangan Lo?"Rani menyahut. Melly berhenti dari aktifitasnya makan, ikut menunggu jawaban Guin.

"Bapak Airlangga"
Seketika suara tawa Melly dan Rani membahana memenuhi meja mereka.

"Yah, kalian malah ketawa. Doain dong, aamiin in kek" Guin berpura-pura kesal.

"Aamiin" Rani dan Melly menjawab serempak.

"Gue geli aja Guin, Lo manggil Bapak dengan sangat fasih, kayak beliau beneran ayah Lo, jangan jangan Lo anak dia lagi" Rani malah cekikikan tidak jelas, gadis itu sudah memegangi perutnya karena sedari tadi tertawa.

"Siapa ibuku tuhan?" Ucap Guin mendramatisir. Tangannya menangkup wajah seolah-olah frustasi.
Tawa Rani dan Melly semakin tidak terkondisikan.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now