49. PICK ME UP

5.4K 507 40
                                    

Guin membuka matanya perlahan. Tubuhnya terasa lengket, namun rasa kram di perutnya yang sejak semalam datang sudah agak mendingan. Pagi ini ia merasa sudah lebih baik. Lain kali ia tidak akan meminum es atau air dingin ketika periodenya datang. Dan juga rajin berolahraga. Ngomong-ngomong soal berolahraga. Hari ini Airlangga pergi pagi-pagi sekali untuk lari pagi, bahkan ketika di luar masih gelap. Suaminya itu segera berganti celana pendek dan kaos oblong setelah sholat subuh.

Guin bangkit untuk membersihkan diri. Hari ini dia memiliki jadwal bimbingan untuk skripsi. Semoga saja proposalnya diterima dan dia bisa segera melakukan penelitian.

Setelah rapi dengan setelan sederhana, ia berpindah ke dapur untuk membuat sarapan. Ia mengupas beberapa buah dan menyiapkan piring. Memasak bukan hal yang sulit bagi Guin, selama itu adalah masakan Indonesia. Kalau untuk menu khas Austria, Guin ragu sekedar untuk membuat menu paling sederhana.

Airlangga yang baru tiba dari kegiatan paginya, duduk selonjoran di depan ruang TV. Guin bisa melihat jejak kelelahan yang terpancar dari wajah tampannya. Setelah beberapa saat, Ia berpindah duduk di meja makan, mengisi kemihnya dengar air.

"Jadi bimbingan?" Tanyanya sambil  mengecek menu yang sedang ditekuni istrinya. Dirasa sesuai ia pun tidak berkomentar apa-apa.

"Jadi. Nanti jemput ya mas. Lagi males naik ojek. "

"Jam berapa ? Kalau nanti tidak sempat, aku akan mengirim seseorang untuk menjemputmu."

"Baik paduka " jawabnya pasrah saja.

"Aku mandi sebentar"  Airlangga berlalu menuju kamar. Sementara Guin membuka gorden agar cahaya matahari dapat masuk ke apartemen kecil mereka.
Rupanya sudah banyak tetangga yang mulai beraktivitas pagi, Guin mengintip sebentar apa yang dibeli oleh ibu-ibu di depan kompleks.

"Yang, dasiku warna biru muda dimana?" Teriak Airlangga dari dalam bilik.

"ada di laci almari nomor 2 dari kanan." Balasnya berteriak. Kakinya berjalan menjauh dari dapur.

"Tidak adaa, dimana lacinya?"

Astaga. Guin segera berlari menuju kamar. Dengan perasaan agak dongkol, ia membuka satu-satu almari, menarik laci didalamnya untuk menemukan dasi Airlangga.

"Pakein yang"

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sosok Airlangga adalah sosok yang perfeksionis, pun dalam hal fashion. Pria itu sangat pemilih dalam memadu-padankan style. Memang tidak semua barangnya branded. Guin yang memintanya untuk mulai mengurangi pemakaian barang-barang berharga minimal 2 digit itu. Mereka harus banyak menabung, bukan malah berinvestasi bodong. Membeli barang branded untuk memenuhi standar kelas sosial? Bodong sekali!.

"Bagus, udah ganteng maksimal. Yuk sarapan"

Sambil menyantap oatmeal, Airlangga membuka beberapa laporan untuk dikaji ulang serta beberapa naskah sambutan yang harus dia pahami sebelum ia sampaikan di depan banyak orang. Ada 3 acara besar hari ini yang harus  dia buka secara resmi.

"Masih ada ?"

"Masih. Mau nambah lagi? Tapi pisangnya udah abis"

"Iya" Guin bangkit sebentar, ia mengambil semangkuk oatmeal lagi sesuai permintaan suaminya. Dasar mas Airlangga, bilangnya mau diet, tetapi porsi makannya justru lebih banyak. Guin geleng-geleng kepala, ingin memberi nasehat tapi ia tidak tega. Airlangga tipikal pria yang tidak kuat menahan lapar. Yah, tidak apalah porsinya bertambah. Asal yang dia konsumsi bukan lemak dan karbo.

Airlangga mengambil alih mangkuk yang diberikan Guin. Tatapannya masih fokus pada lembar sambutan.
"Jangan lupa makan siang ya mas. Aku udah bawain bekal buat kamu. Sesuai request, salad buah, sama ada susu kotak. Aku banyakin alpukatnya biar kamu punya tenaga."

The Minister is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang