Bab 8 Kebenaran

3.9K 669 166
                                    

"Michiko

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Michiko...ini Mas Ankaa mau pulang loh."

Ankaa menatap pintu penghubung ruang tamu dan aula yang sunyi. Mereka menunggu dan Ankaa berpikir bahwa Kiko tidak akan keluar ke ruang tamu lagi.

"Iya, Bu."

Ankaa yang sedang menoleh menatap Gempar yang muncul dari teras, menoleh lagi ke arah pintu penghubung. Kiko menghampiri ibunya dan berdiri kaku di sampingnya. Gadis itu menoleh sekilas ke arah ibunya sebelum menyambar tangan Ankaa dan menciumnya dalam.

"Hati-hati, Mas."

Ankaa menatap Kiko yang balik menatapnya tanpa ekspresi.

"Ankaa pulang dulu, Bulik."

"Iya, hati-hati. Jangan lupa bilang ke ibu, terima kasih vitaminnya."

"Dalem, Bulik."

"Bulik tidak antar ke depan ya, biar Kiko saja. Bulik sedang merebus air."

Ankaa mengamati Kiko yang menelengkan kepala samar ke arah ibunya yang balik menatapnya. Dari gerakan bibir gadis itu, Ankaa bisa membaca bahwa Kiko mengucapkan kata "Merebus air? Sejak kapan?"

"Iya, Bulik. Tidak apa-apa." Ankaa mengangguk dan menahan tawanya sebaik mungkin dan kembali menatap Kiko yang akhirnya berjalan mendahuluinya. Mereka menuruni undakan teras dan melintasi halaman sambil membisu. Langkah Kiko berhenti di samping mobil Ankaa.

"Maaf." Ankaa akhirnya memecah kebisuan mereka.

"Itu tidak sopan, Mas."

"Namanya juga cemburu. Laki-laki seperti itu kalau sedang..."

"No excuse." Kiko menggeleng. Dia menatap Ankaa lekat dan mencebik pelan. "Atau Mas Ankaa begitu waktu di luar negeri?"

"Tidak. Sumpah demi Allah."

"Yang aku dengar tidak seperti itu."

"Aaah..." Ankaa menghela napas panjang seakan baru saja menyesali sesuatu. "... seharusnya aku tidak buru-buru pamit."

"Kenapa?"

"Kita harus bicara. Deep talk."

"Kenapa?"

"Karena pemikiran kamu yang seperti itu."

"Mas yang membuat aku berpikir seperti itu."

"Dan dari dulu kamu memang berpikir seperti itu walaupun belum tahu dari sisi aku."

"Padahal aku loh sudah berpikir kalau omongan orang yang kita dengar itu terkadang sangat tajam dan sanggup membuat kita menilai sebelum mengetahui kebenarannya."

"Kenapa tidak terus berpikir seperti itu sampai kita punya waktu untuk bicara?"

"Itu karena Mas Ankaa main serobot saja ciuman pertama ku. Hissssh!" Kiko menghentakkan kaki jengkel membuat Ankaa beringsut.

PINK IN MY BLUEWhere stories live. Discover now