16

52.8K 3.3K 38
                                    

Alaric melirik lengannya yang terus dipegang Ginela. Wanita itu hanya diam sepanjang jalan. Tapi Alaric tidak tahu harus bicara dari mana sedangkan dia penuh rasa penasaran. Ginela mengenal Rolan?

"Kamu baik-baik saja?"

"Ya, hanya ngantuk." Ginela berusaha tersenyum.

Alaric tidak lagi bertanya, memilih diam sampai di apartemen. Jika saatnya tiba, dia yakin Ginela akan bercerita padanya. Hanya saja dia takut sesuatu akan terjadi. Apalagi perusahaannya sudah tanda tangan kontrak bekerjasama dengan Rolan. Rolan pasti akan sering datang ke kantornya.

"Gin."

"Ya?" Ginela yang sudah membuka pintu kamar mengurungkannya.

"Jika ada apa-apa, ingat ada saya."

Ginela mengangguk cepat. Dia kembali masuk ke kamar dan meringkuk di kasur. Kenapa setelah 5 tahun berlalu harus bertemu lagi? Ginela menarik selimutnya sampai menutup kepala. Berharap ingatan tentang kebodohannya dulu hilang tapi justru semakin terngiang.

Betapa bodohnya dia dulu mau saja dirayu dan bertekuk lutut menuruti kemauan Rolan karena dibutakan cinta. Lalu pria itu pergi meninggalkannya tanpa kata, menghilang begitu saja.

Terlalu cinta adalah bom waktu yang siap menyakiti kapanpun. Ginela kembali memasang tameng di hatinya. Berjaga-jaga jangan sampai terluka untuk kesekian kalinya.

Lusa dia akan menikah. Keyakinannya untuk menikah kembali buyar oleh kedatangan Rolan. Nasi sudah menjadi bubur. Mundur sudah tidak mungkin lagi. Yang bisa dia lakukan hanyalah menjaga hatinya agar tidak akan terluka lagi.

Ginela merasakan gerakan di sebelahnya. Jantungnya mempercepat detakan. Jika setiap malam begini, siapa yang akan bisa bertahan?

***

Pagi yang cerah dengan segelas kopi hitam dengan gula satu sendok teh. Ginela menghirup kepulan asap dari cangkirnya sembari melihat hiruk pikuk keramaian kota. Suasana hatinya sudah membaik dan masih dia usahakan untuk mengabaikan. Ya, dia hanya berani mengambil langkah menghindar seperti biasanya.

"Hari ini kita mau ke mana?"

Ginela menoleh. "Di apartemen saja untuk berjaga-jaga."

"Berjaga-jaga untuk apa?" Alaric berdiri di sampingnya ikut melihat ke arah pandang Ginela. Hari ini pun jalanan ramai, tidak pernah lengang.

"Besok kita menikah. Bukankah lebih baik di sini saja untuk menjaga keselamatan?"

"Ah..." Alaric mengangguk paham. "Berarti biar pakaian kita mereka bawa ke sini saja untuk fitting terakhir."

"Ide yang baik. Saya hanya ingin di apartemen saja menikmati hari libur. Jarang-jarang saya libur di hari Jumat."

"Kamu jarang mengambil cuti?" tanya Alaric.

"Saya selalu menghabiskan hari cuti. Nggak akan melewatkannya," jawab Ginela.

"Ke mana biasanya kamu cuti?"

"Keliling Indonesia."

Alaric menaikkan sebelah alisnya. "Kamu suka traveling?"

"Ya." Lalu Ginela tertawa sendiri mengingat lagi kelakuannya yang membuat semua ini terjadi.

"Ada yang lucu?"

"Kesukaan saya traveling membuat semua ini terjadi. Waktu itu saya sangat mengharapkan memenangkan undian jalan-jalan, tapi ternyata saya nggak mendapatkan apa-apa lalu saya pergi dengan Nara untuk menghibur hati yang tengah patah hati gagal ke Maldives. Tapi malah berakhir jadi seperti ini."

One Night StandWhere stories live. Discover now