37. OSPEK

7.7K 617 27
                                    

Guin menelan ludahnya susah payah, ia sangat haus. Tenggorokannya terasa kering jika saja air liurnya tidak diproduksi alami oleh tubuh. Sudah sejak pagi ia dan beberapa temannya dijemur karena terlambat datang. Keringat mengucur deras dari balik bajunya, panas sekali. Apalagi matahari semakin terik saja, dan seniornya semakin bringas menghukum mereka. Memang, sebagai mahasiswa pertanian, mereka dituntut untuk bangun lebih pagi sebelum matahari menyapa para tanaman. Pun ketika ospek fakultas hari ini.

Peraturannya, pada pukul setengah 5 pagi mereka sudah harus berjejer rapi di lapangan. Lihatlah!! Betapa mulianya calon-calon petani ini. Hiks. Terlihat dibarisan kanan, para mentor sedang memberikan pengarahan kepada kelompok - kelompok sebelum mereka menuju ke pos selanjutnya. Masuk pos sama halnya dengan masuk pintu neraka, karena hanya berisi hukuman dan cacian. Para tim tata tertib sangat keras dan tidak jarang memberi hukuman fisik. Berdalih bahwa petani masa depan harus tahan uji.

Guin merasa pelipisnya sangat basah. Jika tadi besarnya seperti biji kacang hijau, sekarang keringatnya sudah sebesar biji rambutan. Ia memberenggut kesal mengingat cacian seorang senior karena ia terlambat mengetahui dimana kelompok barunya berbaris. Semalam kelompoknya sepakat untuk berkumpul di depan gerbang kampus sebelah timur, siapa yang menyangka jika pagi ini mereka pindah pangkalan?

Ia berjengkit kaget ketika ada seorang maba cewek yang tiba-tiba nemplok di kakinya. Sontak, banyak mentor yang memandang ke arah mereka. Guin ikut mengamati gadis yang ia duga satu jurusan dengannya, mereka berdua memakai slayer berwarna hijau tua yang melambangkan identitas jurusan mereka. Gadis itu kulitnya putih, wajahnya mulus, bibirnya kemerahan. Cantik. Wow, apa gadis ini akan dihukum juga?
Eh, tapi bukankah biasanya senior akan mengambil peran jahat dulu sebelum menarik mereka ke Medan magnet tak kasat mata bernama cinta?

"Hei, kamu yang disana.. berdiri!!"
Itu bukan teriakan mentor, tetapi salah seorang tim tata tertib, kami menyebutnya tim TT. Dengan perlahan, gadis itu mencoba berdiri dengan sisa-sisa tenaga yang dia miliki. Wajahnya yang agak pucat tidak mengundang rasa kasihan sedikitpun dari para mentor yang ada disekitar mereka.

Salah satu anggota tim TT yang Guin tahu bernama Kak Rota berjalan mendekat.

"Datang terlambat, berlagak sakit! Biar apa! Hah! Biar keren, biar kau dikasihani!" Tangannya yang lentik mencengkram wajah gadis itu. " Woi, kalo diajak ngomong senior jangan nunduk! Ngerasa paling cantik ya! Udah dibilang jangan pakai make up juga! Mau tebar pesona, iya!"

"JAWAB!!" Bentaknya.

Beberapa maba yang lewat melirik ke arah mereka. Sebagian nampak kasihan, sebagian tidak peduli.

" Ma...maaf kak" jawab gadis itu terbata.

"Halah. Bullshit. Kau ini! Dasar sok kecakepan. Hapus bedaknya sekarang juga. SEKARANG!!" ucapnya sambil mendorong pelan bahu gadis itu.

Brukk. Gadis itu tersungkur jatuh. Menyisakan kak Rota yang dilanda kepanikan.

Guin berjongkok memeriksa keadaan gadis itu. Bagai lalat, teman-temannya ikut mengerubungi, diikuti oleh teriakan-teriakan panik. Gadis itu pingsan.

"Melly, bangun Melly" Salah seorang gadis meringsek maju, mungkin teman satu kelompoknya. Suasana gaduh tidak terhindarkan, tim kesehatan segera turun tangan untuk membopong gadis yang sudah tidak sadarkan diri dengan wajah memutih itu.

"Diam!! Kembali ke barisan kalian masing-masing!" Kak Rota memerintah.

"Lemah! Mental kalian lemah!!" Tambahnya dengan bengis.

"Bagaimana nanti kalian menghadapi masyarakat, jika seperti ini saja kalian payah. Lemah!" Mata kak Rota memindai sekitar, rupanya senior satu ini masih ingin menguji beberapa maba kurang beruntung lagi.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now