22

44.1K 2.9K 57
                                    

Pagi yang cerah, indah, dan penuh semangat. Ginela tersenyum sepanjang jalan. Bukan karena hari ini ulang tahunnya tapi karena Alaric begitu perhatian. Jika menikah sebahagia ini, dia tidak menyesal. Dia tak menyangka bosnya yang terkenal dingin akan seperti ini saat menjadi suami.

Sampai kadang merasa seperti mimpi ada orang sempurna tapi mau dengannya yang serba kekurangan. Kurang harta dan kurang ahlak. Ginela menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat pantulan dirinya di pintu lift bersebelahan dengan Alaric. Nasib orang tidak ada yang tahu.

Mereka berpisah, Ginela ke ruangannya disambut Dini yang mendekat membawa laporan tim mereka.

"Gue duduk dulu. Lo semangat bener, sih?"

"Semangat dong. Kan mau meeting sama Pak Rolan. Gue 'kan mau kayak Kak Gin, siapa tahu 'kan ya dapet Pak Rolan."

Ginela berdecak sembari memukul pelan bahu Dini dengan kertas laporan.

"Cincin Kak Gin gede bener. Pasti dari Pak Aric ya? Tuh, 'kan bikin iri banget, deh." Dini mengamati cincin berdesain simple tapi bermata white diamond yang begitu besar di jari manis Ginela.

"Mencolok ya? Gue lepas aja, deh."

"Ih, jangan. Cantik gini. Nanti Pak Aric marah, masa dikasih cincin malah nggak dipakai. Berasa nggak dihargai gitu."

"Gitu, ya?"

"Iyalah. Kak Gin gimana sih? Biarin aja orang ngomong apa, yang penting kita nggak berbuat salah. Mereka cuma iri aja sama Kak Gin."

"Emang orang ngomong apa?" Ginela memang tipe yang terlalu cuek untuk hal gosip dan bergosip.

Dini nyengir. "Nggak penting juga sih, Kak. Lagian Kak Gin juga nggak akan peduli. Lupa gue."

"Dasar, lo!"

Ginela kembali membaca bahan yang akan di presentasikan. Tapi Ginela melihat Dini seolah ingin bicara. Dia pun menoleh ke arah Dini lagi.

"Ada gosip apa pagi ini?" tanya Ginela akhirnya.

Dini diam membuat Ginela mengangkat kepala. "Kenapa diem? Kalau nggak mau cerita jangan pasang tampang begitu."

"Itu. Tapi Kak Gin jangan emosi."

"Apaan?"

"Gosipnya Kak Gin main guna-guna. Karena nggak ada angin nggak ada ujan Pak Aric bisa pacaran sama Kak Gin," bisik Dini.

"Bilang aja iya. Kalau ada yang mau, suruh nanya langsung nanti gue kasih tahu tempat dukunnya."

"Jadi beneran Kak? Gue mau dong."

Kali ini kepala Dini yang mendapat pukulan. "Percaya aja lagi lo!"

"Ya maaf, Kak." Dini nyengir mengusap kepalanya.

Zio yang berada di samping meja Ginela tidak bisa menahan tawa.

"Nggak usah ketawa!"

"Gue diem."

***

Meski enggan tapi harus dihadapi. Bukan karena Ginela tidak siap untuk presentasi tapi dia malas melihat senyum Rolan padanya. Apapun pembenaran pria itu, trauma Ginela tidak bisa hilang begitu saja. Rolan membuatnya semakin takut dengan sebuah hubungan.

Ginela duduk bersebrangan dengan Rolan. Posisinya yang sangat tidak mengenakan, tapi dia tidak mau membuat siapapun curiga termasuk Alaric yang sudah duduk di depan.

Situasi macam apa ini? Dia melirik Zio yang terlihat tenang meski tahu keadaan saat ini baginya. Memang pria tidak bisa diandalkan.

Rapat dimulai dengan pengenalan singkat Rolan yang akan membantu proses iklan yang Ginela dan timnya buat. Dilanjut presentasi Ginela yang sudah disetujui oleh Alaric.

One Night StandWhere stories live. Discover now