36

30.1K 2.2K 52
                                    

Akibat kegiatan malam dan quickie sex di pagi hari membuat Ginela lupa masalahnya yang belum dia diskusikan dengan Alaric. Dia baru menyadari memiliki masalah saat ada buket bunga mawar merah di mejanya yang dia pikir dari Alaric tapi ternyata bukan. Hanya ada kartu ucapan bergambar daun clover tanpa kata-kata.

Ginela melirik sekitar yang sudah ramai. Saat matanya beradu dengan Dini, Dini menggeleng pertanda tidak tahu. Lalu dia menoleh pada Zio yang baru saja datang.

"Pagi," sapanya.

"Baru dateng? Tumben," ucap Ginela sembari melempar bunga mawar itu ke meja.

"Beli kopi dulu. Antri." Zio mengangkat gelas kopi yang dia bawa.

Ginela mengangguk dan menjatuhkan bokongnya ke kursi. Masih banyak pekerjaan, dia akan membahas masalahnya saat makan siang nanti dengan Alaric. Dia menggeser bunga mawar itu tapi kemudian dia memilih membuangnya karena memenuhi meja.

"Kenapa dibuang?" tanya Zio.

"Lo mau?"

Zio menggeleng cepat dan menghindar.

"Menuh-menuhin meja. Lagi pula nggak jelas dari siapa," ucap Ginela.

"Paham," balas Zio yang sangat tahu bahwa meja Ginela tidak pernah rapi. Banyak barang berserakan dan tidak ada yang boleh merapikannya selain Ginela sendiri.

"Kak Gin," panggil Dini.

"Apa?"

"Malam pesta akhir tahun besok gue boleh ikutan 'kan?" Dini yang baru saja diterima jadi pegawai tetap bukan jadi anak magang lagi sangat berharap bisa ikut acara tahunan kantor yang sangat dinanti para karyawan tetap.

"Lo dapet undangan nggak?" tanya Ginela.

"Belum. Bilangin Pak Aric dong biar bilang gue dapet undangan. Kan gue udah pegawai tetap mulai hari ini. Masa gue belum dapet undangan juga."

"Lo nraktir gue aja belum udah jadi pegawai tetap, udah minta tolong."

Dini meringis. "Masalah itu gampang, Kak. Tapi bilangin Pak Aric dong."

"Kenapa Pak Aric? Nanti gue bilangin ke bagian umum."

"Ya kalau Pak Aric yang nyuruh 'kan pasti langsung diiyain."

"Dikira Pak Aric yang punya perusahaan?"

"Ya setidaknya Pak Aric lewat aja semua pada nunduk, Kak. Apalagi kalau yang minta pacar sendiri pasti Pak Aric langsung kasih perintah," ucap Dini dengan mengedipkan mata menggoda Ginela.

"Idih. Nggak perlu ke Pak Aric, nanti gue bilangin bagian umum. Mungkin mereka belum dapet data pegawai terbaru."

"Thank you, Bu bos."

"Bu Bos pala lo benjut," balas Ginela.

"Ucapan adalah doa. Diaminin dong, Kak," seru Dini.

"Iya, amin," seru Ginela dan Dini pun tertawa puas.

"Kak, gue nggak sabar ikut pesta kantor. Selama ini cuma di ruangan terus kurang gaul. Siapa tahu ketemu jodoh dari divisi lain. Biar samaan kayak Kak Gin dapet jodoh bos sendiri."

Ginela hanya menggeleng pelan. Dia bahkan paling tidak suka dengan acara itu selama ini. Tapi jika tidak ikut akan ada sanksi. Terpaksalah dia ikut tiap tahun tapi hanya duduk, makan, dan main ponsel. Tidak berminat sedikit pun dengan acaranya.

Baginya bergaul dengan orang kantor terlalu banyak juga tidak baik. Takut kehidupannya di luar kantor terumbar dan gosip akan merajalela dan mempengaruhi pekerjaannya. Dia lebih suka orang kantor sedikit yang mengenalnya.

One Night StandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang