36. CLASS MEETING

10.2K 885 64
                                    

Suasana lapangan fakultas pertanian sangat ramai pagi ini. Pasalnya Himpunan Jurusan sedang mengadakan  lomba-lomba untuk cabang olahraga antar kelas. Guin ikut meramaikan dengan mengikuti lomba futsal dan volly.

"Gabriel, ....."

"Kak, El ganteng banget sumpah"

"Kak El....."

Suara beberapa supporter menggema begitu Gabriel memasuki lapangan basket bersama timnya. Atensi Guin beralih menatap Gabriel yang balik melihatnya. Namun, lelaki itu hanya menunduk dan tidak tersenyum atau menyapa Guin seperti dulu.

Guin sadar akhir-akhir ini ada yang berbeda dari Gabriel. Temannya satu itu seperti menjaga jarak dan bersikap asing kepadanya. Sangat asing. Ada sorot terluka yang selalu ditampilkan Gabriel ketika mereka bertemu tapi tidak saling menyapa. Guin sendiri juga tidak berniat memperbaikinya. Setidaknya sebelum Gabriel meminta maaf kepada kakaknya. Kaisar. Sungguh penipu seperti Gabriel sangat ingin dihindarinya.

Mengabaikan Gabriel, Guin kembali melihat ke lapangan futsal. Lapangan fakultas pertanian terdiri dari 4 bagian, ada lapangan futsal, volly, basket dan badminton. Ketika tim futsal kelas A berhasil mengalahkan kelas C, berarti sebentar lagi gilirannya untuk bertanding. Guin, Rani dan beberapa rekannya dari kelas B bersiap-siap sebentar, lalu menuju lapangan.

"Guin, Rani ..ayo Cantik-cantikku... Kelas kita harus banget menang" itu suara Melly. Beberapa teman sekelasnya ikut memeriahkan dengan menyanyikan jargon-jargon khas untuk pertandingan.

"Rani, kita pasti bisa menang" Guin melakukan tos dengan Rani sebelum menempati posisi masing-masing.

Selanjutnya Guin tidak lagi menghiraukan teriakan teman-temannya di pinggir lapangan. Ia fokus pada bola dan lawannya. Beberapa kali ada yang berusaha menjegalnya, namun ia berhasil berkelit dan....

'GOL'

Satu skor berhasil dia cetak. Sorak teman-temannya semakin menggema, membuatnya semakin bersemangat. Ia kembali merebut bola dari lawan, hingga hampir berhasil melakukan tendangan ke gawang sebelum tiba-tiba ada yang mendorongnya dari belakang.

Brukk.

Oh tidak, rasa sakit di dadanya mulai menyebar. Posisi jatuhnya yang tengkurap membuat dadanya semakin terhimpit. Guin berusaha berdiri namun rasa sakit itu semakin menusuk, nafasnya mulai terengah-engah. Ia kembali ingat wejangan suaminya, bahwa tulang rusuknya masih dalam tahap pemulihan. 

Seorang wasit membantunya berdiri, kemudian memberikan kartu kuning untuk mahasiswi yang telah mendorong Guin.

"Pak, saya ingin berganti pemain." Ucapnya menahan rasa sakit.

Melly menghampiri Guin sebelum ia memasuki lapangan pertandingan untuk menggantikan Guin.

"Guin, Lo nggak papa. Kayak susah buat nafas." Melly memberinya air mineral sambil menepuk-nepuk pundak Guin.

"Kayaknya gue harus balik deh Mel." ucapnya sambil berusaha meraih smartphone dari tas.

" Mas, bisa ke kampus sekarang? "

"...."

"Iya, cepetan kesininya."

Guin menepi dari lapangan, duduk selonjor di tepian bangunan tempat para penonton. Punggungnya ia sandarkan di dinding sambil terus mengambil nafas perlahan. Tubuhnya terasa lemas dan berkeringat dingin. Ia mengirim pesan kepada Airlangga berharap suaminya segera menghampirinya.

Airlangga is calling.

Guin menengok sekitar sambil mengangkat telpon dari Airlangga. Itu dia, suaminya sedang berada di pintu masuk lapangan.

The Minister is MineWhere stories live. Discover now