7. My magical mystery road

19K 1.5K 32
                                    

Keesokan harinya, Guin sudah mendapati kabar bahwa Abimana memberikan respon positif. Galih bahkan langsung mengumumkan untuk diadakan rapat lebih banyak dari jadwal yang seharusnya. Semua ini mereka lakukan agar acara ini berjalan dengan baik. Bagaimanapun juga mereka membawa nama kampus bukan hanya organisasi yang menaungi.

Guin mengikuti kelasnya pagi ini dengan malas malasan. Mata kuliah satu ini tidak diambil oleh Rani dan Melly jadi ia tidak bisa bertanya kepada mereka tentang iklim dan jajarannya. Ia tidak begitu fokus mendengarkan pak Sindhu saat dosennya satu itu menerangkan tentang pola cuaca di berbagai negara. Sedari tadi ia hanya sibuk menghitung dalam hati.

"Enam hari lagi" gumamnya. Lalu ia menulis angka 6 di buku catatan yang seharusnya berisi rumus-rumus menghitung curah hujan.

Tiba-tiba ia mendengar namanya disebut, buru buru ia mengangkat tangan.

"Saya pak" Guin mendengarkan instruksi dosennya, lalu maju ke depan. Di papan putih itu ada sebuah soal tentang  curah hujan yang harus ia selesaikan. Diantara mata kuliah lainnya, Agroklimatologi cukup membuat Guin ketar ketir. Jiwa malasnya terkadang mendominasi sehingga untuk menghitung ia menjadi lemah. Meski tidak pernah absen saat mengikuti praktikum, nyatanya Guin sering kesusahan saat ada kuis mendadak di mata kuliah ini.
Guin melihat deretan angka yang tertera, ia mengingat ingat rumus yang ia pelajari Minggu lalu. Dengan sedikit usaha dia bisa menyelesaikan soal itu. Ia kembali ke kursinya sambil bernafas lega.

Jurusannya memang tidak sekeren anak anak kedokteran, dan terkadang sering dipandang sebelah mata oleh orang lain. Tetapi Guin menyukai apa yang ia pilih saat ini.
'Bahagia itu pilihan'. Guin selalu merapalkan kalimat itu di dalam hatinya.

Akhirnya Di sisa jam pelajaran, Guin mendengarkan penjelasan dosennya dengan hikmat. Setelah kelas selesai buru-buru ia mengecek ponselnya. Sedikit berharap Airlangga menghubunginya. Sebenarnya tidak sedikit, tetapi banyak. Ia banyak berharap Airlangga memberi kabar atau berbasa basi. Guin mendesah, tidak ada pesan atau panggilan dari Airlangga. Ia berjalan gontai ke arah kantin, perutnya minta diisi. Setelah pesanannya datang, Guin melahap Mie ayam dihadapannya dengan lahap. Rupanya makanan bisa mengalihkan moodnya.

Drrrt..
Dengan mulut penuh, Guin mengangkat panggilan dari nomor asing tersebut. Ketika panggilan tersambung Guin menelan kasar Mie ayam itu, lalu menyambar air mineral dan meneguknya cepat.

'Airlangga, benar benar orang ini. Ditunggu lama tapi tidak menelpon, Sekali menghubungi membuat aku malah ingin menghajarnya ' Guin memdumel dalam hati, ia merasa tenggorokannya agak sakit karena dipaksa untuk menelan makanan  yang belum halus.

"Guin, How have you been?" Mengabaikan rasa sakit di tenggorokannya, tanpa sadar sudut bibir Guin terangkat, ia sempat ber hehehe sebelum menormalkan lagi ekspresinya.

"Siapa?" Ia berpura-pura tidak mengenali suara penelepon, tetapi diam-diam dalam hati berbunga-bunga karena Airlangga menghubunginya.

"3 menit, aku hanya punya waktu 3 menit untuk menghubungi kamu. Setelah ini ada rapat dewan. Kamu sudah makan?"

"Mas, aku sedang makan mie ayam ketika kamu menghubungiku, aku hampir tersedak saking sen.." maksud hati ingin memarahi pria itu, tetapi saat ia menyadari apa yang ia coba katakan, dia diam dan tak berniat melanjutkan. Dia malu. Pipinya sudah memerah sekarang.

Suara tawa Airlangga menyambutnya, tidak merdu sama sekali justru sangat menjengkelkan. Jika Guin bisa meraihnya, sudah pasti gadis itu akan mencubit Air sampai puas.

"Aku baru tahu kamu merindukanku sebesar itu, tenang saja aku akan datang di mimpimu malam ini untuk mengobati rindumu"

Guin mendengus geli, untuk seorang pria model Airlangga menggombal seperti bukan gayanya. Mungkin hari ini pengecualian. Guin menggigit bibirnya, ia dilema antara ingin segera mengakhiri panggilan ini atau mendengarkan pria itu berbicara lagi beberapa menit ke depan. Sebagian dari dirinya merasa malu digombali seperti itu, kakinya sedah lemas.

The Minister is MineWo Geschichten leben. Entdecke jetzt