32

29.7K 2.3K 41
                                    

"Nggak bisakah kamu mempercayaiku?"

"Baiklah. Kita pulang saja." Alaric melajukan mobilnya lagi. Dia tidak mau salah bicara dan semuanya jadi tidak baik.

Mereka diam sepanjang jalan bahkan sampai masuk ke apartemen. Ginela menatap dirinya di cermin kamar mandi. Sementara Alaric duduk di ruang kerja memijit pelipisnya berulang kali.

Bukan Alaric tidak percaya pada Ginela. Dia justru tidak percaya pada dirinya sendiri. Dia tidak tahu masa lalu Ginela. Benarkah seperti yang Zio ceritakan?

Saking putus asanya dia sampai bertanya pada Zio, orang yang dia pikir kenal Ginela cukup lama. Itu pun tidak disengaja.

"Mau masuk?" tawar Alaric saat akan masuk ke dalam lift.

"Nggak, Pak. Terima kasih. Saya tunggu lift sebelah saja," balas Zio.

"Ayo, naik saja. Lagipula tidak ada orang lain lagi."

"Terima kasih." Zio pun masuk setelah melihat ke sekeliling memang tidak ada orang lain. Saat itu juga sudah terlalu malam.

"Lembur?" tanya Alaric.

"Iya, Pak."

"Sudah lama kerja di sini?"

"Cukup lama, masuk bersama Ginela waktu itu."

"Oh, berarti kamu tahu soal Pak Rolan?"

Zio mengangguk, tidak berkomentar apapun.

"Boleh saya tanya?"

"Ya, Pak, silakan."

"Kita cari tempat untuk ngopi gimana?"

"Ya, Pak."

Zio mengikuti Alaric menuju kafe di lantai bawah. Duduk berhadapan dengan bosnya.

"Saya lihat kamu cukup dekat dengan Ginela."

"Kami hanya berteman," ucap Zio.

"Saya bukan mencurigaimu. Hanya ingin bertanya tentang Ginela. Apa kamu tahu penyebab mereka putus?"

"Soal itu maaf sepertinya Pak Aric bisa tanyakan langsung dengan Ginela. Saya takut salah jawab."

"Ya." Alaric menyeruput es Americanonya. "Apa mereka sudah lama putus?"

Zio masih diam, terlihat bingung menjawab pertanyaannya.

"Saya takut bertanya langsung membuat Ginela teringat masa lalu. Sepertinya kenangannya tidak terlalu bagus."

Zio sempat terdiam pun akhirnya bicara.

"Pak Rolan cinta pertamanya jadi saat itu mungkin Ginela butuh waktu untuk move on karena patah hati."

"Oh, begitu."

"Tapi yang terpenting bukan siapa cinta pertamanya tapi siapa di hatinya sekarang. Jadi Pak Aric tidak perlu khawatir."

Alaric tertawa sumbang. "Ya, kamu benar."

Alaric mengangkat wajahnya saat mendengar pintu diketuk dan kepala Ginela terlihat.

"Boleh masuk?"

"Masuklah!"

Ginela mendekat dan bersandar di meja.

"Masih marah?" tanya Ginela.

Alaric menengadah dan tersenyum tipis. Meraih kedua tangan Ginela lalu menggeleng pelan. "Aku bukan nggak percaya padamu. Aku justru nggak percaya diri karena itu aku butuh penjelasan."

One Night StandWhere stories live. Discover now