37

28.6K 2.3K 52
                                    

Siang berganti malam, hari silih berganti dengan cepatnya. Hari-harinya setelah saling mengungkapkan perasaan terasa nyaman dan terlalu cepat berlalu. Beginikah rasanya bahagia? Tidak ada harapan tinggi selain ingin terus bersama. Tidak ada ketakutan besar selama terus bersama dan saling bicara.

Ginela menikmati sore santainya setelah beberapa minggu selalu pulang malam. Dia menggoyangkan gelas es kopinya yang berembun. Nikmatnya hidup sungguh terasa.

Teror-teror terkadang masih datang berupa bunga, lukisan bergambar kegiatannya seolah pengirim itu selalu membuntutinya. Tapi Ginela tidak terlalu khawatir karena Alaric selalu mampu menenangkannya.

"Akhirnya bisa bersantai sejenak," seru Dini yang baru saja datang membawa gorengan.

"Pesenan gue ada 'kan?"

"Ada. Bakwan yang baru digoreng 'kan? Ini masih panas banget." Dini menyerahkan pesanan Ginela.

"Thank you. Males kalau udah dingin, lembek."

"Kak Gin mah permintaannya ada-ada aja, aneh. Maksa banget Kang gorengan harus goreng baru."

"Aneh gimana? Nggak maksa juga, kalau nggak ada ya nggak jadi beli. Ganti yang lain."

"Gimana nggak aneh? Nih, pesenan martabak telor tapi nggak pakai sayurannya."

Ginela nyengir. "Bau daun bawang. Pusing."

"Buruan kawin, Kak, biar permintaan aneh lo nggak keliatan aneh-aneh banget."

"Apa hubungannya?"

"Ya biar orang ngiranya lo lagi nyidam."

Ginela terkekeh seketika. "Masa gue nyidam sepanjang hidup gue. Walaupun gue bukan orang yang suka pilih-pilih makanan tapi gue emang kalau mau bulanan suka pengen yang aneh-aneh."

"Iya, sih, gue juga, Kak. Cuma Kak Gin mah esktrim keanehannya."

"Biasa aja, ah," balas Ginela. Dia jadi geli sendiri membayangkan jika dia hamil. Apakah nyidamnya akan lebih ekstrim dari ini?

"Ngomong-ngomong gue seneng, deh, akhirnya besok malam kita pesta. Udah nggak sabar." Dini berseri-seri saat mengatakannya.

"Pasti lo udah nyiapin dari ujung kepala sampai kaki." Ginela menggigit bakwan panasnya dengan tatapan geli ke arah Dini yang mulai heboh menceritakan persiapan untuk pesta akhir tahun.

"Udah, dong. Gue udah belanja baju, sepatu, dan make up baru. Bagaimana pun juga gue harus dapet pasangan kali ini. Gue udah ditanyain kapan nikah terus, nih sama nyokap."

"Zio jomlo." Ginela melirik Zio yang diam sejak tadi.

Dini meringis. "Nggak, ah. Berasa pacaran sama robot."

Yang disindir tetap diam tenggelam dengan pekerjaan. Seperti itulah pria bertubuh tinggi dan berkulit kuning langsat di sampingnya. Jika sedang serius bekerja, ada gempa pun tidak akan terganggu.

"Lagian Kak Zio pasti seleranya bukan gue Kak. Dia suka yang dewasa dan nggak cerewet kayak gue"

"Tahu banget lo sama selera Zio."

"Dari hasil pengamatan selama ini. Gue 'kan diam-diam peka."

"Percaya. Lo emang paling peka di sini."

"Gue sebenarnya bahkan tahu beberapa rahasia," ucap Dini menggantung.

"Rahasia apa?"

"Emang boleh gue bilang di sini, Kak? Kan rahasia."

Ginela sontak terkekeh. "Lo emang paling bisa bikin suasana kantor nggak suram."

"Kak Gin pasti udah serius 'kan hubungannya sama Pak Aric?"

One Night StandWhere stories live. Discover now