41

23.8K 2.1K 55
                                    

Ingin marah tapi pada siapa. Ginela hanya bisa menerima nasibnya dan berharap ujian ini segera berlalu. Sedih tentu saja. Dia teramat terluka tidak diingat oleh Alaric. Alaric yang memaksanya menikah tapi pria itu juga yang melupakannya.

Perempuan berkemeja birubigu tidak tahu harus bagaimana selain sabar. Dia juga tidak tahu cara untuk mendekati Alaric. Tidak mungkin dia mendekati dengan cara vulgar. Alaric pasti langsung menendangnya keluar.

Alaric akan menilainya sebagai wanita menjijikkan dan mengusirnya jika dia berusaha menggoda. Alaric yang dulu adalah pria yang menjaga keperjakaan. Bisa dibayangkan pria macam apa suaminya dulu. Tapi jika dia seperti ini terus bagaimana Alaric akan kembali mengingatnya?

Ginela mengaduk tehnya dengan tatapan kosong lalu meminumnya perlahan. Teh hangat itu sedikit menghangatkan dirinya yang merasa kosong. Alaric sibuk sendiri seolah dia tidak ada. Suaminya sangat senang saat dia akan pergi bekerja. Alaric bahkan menyuruhnya cepat-cepat pergi.

"Aku pergi dulu," pamit Ginela yang melewatkan sarapan untuk kesekian kali. Hanya membuatkan roti bakar untuk Alaric yang dia letakkan di meja makan bersama kopi panas.

Ingin menangis tapi selalu dia tahan. Dia tidak ingin memperlihatkan sisi lemahnya pada siapapun termasuk Alaric saat ini. Pria itu benar-benar melupakannya dan membiarkan dirinya melewatkan sarapan begitu saja.

Dulu Alaric akan marah dan menceramahinya untuk tidak melewatkan sarapan bahkan sampai jadwal makan malam.

"Kenapa masih berdiri di situ?" tanya Alaric yang duduk di sofa ruang keluarga. Dia melirik Ginela yang masih diam di dekatnya.

"Apa kamu tidak ingin mengingatku?" tanya Ginela yang mulai frustasi mencoba bersabar.

"Tentu saja ingin. Aku ingin mengingat semuanya agar aku tahu bagaimana caramu menjebakku sampai kita akhirnya menikah."

"Menjebak?" Ginela kehabisan kata-kata. Jelas-jelas Alariclah yang menjebaknya tapi justru kini menuduhnya.

"Apa aku salah bicara? Aku tidak akan gegabah terhadapmu. Sungguh aneh aku bisa menikah secepat ini denganmu."

"Kamu itu yang aneh!" seru Ginela mulai kesal. "Aku pergi dulu."

"Pergilah."

Alaric melempar buku yang dia baca ke sofa. Dia masih kesal karena sepertinya kehilangan keperjakaannya dan tidak bisa mengingat sama sekali.  Bersama Ginela seminggu lebih dia juga tidak kunjung mengingat apapun. Malah yang ada berdebat setiap bertemu.

"Hai. Gimana kabar lo?"

Alaric hanya melirik pria yang menyapanya.

"Kenapa ngelihat gue begitu? Istri lo kenapa berwajah kusut?" tanya Leo yang datang bersamaan saat Ginela akan keluar.

"Apa dia benar-benar istri gue?"

Seketika Leo terbahak mendengar pertanyaan konyol Alaric. "Jadi lo benar-benar amnesia? Dan melupakan Ginela? Wow."

"Nggak mungkin gue nikah sama dia. Dia bahkan membiarkan gue sendiri di sini hanya dengan roti tawar. Dia jelas bukan tipe gue."

"Lo tanya aja sama diri lo sendiri kenapa bisa nikah?"

Alaric menghela napas kasar. "Kalau gue inget gue nggak akan tanya lo. Coba ceritakan soal dia dan bagaimana gue bisa nikah dengannya."

"Ginela nggak cerita sama lo?"

"Gue nggak mau denger dari mulutnya. Bisa aja dia bohong dan memanipulasi. Gue nggak bisa percaya begitu saja dengan orang asing. Lagipula gue selalu menghindar untuk berinteraksi dengannya."

One Night StandWhere stories live. Discover now