11

67.9K 4.5K 123
                                    

Ahhh.... Makasih banyak buat komentarnya!!!!!
Banyak banget bikin pengen cepet update 🤣🤣
Moga kalian suka part ini. Hihihihi
Tetep aku tunggu komentar dan votenya yang buanyak ya biar aku semangat update. Nyampe 100, Selasa aku update lagi 😘😘

👠👠👠👠👠👠

Ginela membalikkan badan melihat Alaric yang tidur di sofa panjang tapi tetap saja kaki pria itu menjuntai. Tidak tega tapi dia takut nafsu binatangnya keluar. Setiap malam harus merasakan dilema seperti ini, bisa-bisa dia mati muda.

Apalagi penampilan Alaric yang membuat jiwa buasnya keluar. Meski pria itu sudah mengganti pakaian dengan piyama panjang yang menutup seluruh badan tapi mata elang Ginela tetap bisa melihat sisi sexy dan maskulin bosnya. Punggung lebar itu tetap terlihat dan sangat pelukable.

"Pak."

"Hmm?" Alaric menoleh pada Ginela.

"Pindah sini saja. Tapi saya bikin garis." Ginela menata guling membuat pembatas.

"Kamu takut sama saya? Bukankah kamu sudah terbiasa dengan pria?"

Ginela mendengkus mendengar penuturan Alaric yang sedikit melukainya walaupun perkataan itu memang kenyataan.

"Saya memang bukan wanita baik-baik. Lalu kenapa Pak Aric ngebet nikahin saya? Saya juga nggak mau nikah."

"Maaf bukan itu maksud saya. Saya nggak peduli dengan masa lalu kamu. Kalau saya peduli, saya nggak akan minta kamu mau menerima lamaran saya. Saya hanya bingung, kekurangan saya di mana? Kenapa kamu terus menjaga jarak?"

Ginela yang awalnya tersinggung justru jadi tertawa. "Memang Pak Aric kapan ngelamar saya? Pak Aric itu maksa saya bukan ngelamar."

"Kamu mau dilamar beneran? Tapi jangan protes apapun metode lamaran yang saya lakukan nanti."

"Nggak jadi, deh, Pak. Saya malah takut."

"Kamu ini kadang ceplas-ceplos, kadang jaga jarak. Saya sampai bingung."

"Pak, gimana ya? Seperti yang Pak Aric tahu, saya itu cewek nggak bener. Saya justru takut saya kelepasan kalau Pak Aric deket-deket saya."

Akhirnya Ginela jujur dan membuat Alaric membeku di tempat. Suasana jadi sunyi beberapa saat sampai akhirnya Alaric berdehem melonggarkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa tercekat.

"Ya sudah. Kamu lebih nyaman bagaimana?" Suara Alaric jelas berubah serak.

Ginela mengembuskan napas, tidak bisa jika begini terus. Dia bisa terkena gegar mental menahan diri terus-menerus sepanjang hidupnya nanti.

"Pak, berhentilah sopan pada saya."

Ginela yang sudah tidak bisa menjaga diri sudah duduk di pangkuan Alaric yang membeku.

"Maaf," ucap Ginela lalu mencium Alaric tanpa izin.

Awalnya hanya Ginela yang menggerakkan bibirnya. Kini keduanya sudah bergulat bersama memainkan bibir dan lidah mereka. Nafasnya memburu dan badan terasa panas.

Alaric menghentikan tangannya yang mulai menyentuh dada Ginela. Matanya menatap wanita itu seolah meminta izin untuk meneruskan aksinya.

Ginela yang sudah dirasuki hasrat dan otaknya kosong hanya bisa melepas kancing piyama Alaric. Dia bisa gila jika semua ini berhenti di tengah jalan. Ginela langsung melancarkan aksi brutalnya menciumi leher Alaric dengan napas hangatnya yang memburu dan menggoda.

Pria mana yang bisa tahan dengan godaan bertubi-tubi? Alaric melepas kesopanannya. Logikanya sudah tumpul sejak dia berada di kamar yang sama dengan Ginela. Dia tidak kalah brutal menciumi setiap inchi leher dan dada Ginela, membuat wanita itu mengerang nikmat.

"Pak, pengaman," ucap Ginela yang amsih setengah sadar.

"Untuk apa? Lusa kita menikah," ucap Alaric dengan susah payah karena napas dan hasrat yang memburu tapi masih harus dijeda dengan pertanyaan itu. Lagi pula dia tidak memiliki pengaman di rumahnya.

Ginela mengangguk kaku. Persetan dengan pengaman kalau begitu. Mereka kembali bergelung melanjutkan kenikmatan duniawi.

***

Lagi-lagi Ginela membuka matanya duluan. Dia merasa dejavu bangun di pelukan bosnya. Pipinya memerah dan senyumnya terulas mengingat kejadian semalam yang tidak kenal lelah.

"Kamu sudah bangun?"

Alaric membuka matanya. Tidak ada alkohol jadi dia bisa bangun dengan kepala ringan dan kesadaran penuh. Dia bisa melihat dengan jelas wajah tersipu malu Ginela. Dia pun mengulum senyum tidak menyangka Ginela bisa tersipu malu begitu, rasanya menggemaskan.

"Pak, maaf," ucap Ginela tidak berani melihat mata Alaric. Rasanya malu memperlihatkan kegilaannya pada bos sendiri.

Dia sudah bercinta dengan banyak pria tapi mereka tidak saling mengenal dan tidak akan saling mengenal setelahnya. Jadi tidak akan ada rasa malu seperti yang dia rasakan saat ini. Untuk bangun dari posisinya saja dia kebingungan, harus bagaimana. Dia sadar masih telanjang.

"Setelah semua yang terjadi semalam kamu masih memanggil saya Pak?" Alaric tercengang, menarik dagu Ginela agar wanita itu menatapnya. Tapi Ginela tetap tidak berani menatap Alaric. "Bukankah semalam kamu meneriakkan nama saya?"

Mendengar ucapan Alaric semakin menyiutkan nyali Ginela. Wajahnya semakin memerah menahan malu. Dia sangat ingat bagaimana dia berkata kotor dan memanggil nama bosnya dengan suara teriakan yang menggoda.

"Bisa tidak jangan membahas soal semalam?" cicit Ginela.

"Panggil nama saya!"

"Iya."

"Coba!" Alaric semakin gencar menggoda Ginela yang terlihat seperti kucing, sungguh menggemaskan.

Sangat berbeda dengan Ginela yang semalam, sangat brutal, sexy, dan menggoda. Meski Ginela yang tengah malu seperti ini sebenarnya juga sangat menggoda.

"Aric," ucap Ginela sangat pelan.

"Lebih keras!"

"Aric." Ginela menaikkan suaranya tapi masih terbilang lirih.

"Yang keras seperti semalam." Alaric mengulum senyum.

"Pak, berhentilah menggoda saya." Ginela cemberut dan memberanikan diri menatap mata Alaric.

Satu kecupan mendarat di bibir Ginela.

"Itu hukuman jika kamu memanggil saya dengan sebutan Pak."

Ginela masih membeku hanya karena sebuah kecupan. Ini pertama kalinya dia bangun mendapat kecupan pagi dan senyuman manis dari lawan mainnya.

"Makasih untuk semalam."

Seketika mata Ginela merebak merah, terharu mendapatkan ucapan terima kasih atas tingkah liarnya.

"Kenapa menangis? Apa saya melakukan kesalahan?"

Ginela menggeleng pelan. "Saya cuma terharu dapat kecupan dan ucapan terima kasih."

Alaric yang sempat bingung, tersenyum tipis, dan mengecup kening Ginela.

"Ayo, bergegas atau kita akan terlambat ke kantor!"

One Night StandWhere stories live. Discover now