27

35.9K 2.5K 28
                                    

Pulang dari rumah Bu Lina, Alaric mengajak Ginela untuk bertemu Leo. Ada yang ingin dia bicarakan. Mereka bertemu di restoran bergaya ringkas, memaksimalkan dimensi ruangan yang tersedia. Furniturnya minimalis memadukan tema vintage, modern, dan scandinavian. Sementara dapur dan meja penyajiannya dibuat ala kafe-kafe Eropa.

Ginela melihat dengan seksama desain restoran yang interiornya tampak elegan terutama lewat pilihan panel langit-langitnya. Dia baru menyadari ada tempat seperti ini di dekat apartemennya.

"Sorry telat," ucap Alaric yang kemudian duduk. "Gin..." panggil Alaric seraya meraih tangan Ginela yang masih berdiri melihat ke sekeliling.

"Eh, iya. Sorry. Terlalu terpesona dengan restorannya." Ginela tersenyum kikuk dan ikut duduk.

Leo menggelengkan kepala dan tertawa sendiri tidak menyangka Alaric dan Ginela masih baik-baik saja. Mengingat alasan mereka akhirnya menikah.

Alaric menendang tulang kering Leo agar berhenti tertawa.

"Sorry, bukan maksud gue buat ngetawain. Tapi gue cuma bersyukur kalian masih bersama. Kalian memang benar baik-baik saja 'kan bukan kamuflase belaka?"

"Apa maksud lo?" Alaric kembali menendang Leo dan pria itu kembali mengaduh. "Buruan lo mau bahas apa?"

Leo mengeluarkan iPadnya, menggeser-geser layar, memperlihatkan desain rumah yang baru mereka sepakati.

"Gimana? Udah ok belum? Jangan kebanyakan revisi, kita ngejar waktu dan meminimaliris budget."

Ginela nyengir mendengar ucapan Leo. Di mana pun penuh revisi jika berurusan dengan Alaric. Untung saja pria itu tidak merevisi kehidupannya yang jauh dari kata sempurna.

"Lanjut aja. Kita buka harga bulan depan. Selesai 'kan?"

"Akhir bulan ini juga bisa asal nggak ada revisi lagi. Ini rumah bukan buat lo kenapa lo yang ribet sih?"

"Gue mau customer kita puas. Gue nggak suka yang setengah-setengah. Jangan lupa taman yang ada di pojokan ini usahakan lebih rendah."

"Siap, Bos! Berarti udah ok ya?"

"Ok."

Ginela tidak menyangka Alaric masih bekerja di hari Minggu bahkan mereka bukan tengah membahas kerjaan di kantornya. Ginela memperhatikan dengan serius. Ingin mengetahui tentang Alaric lebih lagi.

"Maaf ya, aku tinggal kerja sebentar." Tangan Alaric mengusap punggung tangan Ginela.

"Nggak pa-pa. Terusin aja, nggak usah pedulikan aku. Aku nyaman kok."

"Ehem. Masih ada gue di sini."

"Cepatlah menikah!" ucap Alaric.

"Nggak semua orang seberuntung lo." Leo menatap Alaric lalu melirik Ginela. "Dan temen lo ngilang begitu saja. Nomor gue diblock."

Refleks Ginela menutup mulutnya yang nyaris tertawa. Nara tipe perempuan yang tidak suka mengemis, terlahir dari keluarga kaya membuatnya menjadi perempuan yang memiliki harga diri tinggi. Dia ingat cerita Nara soal Leo yang mengabaikan sahabatnya itu. Pantas saja Nara membuang dan mencoret Leo dari daftar pria sahabatnya.

"Bisa nggak lo suruh Nara buka blokiran gue?"

Ginela melirik Alaric sekilas lalu menggeleng pada Leo. "Nara bukan tipe orang yang mudah dibujuk apalagi dia udah buang lo. Dia nggak suka menjilat apa yang sudah dia lepehin."

Tawa Alaric pecah membuat Leo semakin kesal. Tapi nasibnya memang miris dan patut ditertawakan.

"Apa yang udah lo lakuin sampai lo masuk daftar hitam Nara?" tanya Ginela.

One Night StandWhere stories live. Discover now