45

31.4K 2.4K 85
                                    

Setelah Leo pergi, Alaric terus menatap Ginela. Bukan Ginela tidak sadar dengan tatapan Alaric tapi dia memilih tidak peduli. Saat ini menjaga moodnya agar tetap baik adalah yang utama. Ginela merasa harus tetap waras demi anak dalam kandungannya.

Ginela kembali ke kamarnya tapi Alaric menghalangi saat dia hendak membuka pintu.

"Ada apa lagi? Ngapain dari tadi ngelihatin terus?"

"Mau nyoba nginget-nginget."

"Terus ini ngapain?" Ginela menunjuk tangan Alaric yang menghalanginya masuk.

"Jangan tidur dulu."

"Aku capek, mau rebahan." Ginela menyingkirkan tangan Alaric.

"Jangan tidur dulu. Aku mau lihat kamu lebih lama. Siapa tahu aku ingat."

Ginela menoleh dengan kening berkerut, merasa salah dengan pendengarannya.

"Kamu kenapa, sih? Makin aneh aja."

"Kamu hamil. Aku harus cepat-cepat ingat lagi."

Ginela menghela napas. "Sekarang nggak ingat pun nggak apa-apa. Asal udah paham kalau kamu itu suamiku. Jadi jangan aneh-aneh. Aku malah jadi takut. Kamu kayak punya kepribadian ganda."

"Aku mau berusaha inget kamu."

"Ya udah silakan diinget-inget. Aku mau rebahan, capek banget." Iya, capek hati, capek pikiran, dan capek raganya.

"Gimana mau inget kalau nggak boleh ngelihatin kamu?"

Ginela mengusap keningnya merasa pusing dengan kelakuan Alaric. "Terserah kamu. Kalau mau lihat ya sini masuk. Aku mau tidur."

"Kamu ngajak aku tidur di sini?" Alaric terlihat jelas kaget.

"Memang ngajak suaminya tidur bareng itu aneh? Kenapa matamu melebar begitu?" Ginela kembali mendesah. "Sudahlah terserah kamu. Aku benar-benar lelah dan pusing. Jangan bikin aku stres." Ginela menjauhkan tangan Alaric dari pintu.

"Sorry. Apa sekarang kamu stres?"

Ingin mengumpat tapi Ginela berusaha menahan diri. Bagaimanapun Alaric sedang tidak sehat pikirannya. "Aku benar-benar stres sekarang apalagi kalau kamu terus mengajakku bicara. Aku 'kan sudah bilang aku capek mau tidur!" Nada bicara Ginela sudah meninggi meski sudah menahan diri. Tangisnya pun pecah. Entah kenapa rasanya ingin menangis saking lelahnya menghadapi semua ini.

Selama hidupnya dia sudah mengalami banyak hal tapi saat ini dia sungguh lelah. Tapi tidak bisa menghindar seperti waktu dulu.

"Maaf. Jangan menangis lagi." Alaric panik, kebingungan sendiri melihat Ginela menangis memeluk guling.

"Gin...."

"Gin...."

"Apa kamu ingin sesuatu?"

"Tolong berhentilah bicara!" seru Ginela tidak tahan lagi, menarik Alaric hingga pria itu terjatuh di kasur. "Aku bilang jangan bicara jadi diamlah." Ginela melempar bantal ke wajah Alaric dan kembali tidur dengan memunggungi suaminya.

Ketenangan. Ginela butuh ketenangan. Hari ini terlalu banyak drama. Bahagia tapi ada kesedihan di dalamnya. Impiannya merawat dengan penuh kasih sayang bersama pasangan musnah sudah. Dia hanya berharap bisa menjalani hari dengan baik-baik saja. Berharap Alaric cepat kembali mengingat rasanya menakutkan. Sulit sekali untuk berpikiran positif mengingat bagaimana dia tumbuh menjadi seperti sekarang.

***

Betapa kagetnya Ginela saat bangun dan mendapati Alaric tengah memeluknya. Dia terperanjat, membuat Alaric kaget dan berteriak kencang. Ginela melongo melihat ekspresi Alaric seperti perawan yang bangun tidur mendapati lelaki seranjang dengannya.

One Night StandWhere stories live. Discover now