23

40.6K 2.8K 39
                                    

"Kak. Kak," panggil Dini sembari mencolek bahu Ginela.

"Ya? Mau ngajak makan? Tunggu bentar." Ginela memasang mode sleep pada komputernya.

"Itu..." Dini menunjuk pintu.

Ginela langsung mengulum senyum, bahagia tapi malu untuk memperlihatkannya. Alaric tengah berjalan ke arahnya.

"Jadi makan siang bareng?"

"Katanya meeting di luar," ucap Ginela dengen suara pelan dan memberi isyarat mata agar segera ke luar ruangan. Kehadiran Alaric membuat penghuni ruangan canggung.

"Memang, tapi ini pertamakalinya kamu ngajak makan bareng. Jadi saya pikir saya nggak boleh menolak."

"Anda benar, Pak. Sekali menolak saya, saya nggak akan mengajak lagi," bisik Ginela.

Mereka masuk ke ruangan Alaric, makan bersama di sana untuk menghemat waktu. Alaric sudah menyiapkan menu makan siang super lengkap seperti biasanya.

"Ayo, makan! Aku sudah memesankan makanan. Aku hanya punya waktu sebentar karena harus segera pergi ke gudang."

"Saya yang ngajak kenapa jadi Pak Aric yang nyiapin?"

"Kita hanya berdua dan ini waktu istirahat. Jangan panggil Pak."

"Oh, ok. Jadi sekarang kita pakai mode suami istri bukan bos dan karyawan?"

Alaric mengangguk seraya menarik Ginela agar duduk di sampingnya. "Duduk di sini saja."

Ginela menggulung lengan blusnya yang berwarna hitam dengan bahan sifon. Dia menoleh pada Alaric dan membantu pria itu menggulung lengan kemeja.

"Apa aku boleh menciummu di kantor?" tanya Alaric tiba-tiba.

Jawaban Ginela adalah merangkul leher bosnya dan mencium tanpa basa-basi. Awalnya pelan tapi lambat laun ciuman mereka berubah kasar.

Tangan Alaric sudah mengusap punggung mulus Ginela di balik ciuman lalu melepas tali blouse yang terikat seperti pita. Bibirnya menciumi leher dan turun ke tulang selangka wanita itu

Akhirnya ciuman itu berakhir saat Ginela sadar mereka di kantor. Ginela langsung membuang muka malu, menutupi mukanya yang pastinya memerah. Sementara Alaric masih linglung mengatur napas.

Alaric meraih wajah Ginela dan melihat wajah merona istrinya. Dia tersenyum dan merapikan rambut Ginela yang berantakan.

"Sepertinya kamu butuh merapikan diri."

"Kamu juga," balas Ginela yang melihat kemeja Alaric sudah terlepas kancing dan dasinya. Rambut Alaric pun berantakan.

Keduanya tertawa bersama dan merapikan diri barulah mereka makan menu yang sebenarnya.

"Maaf ya makannya jadi buru-buru," ucap Alaric.

"Nggak pa-pa. Besok lagi jangan gini. Kamu jadi bolak-balik."

"Ok. Tapi kalau urgent aku akan tetap balik buat kamu."

Mendapat jawaban seperti itu Ginela tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Boleh peluk?"

Alaric membuka tangannya dan Ginela langsung memeluknya. Pelukan yang cukup lama membuat Alaric heran.

"Apa ada masalah?"

Ginela menggeleng dan masih memeluk Alaric. Dia meyakinkan diri bahwa Alaric adalah suami dan masa depannya. Rolan hanyalah masa lalu yang sudah terlewatkan.

Ginela melepaskan pelukannya.

"Nanti malam kita butuh bicara. Sekarang aku pergi dulu. Kamu pulang sendiri nggak pa-pa 'kan? Karena aku pasti sampai sini malam"

One Night StandWhere stories live. Discover now