4. A Banquet

23K 1.8K 17
                                    

Untuk pertama kalinya Guin tidak begitu semangat menyambut hari Sabtu. Jika biasanya ia akan bergegas untuk melakukan sesuatu lalu pergi bekerja. Hari ini tubuhnya seperti terkena gravitasi kasur.

Kepalanya masih terisi nama pria itu. Sambil mengusap-usap cincin emas di kalungnya Guin mengingat kejadian 5 tahun yang lalu. Kenangan itu awalnya membuat orang lain mual, tetapi setelah mengetahui esensi dari terikatnya mereka, rasa iri akan muncul. Saat itu Guin hanyalah Gadis kelas 2 SMP yang bahkan tidak tahu tentang pernikahan akan seperti apa, tiba-tiba ditunangkan.

'Apa aku akan bermain rumah-rumahan dengan mas Airlangga ini?'
Guin tersenyum masam mengingat pikiran polosnya tentang rumah tangga yang bahkan ia sendiri tidak tahu maknanya saat itu.

Terlepas dari semua itu, Guin hanyalah.. ya Guin hanyalah Guin..  seorang gadis biasa, yang setelah diikat pasti ingin disayang juga. Setidaknya di akui atau lebih lebih langsung dinikahi, Eh. Pikiran Guin mulai melantur.

Baik, sepertinya Dia butuh pengalihan secepat mungkin, mengingat Airlangga dapat menyebabkan hipertensi, penuaan dini serta penyakit hati.

Guin melangkahkan kaki kecilnya ke dapur, ia menyiapkan masker sederhana yang berbahan tepung beras dan susu, lalu mencampurkan bahan tersebut untuk kemudian dioleskan di wajahnya. Ini memang rutinitasnya di hari Sabtu dan Minggu.
Menjadi Banquet harus memiliki penampilan yang setidaknya layak untuk dilihat. Jadi dia selalu merawat wajahnya agar bossnya tidak memiliki alasan untuk menendangnya.

Pekerjaannya dimulai dari pukul 3 sore hingga 10 malam, namun jika ada pesta di ballroom maka dia akan pulang lewat tengah malam. Bukan jam yang bagus untuk seorang gadis pulang sendirian, jadi dia akan menginap di indekost temannya dan baru pulang ke kostnya saat subuh.

Dia tidak memiliki keluarga lagi, jadi tidak ada yang akan mencarinya meski dia tidak pulang. Ia tahu hidupnya tidak memiliki banyak pilihan, menjadi Banquet bukan keinginannya, tapi pekerjaan ini adalah pilihannya.

Memangnya ada pekerjaan part time yang lebih menjanjikan selain menjadi Banquet disini?.
Dan gadis itu akan menjawab tidak ada.

Dan jika bukan karena rekomendasi dari orang yang pernah dia tolong, dia tidak akan memiliki pekerjaan ini.

⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫

Jamuan malam yang diadakan di Four Season malam ini cukup menarik perhatian para Banquet lain, tidak seperti biasanya. Tamu tamu malam ini kebanyakan adalah orang berplat merah. Dari bilik dapur Guin dan beberapa temannya sedang bersiap diri, beberapa gadis keluar terlebih dulu untuk melihat tamu yang akan mereka layani malam ini.

Guin menyusul, dia kebagian mengawasi dan melayani 2 meja malam ini. Dia berjalan menghampiri sebuah meja di tengah ruangan, salah satu dari meja yang diberi hidangan dan minuman lebih. Guin berpikir pemilik meja ini pastilah seorang petinggi, atau setidaknya orang orang khusus. Ada sebuah kursi yang masih kosong di meja yang didominasi oleh pemuda tampan itu, Guin menunggu beberapa saat sambil mengawasi 1 meja lain yang tak jauh darinya.
Seseorang dari meja lain melambai, Guin menghampiri perempuan itu.

"Aku mau Vodka, atau brandy. Bawakan kesini"

Guin mengangguk, lalu pergi mengambil apa yang diinginkan perempuan itu. Sambil membawa minuman, Guin melihat meja yang tadi masih ada kekosongan sudah terisi. Ini artinya sebentar lagi acara akan dimulai.

"Thanks"
Guin tersenyum dan mengangguk, ia menuangkan minuman anggur itu ke gelas. lalu lanjut berdiri di samping perempuan itu.

Tiba tiba beberapa sumber cahaya dimatikan, hanya ada 3 lampu yang dibiarkan menyala yakni 1 lampu di atas podium dan 2 lampu sorot. Suasana hening untuk sesaat lalu digantikan dengan suara MC yang akan memandu acara ini.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now