18. About Kaisar

11.7K 890 14
                                    

"Aku pamanmu, Guin"  Seorang pria paruh baya tiba-tiba duduk di tengah-tengah mereka. Guin kenal pria ini.

"Paman Mada, " Guin mendongak memanggil pamannya. Armada Atmadjati. Banyak yang berubah dari pamannya, Guin bisa melihat kerutan-kerutan yang sudah mulai tercetak jelas di wajah pamannya ini.
Ketika tatapan keduanya bertemu, Guin dengan sengaja menipiskan bibirnya. Bersikap acuh.

Mada duduk dengan tenang, tak terpengaruh dengan sikap keponakannya. Ia tahu, mereka berdua memang tidak akrab, sulit untuk merubah fakta itu. Ia mengamati Guin, gadis itu terlihat kuat, bahkan ketika kehilangan orangtuanya. Keponakannya itu terlalu banyak merasakan kehilangan di masa lalunya. Tatapannya beralir kepada Kaisar, wajah baratnya sangat mencolok. Auranya terlihat tidak bisa diremehkan.

"Kaisar adalah kakakmu, juga Ibra. Namun sayang Ibra tidak hadir." Mungkin karena Guin tidak terlalu menyukai pamannya, jadi kalimat yang terucap barusan hanya dianggap angin lalu oleh Guin.

Ia masih diam, suasana menjadi menjengkelkan menurut Guin, bukan dendam yang Guin rasakan. Hanya saja moodnya sedang tidak baik. Airlangga menggenggam jemari Guin dari bawah meja. Ia tahu istrinya akan marah, lebih baik ia berjaga-jaga.

Melalui tatapannya, ia meyakinkan Guin. Sesaat kemudian wanita muda itu mengambil nafas dan mengeluarkannya perlahan untuk mengontrol emosi.

"Ibra sedang menyusul, dia akan sampai besok, juga mama" begitu kalimat itu jatuh. Guin mendongak menatap Kaisar.

'mama' batinnya. Seperti apa ibu kandungnya, sungguh Guin ingin tahu. Ada perasaan asing menelusup di dada Guin. Tubuhnya menghangat, ia merasa seperti ingin menangis.

Kaisar mengangguk lemah, membalas tatapan adiknya.

"Guin, apa kamu ingin bertemu mama?" Kaisar menatap mata almond itu, adiknya. Guinina Larasati. Gadis yang beberapa bulan ini terus ia awasi.

"Ak-ku, aku tidak bisa, aku tidak bisa," nafas Guin tercekat. "Mama Lisa, dia yang merawatku selama ini, bagiku dia" Guin menarik nafas dalam "bagiku dia adalah ibuku"

"Sayang..." Airlangga mendekap punggung Guin."mamamu tidak bermaksud menelantarkan kamu, Kaisar juga,  kamu harus tahu Alexander Rhodes sudah sejak lama mengincarmu. Jadi mereka semua menekan sebanyak mungkin informasi dan interaksi denganmu." Guin terisak pelan di bahu suaminya. Kenyataan ini lain lagi, efeknya menyesakkan. Sebegitu berdosakah dia lahir, hingga kehadirannya begitu dibenci.

"Kenapa?" Guin mendongak, menatap satu persatu orang-orang yang telah membuatnya sedih.

Guin ingat pertemuan pertamanya dengan Kaisar, pria itu bahkan menganggapnya gadis muda bahkan mengajaknya berkencan, lalu kenapa sekarang ia mengaku sebagai kakaknya. Bahkan karena Kaisar juga, ia dipecat dari pekerjaannya.

"Aku sengaja membuat kamu keluar dari hotel itu, Ayahku, Alexander Rhodes sudah mulai mencium keberadaanmu karena kamu bekerja di hotel kami. Itu bukan kondisi yang bagus." Papar Kaisar.

"Omong kosong" Guin terus menangis membuat Kaisar merasa bersalah, belum pernah ia berada di posisi ini. Semua orang akan selalu memujanya, mendewakannya. Sementara gadis ini, adiknya sendiri membuat dia merasa bukan siapa-siapa.

"Stt..." Airlangga mengangkat tangannya ke udara, ia memberi kode kepada Kaisar dan paman Mada untuk diam sebentar. Emosi istrinya sedang tidak stabil. Guin sudah terisak-isak di pelukannya.

Setelah beberapa saat, Guin kelelahan dan tertidur. Airlangga memutuskan untuk membawa istrinya pergi. Ia berpamitan kepada Kaisar juga paman Mada.

" Kurasa besok bukan waktu yang tepat untuk mereka bertemu, tunggulah sebentar lagi. Guin pasti akan menemui mama dengan sukarela" tatap Airlangga pada Kaisar.

Pria itu mengangguk pasrah. " Ijinkan aku yang mengantarnya"

Airlangga  menghembuskan nafas kasar.
Namun menyetujui Kaisar.
---------
Kaisar melihat jam tangannya, rupanya sudah hampir tengah malam. Ia melihat Guin di sampingnya. Matanya masih sembab, wajahnya terlihat letih.

Sebuah deringan ponsel membuat Kaisar membuka isi tas adiknya.

Melly is calling.

"Halo, Guin. Lo dimana? Udah tengah malam nih, tadi kata Mila Lo pergi sama pacar Lo ya? Guin??" Melly diam diseberang ketika sadar tidak ada sahutan dari Guin.

" Melly?" Begitu suara itu jatuh, Melly yang sedang bersama Milla langsung melotot.

'suara cowoknya Guin?' batin mereka.

"Bisa saya minta tolong untuk menjaga Guin? emosinya sedang tidak stabil. Saya akan tiba di depan hotel kalian sebentar lagi" begitu sambungan terputus, baik Mila maupun Melly langsung bersiap-siaplah untuk menunggu Guin di depan hotel.

Sebuah mobil sport merah metalik membuat Melly dan Milla yang mengantuk langsung terbangun. Apalagi ketika sesosok pria tampan yang mereka yakini adalah pemiliknya keluar.

"Mil, Ganteng banget"

"Mel, gue kayak pernah lihat deh"

"Ngaco deh situ"

Tanpa mereka sadari, Kaisar sudah membuka pintu sebelah kemudi, lalu membangunkan Guin.

"Guin" tak ada respon. Guin ini sama seperti Ibrahim, Kaisar ingat, Ibrahim juga tidak akan bangun jika sudah terlelap. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat. Ia membawa Guin dalam gendongannya. Lalu berjalan ke arah hotel. Ada 2 gadis yang ia tahu, sedari tadi memperhatikannya.

"Guinnnn" Milla berteriak heboh. Melly ikut terkejut, namun tetap berlari menuju Kaisar yang sedang menggendong Guin.

"Melly?"

"Ya?, Kamu pacarnya Guin?" Kaisar mendengus lalu menggeleng. Gadis ini terlalu frontal.

"Saya kakaknya" Milla dan Melly yang mendengarnya mendadak pusing.

"Tunjukkan kamarnya,"

"App-paa? Tapi maaf, hotel disini tidak menerima tamu asing. Maksudku biar kami saja yang membawa Guin ke atas" Melly tidak percaya dengan pria ini, wajahnya boleh tampan, mobilnya boleh keren. Tapi Melly tahu pria ini pasti bukan saudara Guin. Mau apa pria itu mengantarkan Guin hingga ke kamarnya?.

Sementara Kaisar tak menggubris kedua gadis didepannya ini. Adiknya butuh istirahat, lebih baik ia yang menggendongnya agar lebih cepat sampai. Begitu ia memasuki hotel, ia langsung disambut oleh manager hotel tersebut.

"Tunjukkan, kamarnya" titahnya.

Melly dan Milla hanya bisa melongo melihat pemandangan itu, mereka berusaha menggapai Kaisar yang berjalan anggun sambil menggendong Guin. Namun tiba-tiba pihak keamanan menahan mereka.

"Pak, apa-apaan ini. Teman saya sedang dalam bahaya pak. Biarkan kami lewat"

"Maaf, adik-adik. Tapi kalian tidak diijinkan mengganggu tuan." Kata salah seorang staff yang sedari tadi bersama sang manager hotel.

"Siapa dia pak?" Melly dan Milla bertanya bersamaan. Mereka sudah tidak melihat Guin, itu artinya keduanya sudah berada di lantai berbeda.

Sementara Milla dan Melly merasa khawatir, staff tersebut hanya tersenyum ramah, lalu berlalu pergi.

"Shit"umpat mereka bersamaan.

__________________

Maaf untuk Airlangga, karena harus merelakan isterinya diantar oleh abangnya yang tamvan 😌😌😌

The Minister is MineWhere stories live. Discover now