42. FALLING THORNS

8.8K 777 24
                                    

Allura melenggang masuk ke apartemennya. Pikirannya was-was dan tidak tenang setelah tadi pagi bertemu Airlangga. Ia segera mengemas beberapa pakaian dan kebutuhannya. Ada yang janggal dengan beberapa hari ini, dan ia memutuskan untuk pergi melarikan diri sebelum dirinya tertangkap. Ah, apa ia akan tertangkap?. Penjara adalah tempat paling menyeramkan baginya.

Kedatangan Airlangga ke Austria secara kebetulan serta keramahannya yang tidak biasa, membuat Allura justru berspekulasi lain. Disisi lain, Allura kembali mengingat reaksi berlebihan ayahnya hanya karena ia membunuh 2 orang tidak berguna seperti Melly dan Rani. Allura tahu, ayahnya telah membunuh jauh lebih banyak nyawa di luar sana meski secara tidak langsung. Frederick bukan orang suci dalam dunia politik, ayahnya adalah salah satu pemicu konflik di Haiti hingga sang presiden Jovenel Moïse terbunuh. Sungguh luar biasa kemampuan silat lidah serta hasutan yang ayahnya lakukan demi kepentingannya.

"Kamu akan kemana?" Seorang pria yang baru saja keluar dari kamar mandi berjalan menghampiri Allura. Pria itu hanya mengenakan bathrobe untuk menutupi tubuhnya.

"Aku ingin liburan" katanya sambil memasukkan beberapa potong dress ke dalam koper. Ia kemudian melihat ponselnya untuk mengetik beberapa pesan kepada seseorang. Keningnya berkerut dalam menandakan ia sedang berpikir keras.

"It's a joke. I knew you so well." Pria itu berusaha menggenggam tangan Allura. " Bagaimana dengan kita?" Tanyanya menuntut.

"Come on Jarren," Allura menghempaskan tangan Jarren."kita tidak pernah memulai apapun, kejadian kemarin tidak berarti apa-apa"

"Ngomong-ngomong, apa kamu masih memiliki uang cash, aku sedang butuh, untuk pergi dari sini"

Jarren meremas pundak Allura ketika wanita itu hendak mengambil barangnya lagi. Ia menggeram tertahan.

"Kamu anggap kemarin bukan apa-apa?" Ia membalikkan tubuh Allura agar sejajar dengannya."Bukankah itu yang pertama untukmu? I am in. Bagaimana jika kamu mengandung?" Tanyanya, menyorot tajam ke arah Allura.

"What did you say?" Allura balik menatap Jarren."Please, " Allura meremas lengan Jarren. Wajahnya pias, terbayang kekangan yang selama ini ia terima. Sungguh ia juga ikut khawatir. Bagaimana jika ia mengandung? Tidak. Ia tidak ingin memiliki anak, ia tidak ingin anaknya bernasib sama dengannya. Terlahir dengan hanya memiliki orang tua tunggal yang temperamental dan overprotektif seperti Frederick sangat menyiksa.

"Jarren, say something!" Allura menonjok pundak Jarren, menyalurkan kekesalannya. Demi tuhan ia tidak memiliki pengalaman apapun tentang kontrasepsi dan pengaman. Dan benar, kemarin adalah yang pertama baginya.

"We did, Allura." Jarren membawa Allura kedekapannya. Ia mengelus surai wanita itu dengan hati-hati. "Look at me, I'm here for you"

Allura memeluk Jarren untuk beberapa saat, menyalurkan rasa cemas, khawatir dan takut yang sedang menderanya. Ia adalah seorang pembunuh. Jikalau benar ia akan mengandung, Anaknya kelak pasti malu karena memiliki ibu seorang pembunuh. Belum lagi reaksi Frederick, pria itu pasti membunuhnya jika mengetahui dirinya mengandung bahkan sebelum terikat dengan seseorang. Allura merasakan gejolak tidak menyenangkan di dadanya. Ia meremas punggung Jarren sebelum melepasnya. Rasionalitasnya kembali bekerja.

"Jarren," Allura berhasil melepaskan diri" give me some money. Aku harus segera pergi." Jarren terbengong-bengong, apa wanita ini tidak memiliki perasaan?

"Come on, what's the problem? " Jarren masih berusaha meraih tangan kecil Allura, menggenggamnya.

"Aku seorang pembunuh, aku pembunuh, aku membunuh 2 orang untuk membuat istri Airlangga menderita karena kehilangan." Allura menatap tepat ke arah Jarren."Aku pembunuh! Kamu pikir aku bisa berkeliaran bebas?"teriaknya berapi-api.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now