6. A road to Rome

19.5K 1.4K 14
                                    


Deritan suara kursi teman temannya mulai mengisi indra pendengaran Guin. Kuis hari ini sangat sulit baginya. Dari 5 soal ia baru mengisi 4, hanya kurang 1 soal lagi tetapi otaknya sudah tidak bisa diajak berpikir.
Guin membereskan mejanya, ia memutuskan untuk menyudahi penderitaan ini dengan mengumpulkan lembar jawabannya. Ia berjanji akan belajar lagi agar nilai UTS nya bulan depan bisa sempurna. Hitung hitung menambal nilai hari ini.

Setelah melaksanakan kewajibannya, Ia menghampiri Melly dan Rani. Selama di kampus atau hari aktif, ia akan sering menempel dengan kedua sahabatnya. Menurutnya komunikasi itu penting, dan selain di kampus ia tidak akan punya banyak waktu untuk berteman. Guin sangat teliti dengan waktu yang ia punya. Pengalaman mengajarkan dia bahwa waktu adalah komponen terpenting dalam membuat kenangan. Ungkapan bahwa Waktu adalah segalanya itu benar.

"Tumben kalian kusut banget hari ini, lagi dapet ya?" Guin duduk di samping Rani. Ia membuka ponselnya, menyalakan WiFi.

"Lo nggak baca berita Guin,"

"Berita apa? Ji cang Wook nikah, atau siapa itu cowok cantik yang Lo gandrungi? Guan Lin? "
Melly memberikan ponselnya kepada Guin, memberi kode untuk membaca sebuah artikel yang menjadi buah bibir masyarakat muda hari ini.

"HARI PATAH HATI NASIONAL, Airlangga Lynn Marshall Telah Memiliki Tambatan Hati?"

Guin menutup mulutnya. Sebuah raut kaget yang tercetak sangat jelas tak dapat ia tutupi. Hatinya menjerit, Ia bersumpah siapapun yang mengambil gambarnya ini pasti adalah orang yang tidak memanusiakan wanita. Gambar ini jelas dibuat untuk membuat orang lain iri. Guin sendiri bahkan tidak ingat ketika Airlangga merangkul dan menggiringnya ke mobil. Tapi di foto ini seolah-olah Airlangga sedang merangkul dan mencium kepalanya dengan mesra. Beruntung dalam foto ini wajahnya tidak terlihat jelas, lagipula waktu itu Airlangga meminta Guin memakai topi putihnya.

"Oppss shit" Umpatnya.

Demi apapun, hatinya mendadak risau, ia menggigit pipi dalamnya Sambil menurunkan desakan nafas yang terus menderu. Perlahan-lahan Guin menormalkan kembali ekspresinya.

"Yah, kirain apaan. Daripada kalian sedih mending sekarang kita ke Sekber. Gue udah dapet sesuatu biar kalian bisa ketemu bapak Airlangga yang terhormat itu".
Guin mengembalikan ponsel Melly lalu menarik kedua sahabatnya menuju Sekber.  Dia sudah memberitahu Galih tentang Abimana, tetapi dia tidak bilang bahwa dia mengenal lelaki itu.

Setibanya di Sekber, Galih langsung menghampiri Guin, menarik Guin agar mengikutinya. Baik Melly maupun Rani menjadi bingung sendiri dengan sikap Galih hari ini. Mereka memilih tak ambil pusing, nanti Guin pasti bercerita jika sesuatu telah terjadi.

Mereka berdua kemudian duduk diikuti oleh beberapa pengurus inti yang hadir hari ini. Setelah mendapatkan timing yang tepat, Guin segera menunjukkan kartu nama Abimana ke forum.

"Oke, sekarang kartu nama ini biar jadi benda keramat buat ketua kita aja ya temen temen. Lih sini dong" Guin agak sebal karena hari ini Galih kurang begitu responsif.

Galih mengambil kartu nama itu, matanya masih menatap Guin, jenis tatapan menyelidik. Bagi Guin sendiri, ia tidak memiliki kewajiban menjelaskan asal muasal kartu nama itu. Jadi dia hanya diam sambil menunggu Galih meredam amarahnya. Ia menduga Galih marah, tetapi ia tidak tahu penyebab kemarahan Galih.

"Biar aku yang menghubungi orang ini"
Begitu Galih merespon dengan sangat baik, Guin buru-buru mengisi rongga dadanya dengan udara. Perasaan lega menyusup membuatnya menaikkan sudut bibir.
Syukurlah Galih nggak marah ternyata.

"Guin ada yang perlu kita diskusiin setelah ini. Lo pulang bareng gue" bisik Galih setelah pertemuan kecil panitia hari ini selesai.

Beberapa orang meninggalkan sekber, menyisakan Galih dan Guin di dalam sana. Tidak ada yang bersuara, keduanya masih sibuk pada urusan masing-masing selama beberapa saat. Guin sedang membalas pesan Abimana mengenai jadwal Airlangga yang luar biasa padat Minggu depan.

Lihatlah, baru saja mereka bertemu 2 hari yang lalu, hari ini ini Guin sudah disuguhi agenda Airlangga. Tidak, ia memang tidak keberatan. Justru dengan begini dia merasa lebih tenang. Rasanya seperti mengatur jadwa suami. Upssss!.

Galih memberikan ponselnya kepada Guin, menunjukkan gambar yang sama dengan yang tadi dilihatnya. Guin sudah menduga Galih akan mengenalinya. Tetapi Guin belum siap jika hubungannya yang masih abu-abu ini diketahui banyak orang.

"Bentar, ini maksudnya apa lih? Jangan bilang Lo juga jealous kayak Rani sama Melly".

Galih menjitak kepala Guin, membuat gadis itu meringis lalu menempeleng kepala Galih sebagai balasannya.

"Aishh, Galih rese"

"Guin, cewek di foto ini Lo kan? Ngaku Lo sama gue!" Galih menatap mata Guin, mencari cari letak kegugupan atau kebohongan yang akan di utarakan Guin.

"Ahahahahahaa, ya ampun Galih. Kok Lo tau sih itu gue. Cantik banget ya gue di foto itu." Guin menaik turunkan matanya menggoda Galih yang sedang terlihat kesal.

"Gak lucu, gue serius Guin" Galih memegang kedua pundak Guin erat. Alih alih takut, Guin justru memasang wajah tanpa dosa.
Ia menyunggingkan senyum jumawanya.
Galih melepaskan tangannya, ia duduk di samping Guin sambil memijat keningnya.

"Jangan bilang Lo kemakan omongan gue kemaren? Lo percaya bapak Airlangga itu tunangan sama cewek model gue?. Lih denger gue! Menurut Lo dia bakal tertarik sama cewek kayak gue?. Coba Lo pikir baik baik dan kalo Lo udah nemuin jawabannya, coba kasih tau gue." Guin meninggalkan Galih dengan perasaan berapi-api.

Ia harus mengatakan ini jika tidak ingin semua orang tahu, ia memulainya dari Galih. Biarkan orang lain berfikir mereka tidak cocok. Sangat tidak cocok jika dilihat dari berbagai perspektif. Selain itu ia butuh jawaban Galih untuk meyakinkan kembali dirinya agar tidak terlalu banyak berharap kepada Airlangga.

Airlangga. Pria itu seperti menghilang, setelah malam itu batang hidungnya tak terlihat di setiap sudut kota. Barangkali dia memang hanya di gedung MPR atau badan legislatif lain. Tidak keluar kecuali hal yang sangat mendesak.

Pesan dari Abimana menarik perhatian Guin, ia menghentikan kakinya, mencari tempat bertumpu sejenak lalu membuka aplikasi chat untuk membalas pesan lelaki itu.
Mereka akhirnya menemukan cara agar di hari H seminar Airlangga bisa hadir dan menjadi pemateri. Awalnya Guin sempat meringis membaca jadwal Airlangga di Minggu pertama ketika dia menjabat sebagai menteri pertahanan.

Sangat padat, bahkan Guin ragu Airlangga masih bisa bernafas setiap detiknya, atau sekedar ke toilet untuk mengosongkan kemihnya.

Ah sudahlah, dia sudah pernah mendengar sebuah kalimat ampuh di salah satu film favoritnya.
'Dengan kekuatan yang besar, akan datang tanggung jawab yang besar(Spiderman).

Dan pertanyaannya, apa mereka bisa bersama? Dalam artian sebagai pasangan normal. Ah, Guin kamu terlalu berpikir jauh, lihatlah penampakanmu juga lihat siapa kamu dan siapa dia.

Masih punya nyali untuk lebih baper lagi?.

Terlepas dari masalalu yang mengikat mereka, nyatanya Guin bukan siapa-siapa.

Tanpa sadar Guin menendang sebuah kaleng minuman di depannya.

'sialan'

Saat sadar apa yang baru keluar dari rongga mulutnya, ia meringis.
'Aishhh, aku baru saja mengumpat' gerutunya sambil berlalu.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now