39

23.4K 2K 65
                                    

Ballroom hotel menjadi tempat pesta perusahaan. Ginela memasuki ballroom dengan menggandeng Alaric. Bukan hal baru lagi melihat pasangan ini. Tapi tetap saja banyak mata yang tertuju pada mereka.

Alaric dengan setelah jasnya terlihat semakin gagah dan memesona. Dia mengusap tangan Ginela yang terasa dingin. "Apa kamu gugup?"

"Seharusnya nggak karena ini bukan yang pertama kali tapi nyatanya aku gugup. Menjadi pusat perhatian dan mengingat kita akan mengumumkan hubungan kita, itu membuatku semakin gugup."

Alaric tersenyum dan menepuk punggung tangan Ginela. "Tenanglah. Ayo, temui Papa dan Mama!"

Mereka menyapa orangtua Alaric, Zanna, dan Arvin. Walau awalnya terasa canggung bagi Ginela karena ini pertama kalinya mereka kembali bertemu. Tapi lama-lama situasinya mencair berkat Saras yang welcome terhadapnya.

Merasa Ginela sudah bisa ditinggal, Alaric lalu pergi meninggalkan Ginela sendiri untuk menyapa yang lain. "Aku ke sana, ya?" Alaric mengecup singkat kening Ginela setelah istrinya mengangguk.

Ginela melirik Zanna yang tertawa kecil sembari melihat ke arahnya. Perempuan itu sejak tadi memang terus memperhatikannya. Membuatnya jadi salah tingkah.

"Apa yang kamu tertawakan?" Saras menepuk lengan putrinya.

"Lucu aja, Ma. Keinget alasan Kak Aric ngebet nikah. Padahal dia cuma bucin tapi bikin alasannya mengada-ada."

Ginela hanya mengulum senyum. Tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Dia tidak tahu kepribadian Zanna seperti apa karena baru bertemu 3x.

"Mau aku rekomendasikan dokterku biar cepet hamil nggak?"

Awalnya Ginela membelalakkan mata tapi langsung mengangguk. Dia paling canggung berhadapan dengan Zanna. Mau merespon saja harus mikir biar tidak ada yang salah. Rasanya lebih mengerikan dari berhadapan dengan mama mertua. Ipar rasa mertua.

"Besok kita ke sana bareng aja. Dijamin dokternya enak banget buat ngobrol."

Lagi-lagi Ginela mengangguk hingga membuat Zanna mengerutkan kening.

"Kak Gin kenapa?"

"Nggak kenapa-kenapa. Jujur aku cuma nggak tahu harus merespon bagaimana. Maaf ya?"

"Oh... it's ok. Mungkin karena kita nggak pernah ngobrol. Mulai sekarang ayo kita sering keluar bersama! Sesekali tinggalkan suami kita yang selalu sibuk di kantor."

"Ok."

"Kamu sedang hamil?" tanya Ginela yang melihat perut Zanna buncit.

Zanna langsung tersenyum lebar dan berseru senang. "Akhirnya ada yang tahu aku sedang hamil. Padahal aku sudah khusus memakai baju ini agar perutku terlihat besar tapi tidak ada yang menyadarinya. Mereka pasti berpikir perutku berlemak."

Ginela mengukum senyum menahan tawa. "Selamat ya. Sudah berapa bulan?"

"Baru mau 27 minggu makanya perutku masih kecil, hanya terlihat buncit."

"Selamat ya." Ginela membayangkan jika dirinya juga hamil. Pasti dia akan sangat bahagia.

"Dulu aku pikir nanti juga hamil pada waktunya, tapi ternyata 2 tahun berlalu aku nggak kunjung hamil. Jadi aku menemui dokter yang trmanku rekomendasikan.

"Semoga selalu sehat ya."

"Amin. Makasih untuk doanya." Zanna meraih kedua tangan Ginela. "Besok kita ketemu dengan dokterku. Awalnya nanti hanya konsultasi terus baru ada tindakan."

"Kamu program hamil?"

"Bisa dikatakan iya. Tapi aku nggak sampai melakukan bayi tabung."

"Syukurlah sekarang kamu sudah hamil. Pasti kamu sangat bahagia apa yang dinanti akhirnya datang juga."

One Night StandOnde as histórias ganham vida. Descobre agora