9. Kaisar Si Pembuat Onar

17.2K 1.1K 11
                                    

Seperti hari Sabtu sebelumnya, Guin akan bekerja menjadi banquet. Ia sudah bersiap-siap dan sebentar lagi akan berangkat. Semalam ia sudah meminta Galih untuk mengantarnya. Setelah memasukkan ponsel Guin mendengar suara klakson, ia yakin itu adalah Galih. Ia menutup pintu kosnya lalu berjalan ke arah pagar.
Setelah membuka pagar, bukan mobil Galih yang ia dapati. Melainkan sedan mewah yang berisikan Abimana di dalamnya. Dengan tergesa-gesa Guin menghampiri pria itu.

"Permisi pak, saya merasa tidak memiliki janji dengan Airlangga, jadi  bisa bapak pulang? karena Saya harus bekerja" katanya kepada pria itu.

Pria itu terkekeh.

"Memang tidak, tapi saya yang akan mengantarkan nona. Pak Airlangga akan memecat saya jika saya tidak memastikan anda sampai dengan selamat"

"Baiklah" Guin akhirnya masuk, duduk di samping kursi kemudi. Ia tidak enak jika duduk di belakang. Menurutnya kurang sopan. Memangnya Abimana ini sopirnya?.

Ponselnya berdering, nama Galih terpampang nyata disana.

"Halo, lih nggak jadi. Gue bareng temen. Thanks ya" Singkat, padat dan jelas.

"Oke, nanti kabarin aja kalo minta jemput"

"Siap boss".

Guin hanya diam sepanjang perjalanan, ia tidak menemukan topik penting untuk dibahas. Tetapi sebelum turun ia berkata kepada Abimana.

"Pak, nanti saya pulang sendiri. Tidak perlu dijemput. Saya yakin anda juga perlu istirahat".

"Akan saya pikirkan" ucap pria itu.

Guin tidak puas, ia memberikan tatapan bertanya kepada Abimana. Namun pria itu hanya tersenyum dan mengangguk. Lalu sedan hitam itu berputar, meninggalkan Guin di depan lobby.

Tanpa memikirkan lebih jauh ucapan Abimana yang tidak memuaskan itu, Guin masuk ke hotel. Ia menghampiri beberapa Banquet yang ia kenal. Setelah bersiap-siap, Guin keluar dari ruang ganti. Hari ini ballroom lumayan ramai, Guin menyemangati dirinya untuk tetap bekerja dengan baik. Saat Guin membawa segelas cocktail, ia merasa badannya didorong ke depan. Ia tidak sempat melihat siapa yang mendorongnya, karena detik selanjutnya desisan seseorang memenuhi telinganya.

"How dare you!!" Mata biru pria itu memerah, menatap marah ke arah Guin. Tangannya yang besar itu mencengkram rompi luar Guin hingga ia maju beberapa centi ke arah pria itu.

"Gosh. Don't fuck with me!! Armscray!!" teriakan itu membuat beberapa temannya melirik penasaran ke arah mereka, Guin sendiri sudah gemetar di bawah kungkungan pria western itu. Ini salahnya, cocktail itu sekarang sudah berpindah dan mengotori jas serta kemeja pria ini.

Guin menatap mata pria itu takut takut, ia sudah hampir menangis tapi masih berusaha untuk meminta maaf karena ini mutlak salahnya. Sekalipun ada yang menyenggolnya, seharusnya dia bisa fokus agar hal tadi dapat terhindarkan. Guin merapatkan kedua telapak tangannya, menatap pria itu dengan mata berkaca-kaca.

"Please, forgive me Sir." Guin masih menatap pria itu, hingga rompinya sudah terlepas dan ia bisa berpijak dengan benar. Sejenak ia mengambil nafas.

"I am sorry sir. I didn't intend". Beberapa orang mulai menatap terang terangan ke arah mereka, Guin sendiri sudah ketat ketir, orang ini pasti orang yang tempramental. Sangat sulit untuk menyelesaikan dengan mudah ketika sudah menyentil egonya.

Di luar dugaan, pria itu menarik tubuh Guin. Di tengah-tengah tatapan semakin penasaran semua rekan kerjanya, pria itu memeluknya erat. Lalu membisikkan sesuatu kepada Guin.

"Follow my rules if you still want to alive" Guin mengangguk, membiarkan pria itu mengambil alih. Setelah pria itu melepaskan pelukan, orang-orang kembali lagi dengan aktivitasnya, seolah-olah hal tadi tidak pernah terjadi. Mereka bersikap tidak ingin tahu.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now