19. My Mom

11.5K 831 9
                                    

Di tengah ramainya bandara, Jennifer El Rhodes berjalan dengan anggun, tanpa memperdulikan beberapa orang yang menatapnya heran. Ia merasa sudah menggunakan fashion paling sederhana yang ia miliki, namun tetap saja Blazer Dior hitam dan tas Chanel merah darah yang ia kenakan  masih membuatnya terlihat mencolok. Apa boleh buat, ia memang terlahir menarik. Sambil merapatkan kembali blazernya, wanita di akhir 40 an itu menatap lurus ke arah keluar bandara. Tujuannya setelah ini sangat sederhana, yakni membeli beberapa potong baju lokal sederhana agar tak terlihat mencolok. Juga sandal, pikirnya.
___________________________________________

Guin mengerjabkan matanya perlahan, kepalanya masih agak pusing. Ia ingat semalam ia menangis histeris membuat Airlangga memeluknya hingga tangisnya reda, namun Guin sendiri malah tertidur. Lalu Bagaimana keadaan Kaisar juga Pamannya setelah semalam ia mengamuk? Dimana Airlangga?

Ia mengamati sekitar, menemukan beberapa perabotan mewah mengisi kamar hotel itu. Desainnya sangat mewah dan berkelas. Ini bukan kamarnya! My God!!! Otak Guin mau tidak mau berspekulasi sesuatu yang tidak-tidak. Ia meraba tubuhnya, Aman.! kemudian mencari ponselnya yang ternyata berada di bawah bantal. Fyuhh.

'masih 06.45' gumamnya.

Guin segera keluar dari kamar hotel tersebut, mencari lift terdekat untuk kemudian turun ke arah receptionis. Jangan sampai hotel ini letaknya jauh dari hotel tempat teman-temannya menginap. Bisa gawat dan panjang urusannya.  Ketika sampai di receptionis Guin mengelus dadanya perlahan. Ia mulai bernafas seperti biasa.

Rupanya hotel ini sama dengan tempatnya menginap. Pasti Airlangga yang membawanya.

Kakinya melangkah menuju lantai tempat teman-temannya menginap, setelah mendapatkan kamarnya, ia masuk dan mendapati Rani yang masih terlelap.

Alarm berbunyi nyaring, membuat Rani yang terlelap tiba-tiba bangun. Sementara posisinya Guin sedang duduk disamping Rani yang akan terbangun.

"Kyaaa.a.a.a.a.a.a.a.a" Teriakan Rani membuat Guin meringis. Ia langsung berdiri untuk menyalakan saklar lampu terdekat.

"Gue Guin Ran, astaga. Lo main teriak-teriak aja, sakit kuping gue" Guin setengah berteriak.

"Biar, biar aja sakit kuping Lo, tau nggak sih, Lo tu gue cariin Sampek Malioboro sampe tengah malem. Ponsel Lo mati, dan Lo nggak pamit apa-apa ke gue, oh my God. Guin" Rani berapi-api mengucapkan kalimat itu. Membuat Guin sedikit merasa bersalah.

"Sorry, Ran"

"Lo tau kan, Lo itu ketua pelaksananya, tapi malah gue yang kalang kabut ngurusin acara ini, gue capek. Belum lagi besok pas pulang gue juga ada conference dan belum nyiapin apa-apa. Adoooh Guin, sumpah kalo Lo bukan sahabat gue, udah gue sat set, jrat jret, Keek" Rani menirukan jurus pencak silat asal-asalan dengan wajah berapi-api. Dalam hati Guin ingin tertawa melihat tingkah sahabatnya.

"Jadi tadi malem Lo kemana?" Rani menodong dan tak bisa dihindari Guin.

"An...anuu"

___________________________________________

Milla, gadis yang menjadi saksi pertemuan Guin dengan Kaisar masih terus memikirkan nasib temannya itu. Ia takut Guin dilecehkan oleh sang Don Juan kelas nirwana itu.

"Mel, si Guin baik-baik aja kan ya?" Melly mengeliat dari tidurnya. Sebenarnya ia sulit tertidur, hingga pukul 3 subuh ia baru bisa terlelap. Ia juga memikirkan keadaan Guin.

"Gue, nggak tau, menurut Lo gimana?apa Lo percaya kalo cowok tadi kakaknya Guin?". Melly bangun lalu duduk selonjoran disamping Milla." Guin itu udah enggak punya keluarga, Mil. Terakhir kalo nggak salah neneknya yang meninggal. Pas bertepatan sama Ospek waktu dia SMA dulu"

The Minister is MineWhere stories live. Discover now