25

36.3K 2.8K 59
                                    

Alaric gelisah saat Ginela tidak kunjung pulang dan tidak bisa dihubungi. Apalagi saat dia menghubungi Nara, wanita itu mengatakan bahwa Ginela tidak jadi bertemu. Ke mana dia harus mencari?

Alaric sudah menaruh curiga dengan sikap aneh Ginela yang tiba-tiba. Tapi dia tidak bisa memaksa Ginela untuk terbuka padanya. Alaric berharap Ginela mau percaya padanya tanpa dipaksa karena dia tidak ingin menambah trauma istrinya.

Ginela justru menghilang begitu saja. Otaknya sudah buntu mencari sampai menghubungi Zio menanyakan keberadaan Ginela. Tapi pria itu juga tidak mengetahui.

Saat dia hendak melajukan mobil, pesan dari Ginela masuk.

Istriku

Saya pergi sebentar.
Besok pulang.
Tidak usah mencari.

Alaric menggebrak stir mendapat pesan itu. Ke mana sebenarnya istrinya? Dia baru menyadari tidak tahu banyak tentang Ginela. Wanita itu terlalu sulit dipahami.

***

Ginela mengganti pakaiannya dengan daster milik Bu lina. Dia membantu Bu Lina memasak di dapur sembari mengobrol setelah mengirim pesan buat Alaric.

"Gin, kamu dari tadi Ibu lihat murung terus. Ada masalah?"

"Saya takut, Bu."

"Takut kenapa?"

"Lebih tepatnya saya kecewa sama diri saya sendiri. Mungkin ini karma." Ginela mengingat masa lalunya yang sering berganti pasangan. "Saya sudah nikah, Bu."

Bu Lina terdiam, mengusap punggung tangan Ginela.

"Saya mengecewakan harapan banyak orang." Mata Ginela kembali berkaca-kaca. "Saya takut bakal ditinggal karena ternyata saya nggak hamil, Bu." Tangis Ginela pecah lagi dan Bu Lina memeluknya.

"Tenangkan hatimu, Nak. Tuhan selalu ada buat kita. Banyak cinta dariNya jadi jangan berlarut bersedih."

Ginela berusaha menyudahi tangisnya. "Bu, bagaimana dulu Ibu ketemu Bapak?" tanya Ginela mengalihkan kesedihannya, kembali meracik bahan.

"Nggak ada yang istimewa. Kami dijodohkan."

Ginela menoleh. Dijodohkan? Banyak pertanyaan yang ada di benaknya untuk Bu Lina. Bagaimana bisa dijodohkan tapi sesetia itu?

"Kenapa? Heran kami bisa langgeng?" Bu Lina mencolek Ginela yang mengangguk antusias.

"Semua dari diri kita, sudah tahu dijodohkan ya sudah diterima saja. Lagipula waktu itu menentang juga nggak bisa. Kami pikir ya sudah diterima, lagipula kami akan bersama selama. Ya bagimana caranya untuk menyamankan diri masing-masing. Ternyata penerimaan itu membuat kami bisa memahami satu sama lain."

"Wanita mana sih yang nggak akan luluh karena perhatian yang berangsung-angsur. Iya 'kan? Itu yang Ibu alami, Bapak sangat perhatian. Ibu pikir, Ibu harus berbakti untuk membalas perhatian itu. Ternyata hal itu membuat kami jadi saling menyayangi."

"Saya jadi ingin seperti Ibu," gumam Ginela.

"Semua masalah pasti ada penyelesaiannya. Kamu sudah mengabari suamimu?"

"Sudah, Bu."

"Ya sudah. Jangan buat suamimu bingung nyariin kamu. Ibu yakin kamu pergi pasti nggak pamit 'kan?"

Ginela nyengir.

"Siapa nama suamimu?"

"Aric, Bu."

"Dia pasti pria yang baik sampai kamu mau menikah."

Ginela kembali nyengir. Ya, Alaric baik bahkan terlalu baik untuknya yang hanya ampas.

"Udah sana kamu duduk aja biar Ibu yang nerusin masak. Kamu telepon suamimu aja biar hubungan kalian kembali baik."

One Night StandWhere stories live. Discover now