33

29.5K 2.3K 59
                                    

Hari-hari Ginela dilalui dengan mengacaukan dapur saat di apartemen demi kesehatan mentalnya. Dia tidak mau berlarut dalam kesedihan karena kesepian. Dulu dia juga sendiri, maka sekarang dia pasti bisa, yakin Ginela.

Kali ini dia mencoba membuat siomay udang yang dibalut sawi dan disiram saos asam manis yang dia buat sendiri. Tentu saja banyak peralatan yang beresakan setelah selesai memasak. Ginela puas dengan hasilnya. Kini tampilannya pun cukup menarik.

Ginela mengabaikan dapurnya, dia membawa masakannya ke meja makan. Dia mencobanya, lalu tersedak saos asam manis dari siomaynya. Matanya memerah sampai keluar air mata karena tenggorokannya terasa terbakar dan tercekik, hidungnya pun ikut terasa panas.

Ginela langsung meminum segelas air putih tapi rasa pedasnya tidak juga hilang. Tenggorokannya masih terasa sakit. Dia terlonjak kaget saat mendengar pintu terbuka. Kenapa Alaric sudah pulang padahal baru 2 hari? Buru-buru dia bangkit menuju dapur untuk membereskan kekacauan yang dia perbuat. Jangan sampai Alaric melihat dapurnya berantakan.

"Gin...."

"Ginela."

"Ya?" Ginela langsung berdiri tegak tidak jadi memungut sampah yang berserakan di lantai. Dia tersenyum kaku dengan mata masih memerah dan tenggorokan yang sakit.

"Kamu kenapa? Ada yang luka? Kenapa menangis?" Alaric memegang kedua bahu Ginela meneliti keadaan istrinya.

"Kenapa? Mana yang sakit?" tanya Alaric lagi karena kaget Ginela tiba-tiba memeluknya dan menangis tersedu.

Ginela menggeleng dan tetap memeluk Alaric. Dia rindu tapi tidak bisa berkata-kata. Lelah selama 2 hari berusaha mengabaikan perasaan yang semakin dalam.

Alaric pun akhirnya membalas pelukan Ginela. Jauh dari Ginela, dia kehilangan konsentrasi apalagi mereka tengah tidak baik hubungannya. Dia memadatkan jadwal demi cepat pulang dan melihat Ginela secara langsung.

"Gin, jangan menangis lagi."

"Jangan pergi lagi!"

"Aku pergi untuk kerja bukan yang lain jika itu yang kamu khawatirkan."

"Jangan pergi pokoknya!"

"Iya aku nggak akan pergi. Aku di sini." Di sisi lain Alaric senang Ginela membutuhkannya meski dia juga khawatir Ginela menangis.

Ginela masih memeluk erat Alaric. Dia tidak mau diabaikan lagi. Alaric pun tidak kalah erat memeluk Ginela, dia rindu dan senang Ginela memintanya untuk tidak pergi.

Perempuan depresi karena diabaikan, merasa sendiri. Sedangkan pria depresi saat merasa tidak dibutuhkan. Keduanya memiliki masalah sendiri yang hanya bisa dibayarkan oleh sebuah pelukan.

***

"Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" tanya Alaric setelah tangisan Ginela reda dan perempuan itu tidak lagi memeluknya. Dia bingung dengan dapur yang berantakan serta Ginela yang menangis keras saat memeluknya.

"Aku hanya memasak," jawab Ginela, lirih.

"Memasak?"

Ginela mengangguk.

"Aku masih tidak mengerti."

"Haruskah aku menjelaskan secara detail? Sungguh memalukan." Ginela menunduk malu.

"Sungguh aku nggak memahami ini. Maafkan aku. Apa yang kamu masak?" Alaric melihat sekitar, hanya ada dapur yang berantakan.

"Siomay udang."

"Mana? Boleh aku mencicipi?"

"Kamu mau? Ini sudah malam."

"Aku belum makan dari siang karena ingin cepat pulang dan bertemu denganmu."

One Night StandOù les histoires vivent. Découvrez maintenant