7

82.6K 4.8K 107
                                    

Ginela nyaris tidak bisa tidur nyenyak karena Alaric. Bisa-bisanya membuatnya terbuai lalu dihempaskan begitu saja. Semalaman dia membayangkan belaian Alaric yang memanas tapi berhenti di tengah jalan. Alaric sialan!

Ginela membubuhkan bedak tabur di wajahnya lalu lipstik berwarna nude. Dia sudah siap berangkat kerja. Dia melirik kotak makan yang Alaric kirim untuknya tapi belum dia sentuh. Dia biasa sarapan hanya dengan teh panas lalu makan pagi di kantor.

"Selamat pagi," sapa Alaric saat Ginela membuka pintu. Dia kaget melihat bosnya sudah rapi berdiri di depan pintu apartemennya.

"Pak Aric ngapain di sini?"

"Menjemputmu."

"Saya bisa berangkat sendiri."

"Saya harus memastikan kamu aman."

"Pak, apartemen sini ke kantor itu dekat banget. Jalan kaki aja sampai." Ginela memberi tekanan pada setiap kata. Bisa gempar di kantor pulang pergi bersama bos.

"Nggak bisakah kamu bilang makasih saja?"

"Terima kasih, Pak. Tapi saya takut jadi ada gosip. Saya saja sudah memikirkan alasan semalaman karena pulang bareng bapak kemarin."

"Kan kamu calon istri saya. Untuk apa ditutup-tutupi."

Ginela terdiam, mencari kalimat yang tepat untuk bosnya.

"Pak, sebelum kita benar-benar menikah saya minta tolong sekali, kita jaga jarak. Boleh ya, Pak?"

"Baiklah. Berarti kamu setuju untuk menikah 'kan?"

"Iya, iya. Tapi sekarang saya berangkat kerja sendiri saja. Saya mau jalan kaki."

"Jangan. Nanti capek. Naik mobil saja nanti saya turunin di pertigaan bagaimana?"

"Deal."

Ginela tidak mau berdebat lagi. Bisa-bisa dia telat sampai kantor. Lagi pula belum tentu keluarga Alaric setuju dengannya. Siapa yang mau punya menantu tidak jelas bebet bibit bobotnya seperti dirinya? Ginela sadar diri karena itu dia memilih sendiri. Hal itu lebih baik untuk hidupnya dan kesehatan mentalnya.

Baru saja memikirkan kesehatan mentalnya, sekarang mentalnya langsung rusak. Bagaimana tidak rusak kalau tiba-tiba saja mendapatkan morning kiss yang begitu lembut, dalam, dan diakhiri dengan kecupan? Bosnya memang brengsek. Tahu saja cara membuatnya hilang akal. Rasanya ingin sekali membolos kerja dan seharian di atas kasur.

"Ayo berangkat!" Alaric menarik pergelangan tangan Ginela yang merapalkan sumpah serapah dalam hati.

***

Seperti dugaannya. Kasak-kusuk tentang dirinya dan Alaric menyebar luas. Ginela tapi tidak peduli. Dia hanya menanggapi dengan senyuman. Dia tidak mau menjelaskan macam-macam. Lagi pula tidak semua orang mau menerima jawabannya. Terkadang orang lebih percaya apa yang ingin dipercaya bukan faktanya.

Apalagi dengan image Ginela yang hanya karyawan biasa, berpenampilan biasa, dan tidak ada yang menonjol. Ya, Ginela memang tidak berusaha mencari perhatian di kantor. Dia lebih suka liar di luar kantor. Di kantor tugasnya bekerja dan mengumpulkan pundi-pundi uang untuk bersenang-senang.

Makan siang kali ini Ginela tidak ke ruangan Alaric. Dia lebih dulu mengirim pesan akan makan di luar dan mengirim foto sebagai bukti dia makan sehat. Jadi Alaric tidak punya alasan memaksanya makan bersama.

"Lo sibuk banget, sih?" tanya Zio yang risih Ginela terus membuka ponsel. Selama ini Ginela tipe orang yang makan tanpa memainkan ponsel dan lebih suka mengobrol.

"Gue harus laporan."

"Laporan apa? Lo punya pacar?"

"Nggak ada. Laporan sama bos kalau gue makan sehat," jawab Ginela masih dengan mata tertuju pada layar ponsel.

One Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang